Skip to main content

Dunia Fantasi : Diluar Imajinasiku

Seminggu lalu Kak Yusran menemaniku ke Dunia Fantasi (Dufan) Ancol. Tempat yang penuh dengan berbagai permainan. Mulai dari permainan untuk anak kecil hingga permainan yang memacu adrenaline. Cukup membayar Rp.150.000 dan aku telah mendapatkan akses penuh untuk semua permainan. Dengan catatan, harus bersabar antri. Karena tiap orang yang berkunjung pun membayar dengan harga yang sama.


Apakah aku tipe manusia yang mampu melakukan permainan adrenaline? Hmmm….aku tak punya riwayat penyakit jantung. Aku tidak terlalu takut pada ketinggian. (Kecuali kalo di ujungnya ya…xixixixi). Aku cukup menikmati perjalanan udara meski sempat semaput saat naik kapal pertama kali. Pernah mencoba beberapa permainan di Trans Studio Makassar yang sedikit mengetes adrenaline. Namun kedua theme park ini lumayan banyak bedanya.


Mungkin aku tipe manusia yang cukup berani. Karenanya sebelum masuk di Dunia Fantasi, aku sudah berjanji pada diriku untuk mencoba semua permainannya. Mengapa? Nanti aku katakan alasannya. Pengunjung Dufan lumayan banyak. Ada dua buah perusahaan yang melakukan gathering. Selain itu hari minggu, hari untuk bermain-main. Tak heran berjejalan orang mengantri untuk masuk.


Permainan pertama yang kami coba adalah bianglala. Hahahaha. Sangat tidak menantang. Antriannya pun panjang. Karena rata-rata keluarga yang memiliki anak memilih permainan ini. Namun berada di dalam keranjang-keranjang dan harus menunggu orang-orang menaiki keranjang bianglala sampai penuh cukup menyeramkan. Karena kami tergantung-gantung selama sepuluh menit di tempat tertinggi. Membuatku berpikir ulang untuk pulang saja. Tak berani mencoba permainan yang lain.




Tapi karena sudah bayar mahal rencana pulang harus diurungkan. Permainan Tornado dan Hysteria (produk baru dufan) dijejali orang-orang. Aku pun memilih Kicir-Kicir. Aku menyebutnya permainan kocok-kocok perut. Tak banyak orang yang ngantri di sini. Tinggi tiangnya tak seberapa. Namun putaran kursinya cukup membuat satu orang jatuh seperti mengkocok nomor-nomor arisan. Karena itu namanya kicir-kicir. Karena Kak Yusran tidak mau menemaniku terpaksa aku ngantri sendiri. Saat duduk dikursinya pun aku sendirian. Sialnya ternyata goncangan jika main sendiri dan berdua itu berbeda.


Jika kau memiliki teman duduk disamping, kocokannya lebih seimbang. Tidak terlalu terguncang. Nah, jika sendirian kursimu lebih berat dan tak ada yang menyeimbangimu. Bersiaplah untuk putaran yag lebih memusingkan. Dan itu yang saya rasakan.Kursiku sudah miring ke samping saat mesinnya bergerak ke atas. Belum sampai pada posisi tegak dan memulai permainan yang sesungguhnya.


Bagaimana aku menggambarkannya? Begini saja, imajinasikan sebuah kocokan nomor-nomor arisan di akhir-akhir putaran. Kertas-kertas yang menggulung di dalamnya sudah mulai berkurang.Sehingga ketika kau menggocoknya lebih ringan, guncangannya pun lebih keras. Dan kertas-kertas itu pun bermanuver lebih leluasa. Itu terjadi pada diriku. Selesai permainan aku tak mampu menjejakkan kakiku di tanah. Lebih parah dari mabuk laut ternyata. Kakiku gemetaran. Untungnya tidak muntah.


Kicir-kicir saja sudah seperti ini. Apalagi kalo naik Tornado? Sekali lagi hampir aku meminta pulang saja. Tapi sekali lagi, lagi aku memilih untuk mencoba semuanya. Sudah terlanjur. Perlu menenangkan kepala dulu sebelum mencoba yang permainan yang menggetarkan kaki lagi. Pilihannya jatuh di Istana Boneka. Xixixixi. Kali ini Kak Yusran menemani diriku, apaloginya adalah karena dia adalah antropolog jadi melihat kebudayaan dari berbagai negara adalah minatnya. Maklum diistana boneka ini penuh dengan boneka-boneka yang berbusana khas dari berbagai adat dan Negara. Apologi diterima.


