Skip to main content

A Very Yuppy Wedding

 
Judul : A Very Yuppy Wedding
Pengarang : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Harga : Rp. 45.000
Genre : Metropop 
Nilai subjektif dari saya :3,5 dari 5

Don't judge!!! Saya kembali membaca buku Ika Natassa yang lain. Buku ini adalah buku kedua yang saya baca dan buku ketiga dari Ika yang saya resensi. Kenapa saya membaca Ika Natassa lagi? Karena cerita metropop yang dia sajikan tidak biasa. Tidak seperti cerita-cerita metropop yang saya beli secara acakadul cuma sekedar terpancing oleh sinopsis dua paragraf di sampul belakang. Setelah membaca Divortiare, saya tertarik membaca kisah lain yang dituliskan Ika. Karenanya Antologi Rasa dan A Very Yuppy Wedding menjadi buku buruanku. Sayangnya si toko buku kemarin saya tidak melihat Twitvortiare. Kalo ada bakal masuk kantong belanjaanku juga. 

Nah, A Very Yuppy Wedding adalah buku pertama Ika Natassa. Bercerita tentang Andrea, banker salah satu bank terbesar di Indonesia yang berpacaran dengan teman kerjanya sendiri, Adjie. Aturan bank yang melarang sesama pegawai bank untuk menikah membuat mereka harus "backstreet" agar hubungan mereka tetap jalan dan karier mereka yang menanjak tidak terganggu. Sayangnya kemudian Andrea merasa Insecure ketika Ajeng, pegawai baru yang menaruh perhatian pada Adjie. Mati-matian ia melarang calon suaminya itu untuk menjauhi Ajeng, ditengah situasi ia kembali dekat dengan mantan pacarnya Radit. 

Lagi ( sebenarnya, "lagi" ini tidak cocok digunakan mengingat ini adalah buku pertama Ika Natassa) sang tokoh adalah pegawai bank. Tumpukan pekerjaan dan jadwal padat pegawai bank dipaparkan dengan jelas disini. Tokoh-tokohnya ditegaskan sebagai orang yang begitu berambisi di dunia karier. Merek-merek terkenal menjadi busana-busana yang digunakan para tokoh. Buku ini seakan menjelaskan bahwa para wanita karier dan pria karier ( kalo boleh menyebutnya demikian) identik dengan baju- baju kantoran mahal, tempat nongkrong mewah setelah jam kerja, dan tinggal di apartemen. 

Saya melihat warna yang sama yang terus berulang-ulang di buku Ika Natassa ( ini koleksi ketiga saya). Latar pekerjaan tokohnya, tempat nongkrong mereka, merek-merek branded, pola pertemanan dengan saty orang cewek sebagai tempat curhat. Yang berubah hanyalah masalah yang dihadapi para tokoh. Di buku A Very Yuppy Wedding ini, sang tokoh sibuk mengejar karier dan mempersiapkan pernikahan sembari berusaha mempertahankan hubungannya dengan kekasihnya. 

Meski polanya terus berulang, tapi Ika Natassa selalu mampu mengolah percakapan-percakapan seru dalam ceritanya. Baik dialog antar tokoh maupun tokoh dengan dirinya sendiri. Candaannya lumayan asyik dan selalu mampu membuat tersenyum. 

Buku ini berhasil mendapat nilai 3,5 dari saya. Bagi saya ceritanya tidak segreget Antologi Rasa atau Divortiare. Yah, saya pengagum cinta yang berliku-liku. Buku ini tidak cukup berliku sehingga cuma mendapat nilai 3,5. Hehehe. 

Metropop readers, satu lagi buku yang asyik buat dibaca dengan cerita yang nda sinetron banget. Nah, kemudian apakah saya akan membaca kembali buku Ika Natassa yang lain? Saya masih ingin membaca Twitvortiare yang kabarnya adalah sekuel dari cerita Dokter Beno *aaaarrrggghhhh*, dokter cakep yang egois dan dingin itu. 

Anyway, dua buku metropop sukses membuat saya gregetan. Karenanya saya ingin meliburkan diri membaca buku-buku ringan dan beralih pada buku berat yang mengharuskan saya berpikir. Biar serangan galau tidak mengKO pikiran saya. 

Selamat Membaca.(*)

Bone, 9 nov 2013

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...