Skip to main content

The Jacatra Secret ( A Novel)

Jakarta, kota penuh symbol. Di berbagai titik di daerah ini sebuah persaudaraan kuno telah menaburkan berbagai symbol-simbol di berbagai sudut bangunan kuno hingga rancangan tata kota. Benarkah seperti itu? Apakah VOC yang menjadi arsitektur kota ini yang menyebarkan berbagai symbol tersebut? Dimanakah symbol-simbol tersebut? Apa makna symbol-simbol itu? Apa dampaknya bagi Jakarta, bagi Indonesia?


Pertanyaan-pertanyaan itulah yang melompat dari benakku saat membaca The Jacatra Secret. Novel ini menceritakan petualangan simbolog Amerika di Indonesia untuk memecahkan teka-teki terbunuhnya salah satu professor sekaligus Ekonom terkemuka yang merupakan anggota sebuah persaudaraan kuno, Freemasonry. Persaudaraan ini tumbuh seiring perkembangan dunia. Sejak zaman nabi Tuhan hingga zaman digital saat ini.


Saya takkan cerewet tentang persaudaraan kuno ini dan segala sejarahnya. Novel ini cukup mampu menjelaskan secara detail tentang awal mula lahirnya Freemasonry hingga berbagai kaitannya dengan Madonna, Britney Spears, Freeport, hingga symbol-simbol yang ada disekeliling kita yang merupakan penanda akan eksistensinya.


Mungkin saya yang memiliki pengetahuan sejarah yang kurang sehingga ketika membaca novel ini saya agak sedikit terseok-seok dan kebingungan dengan berbagai sejarah yang dipaparkan. Hal yang sama terjadi saat saya membaca the Lost Symbol karya Dan Brown yang juga menuliskan tentang Freemasonry dan berbagai symbol-simbol yang diterbarnya di seantero Washington.


Cara penulisan buku ini mengingatkan saya pada petualangan Robert Langdon di novel-novel Dan Brown. Tokoh utamanya adalah seorang ahli symbol Amerika berusia 40an (Dr.John Grant) tahun yang bertualang satu hari satu malam untuk memecahkan kode dan sandi ditemani wanita bule peranakan yang cantik   (Angelina Dimitreia). Saya sebagai pembaca kalo boleh berharap sangat ingin sang tokoh utama adalah orang Indonesia asli. Tak perlulah pria bule yang khatam sejarah Indonesia. Tokoh perempuannya pun kalo boleh berharap cukup perempuan Indonesia saja tanpa perlu peranakan Prancis.Hehehehe. 


Pertanyaan-pertanyaan yang mucul di awal cukup terjawab dengan pemaparan sejarah yang lumayan banyak. Namun grafis atau penggambaran ilustrasi yang mungkin mampu membantu tidak disisipkan. Saya harus menggunakan imajinasi saya untuk menggambarkan ilustrasi itu dari pemaparan tulisannya. Ada gambar-gambar yang disisipkan di halaman-halaman terakhir namun bagiku itu tidak membatu banyak. Mungkin tak apa-apa kalo gambar itu dimasukkan pada bagian saat para tokoh tengah mendiskusikannya.
Aku menunggu ending yang cukup mengejutkan di akhirnya. Namun ending itu tidak sesuai ekspektasiku. Saya pun mengkhayalkan gedung bappeas yang menjadi titik fokus misteri buku ini untuk di jelajahi. Namun sampai akhir halaman saya tak menemukan jelajah gedung Bapennas.


Buku ini masih lemah dari segi pengeditan. Banyak kata-kata yang tidak teredit. Yang paling mengganggu saya adalah catatan kaki yang tidak ada. Padahal di beberapa halaman terdapat kalimat atau kata tertentu yag ditandai dengan nomor. Ketika saya ingin mencari penjelasan lebih lanjut , saya tidak menemukannya.
Kisah romantisnya pun cukup lebay bagi saya. Bahasa ketertarikan antara kedua John Grant dan Angelina Demetria pun sangat blak-blakan. Mungkin karena saya perempuan sehingga ketertarikan yang blak-blakan itu agak berlebihan.


But, overall novel ini memberikan gambaran yang berbeda tentang Jakarta.Menumbuhkan rasa penasaraan yang cukup tinggi saat berkunjung ke tempat-tempat yang dipaparkan novel ini.(*)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...