Skip to main content

Serupa Cinderella

(Cinderella dan Pangeran*Disney)
Gaun itu biru. Selutut. Dengan manik-manik di sekitar pinggangnya. Ada corak bunga bergliter di kainnya. Sederhana namun elegan. Aku mengenakannya. Serupa Cinderella bagiku. Akan kupakai kemana gaun itu?, tanya hatiku. Ada sebuah pesta yang sepadan dengan gaun itu. Aku menciptakan Cinderella di benakku. Kujadikan kau pangeran.


Aku mengendap-endap hadir. Diam dalam sunyi. Anggaplah tempat itu adalah istana. Ratusan orang larut dalam riang yang gembira. Tak kau lihat hadirku. Berdiri di pintu masuk. Menyapukan pandangan ke segala arah. Melihat tiap orang sesaat. Beberapa yang menyapaku karena beberapa mengenalku. Mungkin tak begitu patuh pada cerita Cinderella di buku dongengmu, tapi biarlah. Biar kuteruskan kisah ini.


Sang Pangeran pun memalingkan wajahnya padaku. Sesaat dunia membeku dalam pandangannya. Aku menatapnya. Tersenyum tipis. Tatapnya masih menusukku tajam. Tapi aku berusaha tetap berdiri dalam tameng tak kasat mataku. Ini harusnya lebih gampang, pikirku. Karena aku yang mengejutkanmu. Meski tatapan itu tak pernah mampu aku tolak. Selalu mampu membuatku tak berkutik dan melemaskan lututku. Untungnya aku masih punya kesadaran penuh. Skenario ini baru dimulai, jangan kau kacaukan.


Seolah-olah putri :P
Dunia masih membeku di sekitar kami. Udara pun bergerak dalam diam. Percik air mancur pun memelan dan berusaha tak menghasilkan suara. Semua bergerak perlahan. Pangeran berjalan menghampiriku. Bayangkanlah bunyi biola menyayat di sini dalam nada terkejut. Entah seperti apa suara gesekan itu.


Piano pun ikut berdentang. Dia meraih tanganku. Masih menatapku dalam sebuah keterkejutan yang sama. Keterkejutan yang selalu tak pernah di duganya akan kulakukan. Mengapa tak memberi kabar, tanyanya berbisik. Aku menciumi aroma tubuhnya. Masih sama dengan terakhir kali aku bersamanya. Aku tak pernah tahu wewangian apa itu. Aku tak perlu tahu botol merek apa yang melekat di tubuhmu. Biarkan ia tetap misterius bagiku. Karena sejatinya dirimu telah menjadi sebuah misteri di imajinasiku.


Tak banyak memperhatikan kami. Sejujurnya, kami bukanlah bintang tamu di pesta ini. Sekali lagi kutegaskan ini bukanlah cerita adaptasi si upik abu yang sebenarnya. Biarkan aku terus melanjutkannya.
Hanya beberapa teman yang mengenal kami yang memandang dengan picingan mata dan sedikit memiringkan kepala. Aku telah lama menganut istilah, terserah kalianlah.


Kamu menuntun ke arah taman. Kamu pun merasakan pandangan-pandangan yang mengekor di punggungmu. Aku senang saat ini kau menganut paham sepertiku. Sesekalilah kita biarkan dunia memandang kita dan kita tetap berlalu tanpa memikirkan pertimbangan yang lain. Aku mungkin butuh eksistensi ini, seperti ketika pangeran mengakui eksistensi Cinderella. Tapi, bukankah pangeran telah lama mencari Cinderella. Dan ia telah mengakui eksistensi tersebut. Sekali lagi aku perlu mengingatkanmu dan juga pada diriku, ini hanyalah serupa Cinderella.


Sekali waktu aku ingin kamu tak peduli sebagai mana aku tak peduli. Dan malam ini kau pun telah bersepakat denganku pada sebuah ketakpedulian. Di taman itu, dingin menusuk. Tapi kau mengamit tubuhku. Aku merasakan hangatmu. Seperti virus menjalar di nadiku. Darahku meletup. Dan mukaku memerah. Aku tak ingin memandangmu. Skenario belum selesai. Sama sekali belum memulai apapun. Aku mengalihkan pandangan pada langit malam. Tak ada bulan. Hanya langit penuh bintang. Seperti kunang-kunang yang memenuhi gua. Hanya saja kelipnya tak terbang dan berpindah dengan cepat.


Shall we? pintamu. Aku tersenyum. Mungkin lebih tepatnya tertawa. Aku menggelengkan kepala. No, kataku. Namun lenganmu meraih pinggangku. Tanganku yang lain kau letakkan di bahumu. Hmmm.....khas dirimu. Memaksa yang selalu aku sukai. Musik mengalun. Aku memejamkan mataku. Dingin malam menusuk hidungku. Berkolaborasi dengan wangi tubuhmu. Terhirup udara dan menyeruak dalam sistem saraf penciumanku. Aku ingin mengunci aroma tubuhmu yang berbaur angin malam di sana selamanya. Wanginya begitu romantis dan sangat berharga.


Kau merengkuh tubuhku. Mendekapnya perlahan. Kemudian terasa erat. Aku sesak tapi aku menikmatinya. Kita diam dalam peluk. Membiarkan tubuh berbahasa apa adanya. Kau berbisik seperti kalimat Edward pada Bella You don’t know how long I’ve waited for you. Kau tak tahu seberapa banyak malam aku habiskan untuk mengkhayalkan malam ini. 


