Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2009

Menanti Hujan

Matahari masih memanggang bumi dengan terik. Tanah-tanah mulai retak berdebu. Hari ini hari kedua bulan oktober. Tapi hujan tampaknya belum menampakkkan tanda-tandanya. Belum ada awan hitam yang menggumpal di atas langit. Atau hembusan angina dingin penanda badai akan segera datang. Langit masih berwarna biru cerah. Tak ada awan hitam penanda hujan akan turun. Tetumbuhan layu. Pepohonan mongering. Berdebu dan tampak menguning.Kembang di teras depan rumah melemah dan batangnya lembek. Mungkin karena kasihan, Bapak menyiramnya tiap sore. Bau tanah kering tersiram air seketika merekah membawa kesegaran. Bau tanah yang begitu kurindukan ketika hujan pertama kali bercumbu dengan bumi penanda kemarau telah pergi. Apakah hanya aku yang merindukan hujan?Terik matahari masih menjadi penyelamat bagi para petani yang memanen padinya. Gabah-gabah ditebar diatas tikar. Dipanggang di bawah matahari agar kering. Agar bisa dijual untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya anak-anak sekolah. Anak-anak pun m

Dingin

Hujan telah turun Angin menjadi dingin Tanah menjadi dingin Pepohonan dan Tumbuhan menjadi dingin Udara mengangkasa dalam dingin Kusentuh hatiku Ia pun telah menjadi dingin Butuh hangatmu mungkin

Penyimak Hujan

Ada yang diam diam menyimak hujan sore ini Merengkuh hangatnya tanah yang berbau lembab Mengirimi infuls ke sarafsaraf otaknya yang berkata "Hai, Kamu akhirnya datang. Telah lama rindu ini melahar di hati" Ia telah lama menunggu hujan Ada yang masih diam menyimak hujan sore ini Mencari dalam rak rak imaji dongeng masa kecilnya tentang peri peri langit berpesta di atas awan Rindu itu membuncah kini Ketika titik air pertama mencumbu bumi Ada yang menyimak hujan sore ini Menyelusup dalam diam di hatinya yang sunyi "Aku merindukanmu"bisiknya lirih

Aku Mencintaimu, Tapi Kamu Menyakitiku Sayang

Aku memulai rutinitasku. Menanti hari dari senin dan berharap jumat. Menghitung 120 jam yang harus aku lalui. Menunggui detik beranjak dari titik nolnya hingga ke detakke 7200nya. Duniaku berotasi pada poros rutinitasnya.pada poros yang telah kutandatangani 6 bulan silam. Aku tak pernah sanggup meninggalkanmu. Tapi kau sapa aku dengan lembut dan kau katakan padaku “Kita perlu belajar menggapai hari. Dan sesekali kamu perlu merasakan moment meninggalkanku”. Aku pergi. Berjarak 420 km dari titik berpijakmu. Aku masih terus berotasi dan kutemukan bahwa kaulah poros itu. Rutinitasku penuh oleh bayangmu. Bayangbayang yang selalu menemani tiap kerjaku. Menjadi penyemangat kala ada salah dan marah menyelusup dalam rutinitasku. Menemaniku 120 jamku hingga datang jumat sore. Hari di mana aku dengan bebas menghubungimu meski raga kita taksempat bersentuh. Menunggui suaramu di ujung telepon meski hanya suara. Lintang dan bujur kita tak berubah jauh.meski rotasiku masih berporos padam

Lorong Panjang Jalan kita

Apakah ini adalah cerminan jalan yang akan kita jalani kelak ketika kita sama-sama telah memiliki rumah yang bisa kita klaim bahwa itu rumah kita bersama. Apakah jarak akan selalu menjadi tempat kita bersua. Terhubung oleh koneksi digital dan selalu tergantung pada teknologi. Aku selalu bermimpi kita seperti sepasang traveler. Mendatangani tiap tempat.menjejakkan kaki-kaki kita ditiap jengkal tanah di bumi ini. Mengumpulkan kisah kisah dari berbagai tempat. Menuliskan berlembar lembar cerita yang kita dapat dari tiap jengkal bumi itu. Aku selalu menunggu saat itu. Saat dimana kita tak lagi dipisahkan oleh jarak. Jarak tak perlu menjadi lubang dalam ikatan ini. Aku ingin kita menjadi cerita dalam sebuah halaman yang tak terpisahkan. Jika mungkin spasi tak ada antara kita pun aku akan lebih bahagia. Tapi rasanya lorong panjang itu belum akan kita lalui bersama. Waktu belum berpihak pada kita. Dan jejak kita di lorong itu hanyalah jejak ku dan mungkin jejakmu yang tak berjalan bersi

Sabtu Yang Indah

Ketika mimpi menjadi nyata betapa bahaginya hati. Dan sabtu lalu adalah ketika mimpiku telah jadinya. Bukankah kita selalu menerka bagaimana hidup kita kelak ketika kita telah memiliki rumah dan aku telah menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi denganmu. Kita berandai kelak aku akan menemanimu turun di lapangan. Menjadi pendampingmu saat engkau melakukan penelitian lapangan. Menjadi “tim Pengacau” yang selalu manja padamu. Ngambek meski tahu bahwa saat itu dirimu dalam kondisi bekerja dan aku menepatkan diri sebagai pelancong yang menikmati daerah penelitianmu. Dan sabtu lalu adalah ketika semua pengandaiannya itu menjadi nyata. Sengkang-Soppeng menjadi tempat pertama dimana mimpi itu menjadi nyata. Mengikuti tim penelitianmu dan aku menjadi bagian tersendiri yang independent sebagai tim pengacau khusus untukmu. aku selalu terpesona ketika kau melakukan sebuah penelitian. Pengetahuan-pegetahuan yang kau eksplor dan kau tautkan dengan pengetahuan ilmiahmu selalu membuatmu tampak begi

