Mini drama Ada Apa Dengan Cinta #2014 mengembalikan romantisme para pemuda pemudi separuh baya yang merupakan remaja-remaja galau kala Film Ada Apa dengan Cinta booming di tahun 2001.
Kala itu saya kelas satu SMA. Pengalaman nonton bioskopku hanyalah menyaksikan film pertama Harry Potter. Kakakku yang paling tua, menonton film ini di bioskop. Kala itu saya tidak tertarik menonton. Penyesalannya baru datang beberapa waktu kemudian. Ketika saya mulai menonton film saat kuliah. Bahkan sampai sekarang saya masih menyimpan file film Ada Apa Dengan Cinta di laptop.
Pernah disuatu masa saya menontonnya berdua di kosan bersama sahabat saya dan gregetan. Bukan karena Rangga yang cakep banget ( meski itu salah satu faktor yang bikin betah nonton ini berkali-kali), namun karena cerita yang terasa begitu dekat dengan keseharian remaja. Cinta, pertemanan, dan kekakuan akan rasa. Cerita yang selalu ditemui di majalah-majalah remaja tahun 90an.
Ending menggantung di akhir cerita menyisakan versi berbeda bagi tiap pemirsa. Apa ending kesukaanmu?
Line, sebuah social chat berusaha menghadirkan lanjutan kisah Cinta dan Rangga. Seketika para pemuda-pemudi penggiat sosial media gempar. Tak butuh lama, mini drama ini ditonton jutaan orang lewat youtube. Romantisme masa lalu mengetuk layar telepon. Semua kembali mengenang kisah pada masa film ini booming. Mini drama ini serupa portal ke masa lalu.
Diceritakan, Rangga yang berpisah dengan Cinta di bandara tidak menepati janjinya untuk pulang satu purnama. Ia kembali ke Jakarta, 12 tahun kemudian.
Ga brengsek tuh namanya Rangga? Untung cakep tuh cowok, kalo nda bakal gue sumpahin nda bakal kawin. (Ini pendapat pribadi gue). Tapi, entah buat Cinta. Ketika dua belas tahun lalu ia telah menaruh harapan akan sebuah rasa yang dia titipkan pada Rangga, dan kemudian puluhan purnama yang tak kunjung menjelmakan pria itu di depan matanya, ia mungkin memilih move on. Karena move on hanya satu-satunya jalan meneruskan hidup. Atau bisa jadi tidak?
Setiap kita mungkin memiliki kisah yang hampir sama dengan Rangga dan Cinta. Atau mungkin tidak. Tapi aku iya. Pada beberapa kisah, selalu ada Rangga-Rangga yang menyisakan kisah-kisah yang tak selesai. Hari-hari menjadi tahun dengan serangkaian bayangan-bayangan pertemuan yang berputar di kepala. Tahun-tahun kemudian berganti dan skenario itu pun perlahan memudar. Kemudian disuatu hari yang biasa, saat matahari terik dan udara diam, sebuah sapaan dari perangkat gadget memberi sinyal keberadaan dia.
Kemudian semesta sunyi. Dimensi ruang dan waktu terasa mengabur. Text singkat itu menjadi cair. dirimu melebur di dalamnya. Kilasan masa lalu melintas cepat di sekelilingmu hingga ingatanmu mewujud pada gambar terakhir akan dirinya yang terekam di benakmu. Memory fotografimu menggambarnya utuh. Berapa tahun telah berlalu, kamu sibuk menghitung. Tapi potret dirinya yang kamu punya hanyalah gambar terakhir di benakmu yang tak menua.
Scene-scene khayalanmu dulu kembali utuh. Ia tetap menyukaimu, mungkin? Ia masih cinta. Ia tidak punya pacar. Tidak ada yang berubah dari dirinya. Bahkan juga hatinya. Detik-detik yang berlari diantara keterpisahan hanyalah mengubahnya secara fisik. Tidak dengan hatinya.
Kemudian jiwa kembali merasakan tubuhmu. Kamu berpikir secara rasional, mengapa setelah sekian lama ia baru kembali. Mengapa baru sekarang kasih kabar. Jika cinta itu ada, bukankah ia akan menemukan cara? Puluhan pertanyaan berlompatan di kepalamu. Mungkin seperti ini pula yang Cinta rasakan saat Rangga mengiriminya pesan setelah 12 tahun tanpa kabar.
