Skip to main content

Mimpi Kecil : Bersepeda Sore

Aku mewujudkan satu mimpi kecilku. Mimpi yang mungkin tak berarti bagi orang lain. Tapi bagiku ini sangatlah berarti. Telah lama ingin kurasakan bagaimana rasanya bersepeda mengelilingi Unhas. Sebuah mimpi yang susah terwujud karena aku tak punya sepeda dan aku tak mengenal orang yang memiliki sepeda di sekitar Unhas.

Memiliki sepeda menjadi satu dari tiga benda yang kuharapkan kumiliki. Aku selalu berfantasi memiliki sepeda berkeranjang dan memiliki boncengan. Menggunakannya layaknya Noni Belanda dengan gaun atau bertopi pantai. Cantik sekali dalam bayanganku. Tapi sampai saat ini mimpi itu belumlah kesampaian. Selalu saja ada pertimbangan-pertimbangan yang menjadikanku gagal memiliki sepeda.

Mengapa aku sangat ingin memiliki sepeda? Unhas mungkin lokasi paling nyaman untuk bersepeda menurutku di Makassar. Pohon rindang, Jalanan tak terlalu ramai dan Rutenya melingkar. Aku selalu membayangkan mengitarinya dengan sepeda kala sore hari atau pagi sebelum matahari terik. Dan aku tinggal di daerah Unhas. Menyenangkan,bukan?

Sore ini aku mewujudkan imaji itu. Seorang kawan di Asrama Mahasiswa (Ramsis) memiliki sepeda yang sore tadi nganggur tak terpakai. Aku memberanikan diri untuk memakainya. Segala rasa was-was berkecamuk. Sebentar lagi aku nikah,kalo ada apa-apa bisa gawat, pikirku. Aku juga agak paranoid dengan mobil pete-pete kampus yang biasanya agak terburu-buru jika hendak memarkir untuk menurunkan penumpang. Atau juga pada pengendara sepeda yang suka ngebut di jalanan sepi.

Tapi kubulatkan tekadku. Kapan lagi bisa menikamati sore dengan bersepeda di Unhas,batinku. Dengan sekuat tenaga sepeda Polygon itu aku kayuh. Agak berat aku merodanya. Mungkin harus diturunkan dulu geer –nya untuk memudahkan mengayuh. Tapi aku sama sekali tak paham. Lama kelamaan aku mulai beradaptasi dengan kereta angin itu.

Aku selalu mengambil sisi kiri jalan. Aku masih takut jika tiba-tiba harus mengerem mendadak jika ada kendaraan yang melewatiku. Sesekali hampir terjatuh karena tidak seimbang. Menabrak semak-semak. Paling parah hampir menabrak mahasiswa yang lagi lari sore di sekitaran Unhas.

"Hidup ini laksana naik sepeda. Untuk mempertahankan keseimbangan, kamu harus tetap bergerak."kata si genius Einsten. Aku baru benar-benar memahami kalimat tersebut. Bersepeda berbeda dengan berjalan kaki. Saat berjalan kaki , trotoar jalan adalah lintasannya. Namun saat mengayuh sepeda, badan jalan adalah lintasan yang harus aku lalui. Di sana akan kutemui banyak pengguna jalan lain serupa motor, angkot, truk, mobil pribadi yang dikendalikan oleh orang-orang yang memiliki sifat berbeda. Ada yang suka ngebut, pelan-pelan, suka main-main, atau mungkin teledor.

Aku harus berhati-hati untuk saat harus berpapasan atau melewati segala jenis kendaraan itu. Semua indraku harus fokus mengendarai seepda. Tidak cuma kaki yang mengayuh, tapi juga tangan yang memegang setir, jari tangan yang harus selalu bersedia mengerem jika indra pekaku mendapat sinyal ancaman. Ancaman dari pengendara lain yang lewat atau ancaman dari dalam diriku sendiri karena tidak fokus dan kosentrasi.

Saat mengayuh ada kalanya aku harus mengayuh dengan cepat. Adakalanya pula aku harus berhenti dan membiarkan putaran roda yang menggerakkan lajunya. Jika tanjakan tungkai kaki dan pahaku harus sekuat tenaga mengayuh. Namun jika jalanan menurun jari tanganku harus memijit rem agak aku tak jatuh tersungkur.