Antrian jelang siang tidaklah terlalu ramai. Bahkan wahana Tornado sudah sepi. Aku mau mencobanya. Dan tidak ditemani lagi. Permainan ini seperti permainan memeras pakaian basah. Dan kamilah kain basah itu. Diplintir kiri kanan. Terus diayunkan ke atas ke bawah. Sesekali ditahan di titik tertinggi dengan kepala di kaki menjuntai atau kepala memandang ke langit. Benar-benar seperti kain perasan. Namun Tornado ini tidak begitu menakutkanku. Mungkin adrenalineku sudah memanas saat main Kicir-Kicir sebelumnya.


Selanjutnya aku memilih Histeria. Tornado diplintir kiri-kanan saja aku masih bertahan. Apalagi kalo cuma hysteria yang duduk kemudian diluncurkan ke atas. Permainannya tidak bikin menangis.Namun antriannya yang bikin menangis. Ngantri 30 menit hanya untuk permainan yang tak cukup satu menit. Hahahahaha. Ini sih ngantri yang menatang adrenaline. Trus kesanku tentang Hysteria? Hmmm…biasa aja. Tidak semenakutkan Tornado. Jadi cobalah. Menyenangkan!


Trus ngantri lagi buat petualangan 3D Jourey To The Center Of The Earth.Ini antrinya pun bikin menangis. Huhuhuhuhuhu. Selepas pertunjukan hanya komen “Hah, Cuma itu saja?”:D


Makin sore makin sedikit yang ngantri. Permainan Halilintar sudah tidak mengular lagi. Jadi lebih lowong. Kali ini berhasil membujuk Kak Yusran untuk ikut main. Satu kata untuk permainan Roller Coaster ini, Pusing!!!!
Selebihnya kami memilih berjalan-jalan keliing area Dufan. Mencoba Rumah kaca yang sedikit bikin bingung atau mencoba Rumah Miring yang sama memusingkannya. Aku masih ingin mencoba satu permainan lagi. Namun Arung Jeram dan Niagara-garanya masih penuh antrian meski sudah sore. 


Untungnya permainan Cora-Cora yang berupa kapal berayun tampak kosong. Aku mencoba permainan ini. Pilih paling ujung, buritan atau haluannya. Karena disanalah sensasi ayunannya yang paling seru. Wuih serasa naik ayunan gede. Posisi paling menyeramkan adalah saat posisimu tegak. Seluruh kakimu ngerem. Menahan supaya tidak jatuh dan tanganmu berpegang kuat. Petugasnya iseng menambah durasi waktu mesinnya berjalan. Pusing bener jadinya. Kalo dibayangkan secara komikal saat kapal berayun ke kiri atas kemudian ke kanan atas maka kamu tidak sadar ketika telah berada di titik terendah mata dan otakmu tertinggal di titik tertinggi. :P


Satu yang tak ingin aku coba, ontang-anting. Kursi yang melayang dan berputar. Mengapa? Tak ada pengaman yang memadai. Hanya besi sepanjang siku yang menahamu dari tempat duduk. Aku lebih berani menaiki tornado dengan pengaman yang benar-benar melekatkan diri dengan kursi.


Demikianlah jalan-jalanku ke Dufan. Anyway, mengapa aku mencoba semua permainan itu. Ada beberapa alasan pertama kalo nanti tiba-tiba dapat hadiah jalan-jalan ke Disneyland di florida misalnya, roller coasternya lebih menyeramkan lagi. Hitung-hitung ini sebagai latihan. Kedua, ngetes ada penyakit jantung atau tidak. Supaya nanti kalo ada permainan adrenaline yang lebih seru berani buat ikut. Salah satu mimpiku adalah main bungee jumping. Wuiiihhhh…keren kan. Ketiga, selagi masih muda coba aja semua. Nanti kalo tua sudah mulai takut coba. Tapi kan sudah pernah coba. Jadi setidaknya sudah tahu rasanya. Keempat, sudah bayar mahal-mahal masa nda coba. Bodoh banget.


Pulangnya seluruh badanku serasa retak. Sakit semua. Tapi kalo bulan depan ke sana lagi, pasti aku bakal coba lagi semua permainan itu. Hihihihi. Setidaknya, nanti kalo anak-anakku sudah besar dan meminta ditemani untuk permainan adrenaline itu aku bisa menemaninya. Karena aku yakin ayahnya takkan menemaninya melakukannya. Xixixixixi :D

Comments

  1. salah nih. mestinya ditulis kalau kak yusran mencoba semua permainan yg berbahaya dan memicu adrenalin

    ReplyDelete
  2. hahahahaa....saya menulis sesuai fakta :P

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...