Pengarang : Erni Aladjai
Penerbit : Gagas Media
Harga : Rp. 42.000
Namira, gadis delapan belas tahun, menjadi korban kerusuhan di kepulauan Kei, Maluku Tenggara yang merupakan rentetan kerusuhan Ambon di tahun 1999. Ia menyaksikan orang-orang dibantai dan kehilangan sanak saudara. Mengungsi dari pulau ke pulau menghindari serangan dari para perusuh yang sesungguhnya adalah orang- orang Kei sendiri.
Kemanakah Hukum adat Kei yang diterikat pada tali persaudaraan yang kuat sekalipun agama mereka berbeda. Seperti pepatah adat Kei " Kita adalah telur-telur yang berasal dari ikan yang sama dan seekor burung yang sama pula.
Dalam pengungsiannya, Namira bertemu Sala. Pemuda yang menolongnya dan menjadi temannya. Pada Sala lah ia menemukan kasih sayang setelah kehilangan yang begitu perih. Namun, kerusuhan membuat kisah cinta keduanya menjadi berliku.
Erni. Begitu sapaan akrab saya terhadap penulis. Saya cukup mengenalnya ketika kami sama-sama mengikuti pelatihan jurnalistik di Identitas, Unhas. Karya-karya tulisannya selalu memiliki sudut penceritaan yang kuat dengan tutur bahasa yang begitu mengalir.
Tak heran, buku Kei ini pun memiliki kekuatan yang sama. Cerita novel ini sederhana adanya. Tentang cinta dua anak manusia. Namun pilihan latar menjadikan cerita novel ini kuat. Saya mendapatkan pengetahuan tentang hukum adat Kei, meski di buku ini tidak diceritakan secara mendetail. Juga tentang kerusuhan di Maluku. Gambaran pengarang tentang pembantaian cukup memberikan efek merinding buat saya. Saya seakan menjelma menjadi Namira yang menyaksikan keji dan pedihnya penderitaan orang-orang Kei.
Buku ini menghadirkan warna lain tentang sebuah cerita cinta yang tidak segemerlap lampu-lampu kota. Jangan berharap sebuah kisah cinta ini penuh bumbu romantis yang serupa permen kapas. Sejatinya kisah cinta ini sekelam sampul bukunya.
Sepanjang membaca buku ini saya berharap Namira menemukan jalan pulang ke hatinya. Sayangnya, pengarang lebih memilih ending yang lain.
Buku ini berhasil membuat saya tidak berhenti membacanya hingga halaman terakhir. Ceritanya memang pantas menjadi Pemenang Unggulan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012. Karenanya buku ini mendapat 4 bintang dari saya.
Selamat Membaca. (*)
Baubau, 25 Nov 2013
keren...
ReplyDelete