Aku harus tahu kapan harus benar-benar berhati-hati. Kapan melonggarkan pengawasan dan kehati-hatian. Saat jalanan lengang aku tak perlu terlalu berhati-hati, tapi saat banyak mobil dan motor aku harus ekstra berhati-hati.

Seperti hidup, bersepeda selalu ada tantangan. Aku tergoda untuk melajukan kereta angin itu dengan kekuatan penuh. Tapi aku pun perlu mempertimbangkan kondisi jalan. Ada saat aku harus mengerem hasratku untuk tak menuruti ambisi yang bisa saja membuatku jatuh dan terluka.

Jangan lupa untuk menikmati perjalanan. Aku sudah sering naik motor dan mobil mengelilingi Unhas. Tapi dengan bersepeda aku menemukan kejutan yang lain meski view yang aku lihat sama. Anggaplah seperti melihat unhas dengan kacamata yang berbeda. Saat bersepeda, nikmatilah angin yang menerpa wajahmu. Nikmati bulir- bulir keringat yang jatuh menganak sungai di wajah dan pelipismu. Nikmati daun-daun berguguran. Sesekali lihatlah orang- orang yang beraktivitas. Cobalah tersenyum pada tiap orang yang memandangmu. Atau bertegur sapalah. Sesekali cobalah masuk di jalan-jalan yang belum pernah kau lalu.Nikmati rasa sakit dipaha saat mengayuh sepeda.

Dalam bersepeda aku menemukan cara memahami hidup. Jangan pernah terlalu takut sehingga selalu berjalan di sisi kiri. Sesekalilah berjalan di tengah badan jalan karena sesungguhnya tiap orang menghormatimu sebagai sesama pengguna jalan. Hidup adalah upaya kepekaan indera untuk mampu memahami kondisi dan selalu mampu waspada di tiap keadaan. Hidup adalah jalan berliku dan bekerikil. Tapi tak jarang kau dapati juga jalan halus nan menyenangkan. Ada tanjakan, turunan dan kelokan. Dan selalu ada tempat untuk berhenti dan menyelesaikan kayuh. Dan seperti detak hidup yang kelak akan berhenti kita kayuhkan langkah dan pulang ke tempat kembali. Hidup ini adalah indah adanya. Jangan pernah melihatnya dengan begitu miris. Meski ketika sakit dan lelah hidup ini selalu member hal-hal yang menyenangkan.

Sore ini aku benar-benar menikmati bersepda pertamaku di Unhas. Meski pangkal pahaku sangat kelelahan dan selangkanganku sakit karena sadel yang tak begitu nyaman. Tapi hari ini aku telah menwujudkan satu mimpi kecilku. Mimpi kecil yang membuatku merefresh kembali tentang pemaknaan hidup. (*)

Comments

Popular posts from this blog

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

tentang buku

"...u can buy many book,but u can't buy a knowledge" 081383118xxx pesan itu sampai ke ponselku beberapa saat setelah aku mengeluh pada seseorang tentang buku "detik-detik menentukan" BJ.Habibie yang tak berhasil aku peroleh dari peluncuran bukunya di hotel clarion hari ini. iya mungkin benar...aku terlalu mengharapkan buku yang ditulis mantan presiden ketiga ini.padahal ku punya begitu banyak buku yang bertumpuk di kamar. Belum pernah aku jamah sedikit pun. aku tak tahu beberapa hari terakhir ini aku begitu jauh dari buku. jauh dari para pengarang-pengarang besar dengan segala masterpiece-nya. akuy begitu malas membaca. malas membuka tiap lembar buku tebal itu dan memplototi huruf-hurufnya yang kecil. "tahu tidak...buku bisa membawa kesuatu tempat tanpa kamu harus bergesr se-inci pun" kata-kata itu selalu keluar jka aku mengeluh sedang malas baca buku... entahlah aku begit malas mengetahui tiap isinya. aku hanya terpesona pada banyak tumpukannya di kam...