Kamu gamang membalas pesannya. Tapi hati kecilmu melompat kegirangan. Letupan rindu serupa kembang api yang menyala. Jemari tanganmu berdansa diatas tuts handphonemu. Balas atau tidak? Sekedar bertanya apa kabar atau tanpa basa basi bilang rindu.
Penuh perhitungan dan tetap elegan kamu membalas pesan text. Seperti Cinta yang membalas " Hi Rangga. Apa kabar?". Ah, Apa kabar selalu lebih tepat dari kata " rindu". Lebih terhormat dan berprinsip. Pilihan balasannya bisa jadi "aku baik". pilihan ini tidak menguntungkanmu. Karena saya yakin kamu ingin percakapan ini tetap berlanjut. Sayangnya jawaban ini membuatmu harus berhitung secara cantik. Membalas pesan dengan pertanyaan lagi. Atau tidak membalas sama sekali. Paling banter kamu dikirimi icon smile, yang menurutku berarti percakapan tidak akan berlanjut dan tanya kabar itu hanyalah basa basi. Ini jenis percakapan yang masuk dalam kategori, kalo nda mau ngajak ngobrol nda usah basa basi kirim pesan.
Pilihan kedua, "aku baik. Kamu"?. Pesan ini cukup menguntungkan dari pesan sebelumnya. Ada pertanyaan buatmu yang menunggu dijawab. Kamu bisa jawab "baik", terus nunggu responnya balas atau nda. Kalo dia balas lagi berarti dia ada niat mau lanjutin percakapan. Tapi berhati-hatilah jika balasannya cuma icon smile, ini pun kembali ke percakapan dalam ketegori diatas.
Beruntung buat Cinta, Rangga membalasnya dengan pemberitahuan akan ke Jakarta dan meminta bertemu. Kesimpulan bahwa Rangga masih menyimpan cintanya bisa dipegang 50%. 50% nya lagi ada pada Cinta yang memegang kendali. Bisa ditebak Cinta pun cukup berhati-hati takut hatinya kembali sakit.
Bagaimana dengan kisahmu? Tahun-tahun yang berlalu selalu mampu mengubah seseorang. Seperti sebuah pepatah yang tetap hanyalah perubahan. Begitu juga dengan hatinya pun mungkin dengan hatimu. Tapi, selalu ada yang bilang ketika seseorang beranjak dari masa lalu, ia tidak benar-benar pergi dari masa lalu. Karena masa lalu tetap menjadi bagian dari dirinya. Kamu pun memilih untuk bertemu. Dengan segala konsekuensi yang akan kamu terima. Entah hatinya masih tetap memilihmu ataukah ia hanya sekedar ingin mengetahui kabarmu. Jika pun hatinya tidak lagi untukmu, berbahagialah karena ia tetap mengingatmu. Mungkin dengan pertemuan, perpisahan menjadi mudah. Perpisahan yang tahunan tak pernah benar-benar terkatakan dengan baik. Perpisahan dengan doa yang kau ucapkan lirih "take care" atau sebuah permintaan maaf yang harusnya diucapkan secara tatap muka agar mata saling berpandangan dan hati menerima secara tulus.
Seperti Rangga yang pada akhirnya menuliskan kalimat "saya minta maaf". Garis takdir berpihak pada keduanya. Cinta tetap hadir diantara keduanya tanpa kata yang harus mewakili. Kembali mereka bertemu di bandara. Mungkin untuk memperbaharui janji 12 tahun lalu.
Kemudian bagaimana akhir kisahmu. Atau ini kisahku? Diam-diam kita ( ato mungkin hanya saya) merindukan sosok Rangga yang meski ribuan hari telah berlalu, telah menciptakan kegalauan, dan harapan-harapan yang menggantung, di suatu hari yang biasa dimasa depan akan mengirimimu pesan singkat dan bertanya "bisa ketemu?".
Ataukah pada kisah ini aku atau kamu tidak tepat menjadi Cinta? Harapanku mungkin terlalu tinggi, perjumpaan yang tak berani aku kubuat skenarionya dengan indah. Saya tidak akan menuliskan script perjumpaan dengan senyum bahagia karena bertemu, sebuah kalimat aku merindukanmu dan ditutup dengan pelukan hangat yang medamaikan. Mungkin saya akan memilih perjumpaan yang menggenapkan perpisahan. Tak basa basi. Hanya kalimat selamat tinggal dan sebuah pesan dengan niat doa untukmu.
Saya adalah Rangga yang tidak peduli puluhan tahun yang akan berlalu tetap menyimpan satu pengharapan. Berjumpa denganmu....
Bogor, 19 Nov 2014
Comments
Post a Comment