Sekali Lagi : Alasan Lain Tentang Menulis

Mengapa menulis? Aku menemukan alasan yang lain dari menulis. Menjadi oleh-oleh yang abadi untuk anakku kelak. Mengapa? Aku selalu ingin tahu apa yang dipikirkan mamaku dulu ketika ia seumuran denganku. Apa yang menjadi mimpinya, bagaimana pria yang ia idamkan. Kapan pertama kali ia jatuh cinta.Bagaimana ia melihat kehidupan bergerak disekitarnya. Dan ingin mendengarkan bagaimana pendapat ia tentang hidup. Sampai ia meninggal aku hanya mengenalnya sebagai ibu yang melahirkanku. Aku tak pernah mengenalnya sebagai manusia yang lain. Aku tak pernah tahu sisi hidupnya yang lain. Hanya sesekali ia tuturkan lisan padaku. Dengan cerita-cerita yang sama saja. Aku ingin mendengarnya dalam versi lain. Versi bahwa ia seorang manusia dan merefleksikan hidup yang bergerak di sekitarnya. Aku selalu berharap ia punya catatan-catatan harian saat ia remaja hingga ia menjadi ibu bagiku. Tapi aku tak pernah bisa mengetahuinya. Takkan pernah. Karena itu aku ingin kelak anak-anakku bisa membaca diriku dari

Seragam Jilbab

Aku beruntung telah melalui SD, SMP, dan SMA. Mengapa? Karena anak-anak sekolah sekarang telah diwajibkan memakai jilbab untuk seragam sekolahnya. Seragam lengan pendek dan rok selutut telah menjadi sebuah romantisme. Tak ada lagi yang boleh memakainya, khususnya di kabupatenku, bone. Bahkan siswa non muslim pun harus memakai rok panjang, baju lengan panjang, minus jilbab. Seragam itu menurutku menjadi paksaan bagi mereka untuk mengikuti syariat islam. Yang dimana ketika mereka berada diluar jam sekolah dengan bebas memakai baju ketat dan rok pendeknya. Jilbab itu tak lagi dari hati. Aku tiba-tiba mengingat seorang kawan yang telah menjadi guru SD di Palu. Sejak SMA kelas satu ia telah memakai jilbab atas kemauannya sendiri. Bahkan ketika aktivitas diluar sekolah pun ia masih memakai jilbab. Inilah yang kumaksud dengan berjilbab dengan hati. Jika seandainya aku menjadi siswa sekolahan sekarang, mungkin aku pun akan seterusnya memakai jilbab. Apakah ini keberutungan atau karma tapi samp

Teruslah Bermain Nak!

Tangan kecilnya memainkan mobil-mobilan berwarna biru yang ujungnya telah patah. Aku yang membelikan mobil-mobilan itu dulu. Sudah lama. Senyum kecilnya tampak begitu ceria. Meski ia sempat merengek karena aku tak menjawab panggilannya. Sebuah panggilan yang ia berikan khusus dari mulut kecilnya. Hasil dari mulut cadelnya yang belum mampu memanggil namaku dengan benar. “Pumi”. Begitu ia memanggilku. Ia begitu merdeka dengan hidupnya. Melakukan semua hal mengikuti aturannya. Aturannya adalah menangis. Dan semua orang akan tunduk di bawah tangisnya. Tiap detiknya adalah bermain. Berimajinasi dengan segala hal yang dlihat dan yang dirabanya. Bahasanya hanya ia yang mampu mengerti. Kami hanya mampu berusaha menginterpretasikan tiap ucap yang dia komunikasikan. Kelak ketika ia dewasa hidup tak lagi menurut apa yang ia mau. Hidup akan memaksanya mengikuti aturan yang berlaku. Ketika ia mampu membuat hidup sesuai dengan aturannya, ia tleah menjadi manusia yang hebat. Tapi itu belum saatnya, n

Janji Yang Teringkari

Pagi pertama di bulan November. Udara masih saja terasa dingin di kampungku. Bau oksigen pagi terasa dingin dalam hidungku. Meski matahari telah bersiap dengan sinarnya penanda musim masih belum berganti. November. Dua bulan terakhir sebelum penghujung tahun. Apakah ini begitu penting?tampaknya semua sama saja. Waktu berputar 24 jam sehari. 60 menit dalam sejam dan tak berubah dalam 60 detik dalam semenit. Bumi hanyalah menuntaskan tugasnya mengelilingi matahari bertawah dan tertasbih sesuai hukum Pencipta di semesta. Tak cuma bumi, tapi juga seantero galaksi dan seluruh benda langit. Apa yang penting dari itu. Bukankah itu telah terjadi jutaan tahun lalu. Bahkan sebelum manusia belajar menerka tentang hukum dan aturan benda semesta. Apa yang penting dari itu? Dalam mikro semesta hatiku, November tahun ini adalah penanda bahwa sebuah janji yang harusnya ditepati oleh hati kembali terlanggar. Kembali teringkari oleh kompromi yang bodoh. Tak ada jejaknya sedikit pun dalam file-file kompu