Namun waktu sejati tidaklah beku. Jam itu berdentang. Keras. Menarikku dari pusaran waktumu. Menarikku dari rengkuhan pelukmu. Aku tersentak. Aku harus pulang. Aku memandangmu lagi. Sesaat. Aku menemukan kebingungan disana. Di dalam jernih bola matamu. Aku pun sama bingungnya. Tapi aku harus pergi. Cerita ini masih serupa Cinderella. Aku mengaktifkan semua inderaku. Aku memandangmu takutnya itu adalah yang terakhir bagiku. Aku tak pernah memiliki lukisan tentangmu. Biarlah mataku melukismu di sudut otakku. Meski aku sangat paham kelak ia akan terhapus oleh lupa. 
Di Kereta Kuda...xixixixi ^0^


Kugenggam tanganmu. Hangatnya masih tetap sama. Ketika kulepas ia dari tanganku aku yakin aku harus kembali mengandalkan hangat tubuhku sendiri untuk melawan dingin yang menusuk. Tak hanya oleh malam tapi juga pada hati yang padam dari nyalamu.


Aku harus pergi. Ini adalah konsekuensi dari sebuah cinta. Mencintai adalah sebuah pelajaran tentang kehilangan. Aku tak sempat mengecup keningmu. Waktu kian mendekati dentang terakhirnya. Aku tak yakin akan kah aku sanggup mengecupmu dan berucap selamat malam dengan kasih. Aku berlari. Meninggalkanmu. Meninggalkan riuh gembira pesta yang masih berlangsung. Tak ada lagi yang membeku. Semua telah meleleh kini. Membanjiriku dengan sejuta rasa yang tak mampu aku urai. 


Aku menjejaki tangga istana. Berlari. Tak ada kereta kuda yang jadi labu. Tak ada sepatu kaca yang tertinggal. Gaun itu masih tetap ada. Masih tetap biru melekat di tubuhku. Namun kini semua tampak memudar dibelakangku. Aku harus berlari. Khayalku telah begitu jauh. Pangeran takkan pernah mencariku lewat sepatu kaca. Tak akan pernah. Karena aku bukanlah Cinderella.


Aku meninggalkan jejakku di cerita ini. Anggaplah ia serupa sepatu kaca. Namun kisah ini bukanlah Cinderella. Dan pangeran itu bukanlah pangeran sebenarnya. Biarlah eksistensi itu memudar seperti jarak dalam hati yang mulai menjadi jurang. 


Gaun itu tetap saja biru.Masih selutut. Dengan manik-manik di sekitar pinggangnya. Ada corak bunga bergliter di kainnya. Sederhana namun elegan. Aku mengenakannya. Serupa Cinderella bagiku. Akan kupakai kemana gaun itu?tanya hatiku.


Jakarta,02.21 am/10.28.2010

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Asyiknya Berkirim Kartu Pos

Kartu pos untuk teman-teman di Indonesia. Beberapa minggu ini saya lagi senang-senangnya berkirim kartu pos. Membeli kartu pos di court street. Menuliskan nama dan alamat yang akan dikirimkan. Menuliskan pesan yang akan disampaikan. Dan membawanya ke kantor pos dan memposkannya. Prosesnya itu begitu menyenangkan buatku. Terlebih lagi ketika orang yang saya kirimi kartu pos mengabarkan kalo kartu posnya sudah sampai, rasanya seperti mission completed deh. Selain mengirimkan kartu pos ke teman-teman di Indonesia, saya juga bergabung di Postcrossing . Sebuah web yang menyatukan para penggemar kartu pos seluruh dunia. Saya menemukan web Postcrossing ini tak sengaja ketika sedang mencari informasi berapa harga prangko untuk kartu pos luar negeri. Caranya gampang, daftar di webnya, kemudian kamu akan menerima 5 alamat yang harus kamu kirimi kartu pos. Saat pertama join kamu harus mengirim kartu pos. Ketika kartu pos itu diterima, maka alamat kamu akan disugesti untuk dikirimi kartu po...

Ketika Salju Kembali Turun

Salju kembali turun. Saya senang jika salju turun. Itu berarti saya bisa main-main salju lagi. Setiap kali salju maka ribuan khayalan yang ingin saya lakukan di benakku. Dulu saya belum sempat membuat boneka salju. Frosty selalu menjadi mainan yang asyik ketika musim salju seperti yang saya lihat di televisi. Dan kemudian saya ingin membuat Snow Angel. Berbaring di salju dan kemudian menggerak-gerakkan kaki dan tangan sehingga membuat saljunya membentuk malaikat lengkap dengan sayap. Snow Bird bikinanku Karenanya ketika salju kembali turun saya tidak lagi berniat narsis dengan foto-foto biasa di tengah salju. Saya mau buat Snowman dan membuat cetakan snow angel. Kali ini kaos tangan khusus salju menjadi senjata lengkap. Saya tidak ingin membuat tangan saya beku sebelum membuat boneka salju. Atau at least menyerupai boneka salju. Sebelum ke Athens, Ema sempat memberiku syal rajutannya. Kujanjikan padanya akan kukalungkan manusia salju yang kelak saya buat. Dan akhirnya saya memenu...