Skip to main content

Moment To Remember

Biar kusimpan semua tentangmu di sini. Kenanganmu tentang jari yang tak pernah diam. Tentang telunjuk patah yang kupaksakan untuk tertekuk dan kau mengerang kesakitan akan itu. Tentang gembok kecil yang kamu bor. Tentang jutaan sengat listrik yang timbul saat indera kita saling bertaut. Tentang tiga seri film yang kita (rencanakan) nonton bersama. Tentang pelukan hangat dan ciuman sayang yang sangat jujur. Tentang bunyi jantung satu-satu yang berdetak. Merdu.

Aku mempertanyakan bagaimana sebuah rasa sayang mampu menggumpal dengan sangat padatnya di hatimu? Aku menyimpannya diam-diam. Aku mencari sejuta jawaban yang mampu membuatku menjawab pertanyaan itu. Aku tak ingin menanyakannya padamu. Aku takut ekspektasiku terlalu tinggi akanmu. Aku takut aku terlalu tinggi bermimpi dan kemudian jawabanmu menjadi semacam medan magnet raksasa yang menghempaskanku ke tanah.

Aku masih menyimpan rasa penasaran untuk jawaban dari pertanyaan itu. Aku menanyakannya padamu. Kamu menjawab “ karena sepertinya ada bunyi “CLIK” diantara kita. Aku menyukai cara kamu menyukaiku. Kamu mengungkapkan rasamu dengan cara berbeda. Dan aku tersanjung akan itu”.

Biar kuingat lagi kapan pertama kali kita terkoneksi. Aku tak menemukan starting point yang jelas. Semua tiba-tiba mengalir apa adanya. Jejaring teknologi membuat kita membuka ruang-ruang hati. Saling berbagi rasa dan saling bermain kata. Kita berbagi cerita. Tak hanya senang tapi juga sedih. Kita saling menguatkan. Selalu ada saat aku butuh. Terlalu egois mungkin untukku karena aku jarang ada untukmu. Mungkin karena itu aku menyayangimu.

Perempuan. Selalu menyenangi hal –hal yang membuat dirinya special. Dan kamu sangat paham bagaimana membuat perempuan sangat special. Jika ada pelajaran tentang itu di sekolah, aku yakin dirimu mendapatkan angka paling fantastis di kelas. Ah, kamu lebih cocoknya menjadi professor untuk itu.

Masihkah kau menyimpan percakapan bodoh tengah malam itu? Aku masih menyimpannya. Memenuhi kotak masukku. Kadang ketika aku merindukanmu aku selalu membacanya kembali. Seperti menyedotku ke malam-malam yang membuat jantungku berdetak seperti telah meminum bercangkir cangkir kopi. Diatas kecepatan normal. Gregetannya masih terasa. Masih membuatku gemes. Kemarin aku membukanya kembali. Dan kutemukan banyak sekali hal yangmenjadi nyata. Percakapan-percakapan itu secara ajaib terjadi. Apakah kita mensettingnya? Entah, aku tak pernah mau menebaknya. Aku sudah cukup bahagia akan itu. Aku tak perlu lagi memilahnya apakah ini hanyalah kebetulan atau hal lain. Tapi yakinlah tak ada kebetulan di dunia ini.Kau memberiku hatimu.Itu sudah cukup.Aku tak ingin mengambil jantungmu. Agar kelak jika aku bersandar di dadamu lagi aku masih mendengar detak memburu yang sama.

46800. Sebuah jejeran angka yang sangat menyenangkan untukku. Seperti ritualmu ketika kau telah mengantarku pulang. “bagaian mana yang paling kau sukai”tanyamu. Beberapa waktu lalu kita selalu berbeda dalam memberi jawaban. Tapi hari ini special. Kita memberikan jawaban yang sama. Sesuatu yang selalu aku harapkan. Sebuah kesamaan. Dan kali ini kita berspakat pada angka itu. Pada detik itu. Bukanlah hidup ini sangat keren?

Aku akan memasukkan angka itu dalam extreme list-ku. Dan sepertinya angka itu akan berubah lagi. Aku tak sabar mengubahnya. Ketemukan kalimat keren pagi ini untuk diriku sendiri. Dan kubagi untukmu “Bukankah adakalanya, menyerahkan diri pada godaan dan memelihara rahasia, menjadi bagian indahnya menjalani hidup ini? (Padang Bulan, Hal 29). Telah kulepaskan segala nilai yang melekat. Aku sangat berharap kamu melihatku seperti ini saja. Inidividu manusia. Bukan manusia sosialita yang terikat oleh banyak aturan dan peran.

Tangan ini tertaut erat dengan jemarimu. Berharap ia tetap di sana. Mengalirkan rasa hangat. Memainkan jari-jari kecilku. Tapi Bulan dan bintang telah terganti oleh matahari. Malam telah menjadi siang. Baru kali ini aku tak menginginkan matahari bersinar. Aku ingin malam tetap muda. Dan tak beranjak menuju terang. Tapi aku dan kamu tak bisa membengkokkan waktu. Kita tak memiliki belati pasir waktu. Kita bukan dewa Morpheus atau penguasa Titan yang mampu memperlambat waktu. Kita hanyalah manusia yang masih bebas yang berusaha memaknai waktu. Jika ada kenangan yang perlu selalu diingat, maka ini adalah salah satunya bagiku. Aku berharap juga bagimu.(*)

Kost, 13 Juli 2010 09.50 am
(Terinspirasi dari seorang kawan dan ketika tak menyukai matahari)

Comments

  1. ade... tambah bagus tulisanmu. saya jadi minder kalau mau nulis blog. terus menulis yaaa. lahirkan banyak karya

    ReplyDelete
  2. berbakat bukan jadi penulis novel???hihihhihi. mohon dukunganx.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...