Skip to main content

Antologi Rasa


Judul Buku : Antologi Rasa
Pengarang : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Harga : Rp. 52.500
Genre : Metropop

Bagaimana rasa jika kamu mencintai orang lain yang mencintai orang lain dan orang lain itu mencintai orang lain lagi. Kemudian orang lain lagi itu mencintai orang lain yang lain. Ribet kan? Nah, jika digambarkan maka seperti garis lurus yang tidak bertemu ujungnya. Kalo ala-ala sinetron maka ada tiga orang yang berdiri ngantri sambil memandang penuh cinta ke orang di depannya. Trus orang yang paling depan asyik bermesraan dengan pasangannya. 

Itu yang dirasakan Harris yang mencintai Keara sementara  Keara menghabiskan seluruh waktu mencintai Ruly. Sayangnya lagi Ruly mencintai Denise yang telah memiliki  suami. Nah Loh!!! Ribet kan? Bersyukurlah jika hanya membaca novel ini dan mengalami pengalaman yang sama dari tutur cerita tokohnya. Karena jika kamu memiliki cerita yang sama, saya berani jamin kamu akan merasa kasian pada Keara, terlebih pada Harris. Trus kamu bakal bilang "Crap!!! I feel u, Man!".

Keempat sahabat itu hanya mampu saling mencintai tanpa pernah benar-benar saling mengungkapkan perasaan karena menjaga persahabatan mereka. Sayangnya karena terlalu fokus pada orang-orang yang mereka cinta sehingga mereka tidak mampu membaca tanda di luar "rutinitas" pikir mereka untuk sekedar berbalik dan melihat bahwa ada orang lain yang menyayangi dan mencintai mereka. 

Buku yang lain dari Ika Natassa. Masih dengan genre metropop, Ika kembali membahas masalah percintaan  para pekerja perbankan meski di buku ini cerita tentang pekerjaan mereka tidak terlalu dijelaskan secara gamblangvmeski tetap menjadi pelengkap penting dalam alur cerita. 

Sangat jelas mengapa buku ini berjudul Antologi Rasa. Merujuk pada rasa yang dimiliki oleh karakter yang masing-masing menceritakan sudut pandangnya. Ika Natassa berhasil menyajikan tutur cerita yang kuat dari karakter-karakter yang ditampilkannya. Terasa warna yang berbeda antara Keara, Harris, dan Ruly. 

Percakapan-percakapan lucu yang bisa membuat tertawa serta monolog para karakter yang men-jleb saya sebagai pembaca. Tokoh fav saya tentu saja Harris yang gantengnya kemana-mana. Hahahaha. Somehow, cerita ini sebenarnya hanya punya dua tokoh utama yaitu Keara dan Harris. Sedangkan Ruly hanyalah serupa sengkarut benang diantara mereka. Tapi seperti semua cerita cinta yang bikin termehek-mehek sengkarut itu perlu. Lebih kusut lebih asyik. 

Buku ini dipenuhi dengan merek-merek barang serta tempat-tempat nongkrong para sosialita yang hanya saya mengerti ketika membaca majalah fashion. Bagi saya yang jarang membaca fashion mag, membaca buku ini memberi pengetahuan buat saya tentang barang-barang branded serta tempat nongkrong mewah after office hours orang-orang Jakarta. Meski namanya sekadar singgah di kepala dan kemudian lupa lagi. Lol. 

Anyway, Ini buku ketiga Ika Natassa. Lagi-lagi judul babnya ditulis huruf latin. Mungkin merujuk pada tokoh Keara yang menyukai lagu-lagu klasik. ( Dimana nyambungnya, saya juga nda tau). Sekali lagi Ika Natassa menuliskan kehidupan pegawai bank yang paling dikuasainya. Seperti sebuah formula yang dibuat Ika, selalu ada teman perempuan yang jadi tempat curhat buat cerita apapun dan selalu jadi teman kuliah. Hahahaha. 

Anyway, buat mereka yang memiliki kisah cinta yang lurus-lurus saja buku ini mungkin tidak begitu menarik. Tapi bagi mereka yang memiliki kisah cinta aneh seaneh sengkarut Harris- Keara- Ruly maka membaca buku serupa membaca biografi sendiri. Hahaha. 

Buku metropop ini cukup asyik dibaca ditengah terlalu biasanya cerita metropop yang disajikan para penerbit. Jadi buku ini mendapatkan empat bintang dari saya. Saya cukup terhibur untuk bacaan ringan tanpa perlu berpikir meski di hal 229 si Harris bilang ngantar Keara ke Padang Stage buat nonton Travis padahal di halaman 77 mereka nonton konser Backstreet Boys:D. (*)

Bone, 8 nov 2013

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...