Skip to main content

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Judul : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Pengarang : H. Abdul Malik Karim Amrullah ( HAMKA)
Penerbit : Balai Pustaka

Apalah yang paling menyedihkan dari kisah cinta yang bersambut namun tidak direstu bumi. Adat menentang, hati merintih, jiwa merindu. Pedihnya adalah seperih-perih yang paling pedih. 

Itulah yang dialami Zainuddin dan Hayati. Kisah cinta dua anak manusia ini ditentang adat, namun tak lekang zaman. Sekalipun lidah berkilah, tapi hati tak pernah menyangkal. Hingga cinta itu berserah pada takdir Yang Maha Kuasa. Zainuddin adalah pemuda alim berbapakkan Padang, beribukan Bugis Makassar. Ayahnya dibuang ke Makassar setelah melakukan sebuah tindak kriminal. Sayangnya ibunya meninggal di usianya yang masih kanak-kanak. Sedang ayahnya meninggal kala ia remaja. Sepeninggal ayahnya, ia ke Padang mencari handai tolannya. Namun, adat berkata lain. Ia tidak lagi dianggap orang Minang karena beribukan orang di luar Minang. 

Ia merasa terbuang. Tanpa sanak saudara dan orang yang dianggap keluarga. Hingga ia bertemu Hayati, perempuan ayu yang menjadi penyemangat hidupnya. Yang menjadikan satu-satunya tumpuan ia  menjejak di tanah Sumatera. Tapi kisah cinta keduanya penuh aral dan kerikil. Adat istiadat, pangkat, dan harta menjauhkan keduanya hingga nasib membawa mereka pada jalan cinta yang penuh liku dan kepedihan.

Buku ini pertama kali terbit secara bersambung di harian Pedoman Masyarakat tahun 1939 ditengah maraknya Roman-Roman dari penulis-penulis asal Sumatera. Kemudian oleh Balai Pustaka diterbitkan pada tahun 1951. Hamka terkenal sebagai sastrawan angkatan Balai Pustaka. Karyanya yang lain adalah Di Balik Lindungan Kabbah dan Merantau Ke Deli. 

Membaca Roman bukanlah hobi saya. Tapi saya menganggap bahwa membaca buku jenis ini adalah sebuah kewajiban. Apalagi membaca karya sastrawan seperti Hamka. Membaca roman ini serupa menemukan warna lain kesusastraan Indonesia. Kehalusan serta tata bahasa yang sangat melayu. Penuh pengandaian. Mungkin jika dibaca di zaman sekarang gaya bahasanya agak "lebay" namun saya yakin di zamannya Roman ini begitu romantis. 

Buku ini memberi gambaran bagaimana perilaku percintaan orang zaman dulu. Berkomunikasi lewat surat panjang dan penuh kata-kata puitis. Kasih sayang dan cinta tidak dijelaskan secara blak-blakan melainkan terwakili dalam pilihan bahasa yang penuh pengandaian. Seperti saya bilang, mungkin bagi anak zaman sekarang itu tampak lebay, tapi buat saya laku tersebut sungguh romantis. 

Ah, meski ending buku ini cukup dramatis tapi saya cukup cemburu membaca jalinan kisah cinta Zainuddin dan Hayati yang tak pudar sekalipun takdir mempermainkan keduanya. Namun, saya tidak tertarik menonton filmnya, saya tidak ingin merusak imajinasi saya akan buku ini. 

Kerikil kecil yang cukup menganggu di awal buku ini mungkin hanyalah logika tentang Malino,  Gunung Bawakaraeng, dan gunung Lompobattang yang nampak dari pelabuhan Makassar. Seumur-umur tinggal di Makassar saya belum pernah melihat Malino dan gunung-gunung itu secara jelas. 

Nah, saya memberi rating 3,5 dari 5 bintang buku ini. 

Selamat Membaca. (*)

Baubau, 24 Nov 2013

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...