Skip to main content

Pingit

Aku meninggalkan sebuah tradisi. Tradisi yang perlu dijalani mempelai pengantin untuk memulai hidup barunya. Tradisi yang mungkin aku umpamakan seperti sebuah proses mengandung seorang janin dalam kurun waktu tertentu untuk mempersiapkannya menjadi seorang manusia.

Pingitan. Tradisi mengkarantinakan mempelai pengantin (biasanya perempuan) sebulan sebelum pernikahan. Tradisi ini dilakukan untuk menjaga mempelai. Agar tidak terjadi apapun terhadapnya hingga hari pernikahan. Dalam prosesi ini calon pengantin hendaknya banyak melakukan dzikir dan berdoa kepada Tuhan. Selain itu prosesi ini juga agar calon pengantin sehat dan tidak terserang penyakit. Melakukan perawatan tubuh dan kulit. Dan juga untuk menjaga agar calon mempelai tidak melarikan diri (Runaway Bride kale!!!).

Bagaimana prosesi pingitan ini menjadi tradisi sebelum acara pernikahan tak pernah aku tahu sebab muasalnya. Hanya saja ketika aku masih beraktivitas diluar. Masih sibuk bertemu dengan banyak teman-teman di dua minggu sebelum hari pernikahanku semua berkata “apa yang kau lakukan disini?”. Hahahahaha…..

Aku seperti menjadi Rebel Bride. Atau lebih cocoknya Super Bride. Baru kali ini aku begitu sibuk untuk mengurus acaraku sendiri. Padahal sejujurnya aku paling malas melakukan aktivitas yang mengharuskan bertemu orang. Bergerak kiri kanan. Dan tibalah aku di titik ini. Menjadi superwoman untuk acara nikahanku.

Kartu undangan yang harus aku ambil sendiri. Begitu berat meski hanya berisi 500 lembar. Yang aku angkutan menggunakan angkot. Aku bisa melihat kilatan kasihan pada wajah pegawai percetakan saat dia kebingungan mencari orang yang mengantarku mengambil undangan. Yang harus aku jelaskan “Aku sendiri pak” kataku sambil tertawa kecil. Entah tawa itu aku tujukan untuk bapak itu atau aku mentertawakan diriku sendiri.

Belum sampai disitu. Catering, pengantaran undangan, dan mungkin juga pengurusan pencatatan nikah akan aku urus sendiri. Aku harus menyebut diri hebat mungkin , sebagai upaya untuk menyemangati diri. Proses ini mungkin aku definisikan sebagai proses pingitan. Aku memaknai proses ini sebagai sebuah pendewasaan. Baru kali ini benar-benar aku harus menghadapi sesuatu yang tak ingin kusebut sebagai masalah secara face to face. Jika dulunya aku memilih meninggalkan sesuatu yang begitu rumit bagiku, kali ini aku benar-benar harus mengurai kerumitannya. Seperti mengurai benang kusut yang sangat kacau.

Ada saat dimana ketika kesabaranku sudah habis ingin kuhancurkan saja benang itu. Menguntingnya dengan sadis dan mencampakkannya. Tapi kali ini kesabaranku haruslah unlimited. Benangnya harus benar-benar tak terputus. Benangnya harus terurai dengan baik. Dan ini benar-benar tentang soal kesabaran.

Mungkin telah banyak sedih dan airmata yang aku tumpahkan diatasnya agar benang itu terurai dengan sempurna. Sampai saat ini aku masih berusaha mengurainya. Mencoba bertahan dengan kekuatanku sendiri ternyata tak mampu aku lakukan. Beruntungnya aku memiliki banyak kawan-kawan yang selalu mampumengurangi rasa sedih. Memberikan banyak tawa dan membantuku menikmati proses ini.

Jika pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki sebuah dunia bernama rumah tangga, maka proses inilah yang aku sebut sebagai pingitan. Aku bertemu banyak orang yang memberiku pandangan-pandangan bagaimana sebuah pernikahan itu. Tak selalu indah. Tapi tak juga menakutkan. Pastinya akan banyak masalah. Kadang aku takut menghadapinya. Kadang aku kembali mempertanyakan diriku “siapkah aku?”.

I’m still 23 years old. Masih muda. Masih mampu merasakan manisnya hidup sebagai manusia bebas. Masih mampu bermain-main dengan banyak tantangan dan berlari menjangkau dunia. Memilih menikah muda mungkin aneh bagi sebagian orang. Tapi ini adalah pilihanku. Aku akanlah tetap muda. Tetap mampu menjangkau dunia. Pilihan menikah adalah sebuah pilihan yang menantang diriku untuk menjadi lebih dewasa. Menikah itu Ibadah. Dan Tuhan akan selalu memudahkan jalan bagi orang-orang yang beribadah.

Jika pingitan membuat kulit calon mempelai selembut sutra. Menjaga kecerahannya agar ketika di makara pengantin ia terlihat cantik, maka biarlah “pingitan” ini membuat kulitku kecoklatan. Biarlah aku matang secara batin. Pada akhirnya aura itu terpancar dari jiwa. Aku mempersiapkan diriku untuk itu. Mohon doanya.(*)

Comments

  1. andaikan berada di situ, aku akan terus menemanimu menyelesaikan semua urusan. aku ingin membantumu untuk menuntaskan semuanya. maka biarlah jika seusai perjanjian suci itu, saya yang akan membasuh kakimu sebelum tidur, mengeringkan semua air matamu, dan menghangatkanmu dengan panas tubuhku...

    ReplyDelete
  2. aku menunggu. telah kesediakan bahu dan lengan ini untuk merengkuhmu. ijinkan aku menjadi istri yang akan menemani lelahmu.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Lorong Panjang Jalan kita

Apakah ini adalah cerminan jalan yang akan kita jalani kelak ketika kita sama-sama telah memiliki rumah yang bisa kita klaim bahwa itu rumah kita bersama. Apakah jarak akan selalu menjadi tempat kita bersua. Terhubung oleh koneksi digital dan selalu tergantung pada teknologi. Aku selalu bermimpi kita seperti sepasang traveler. Mendatangani tiap tempat.menjejakkan kaki-kaki kita ditiap jengkal tanah di bumi ini. Mengumpulkan kisah kisah dari berbagai tempat. Menuliskan berlembar lembar cerita yang kita dapat dari tiap jengkal bumi itu. Aku selalu menunggu saat itu. Saat dimana kita tak lagi dipisahkan oleh jarak. Jarak tak perlu menjadi lubang dalam ikatan ini. Aku ingin kita menjadi cerita dalam sebuah halaman yang tak terpisahkan. Jika mungkin spasi tak ada antara kita pun aku akan lebih bahagia. Tapi rasanya lorong panjang itu belum akan kita lalui bersama. Waktu belum berpihak pada kita. Dan jejak kita di lorong itu hanyalah jejak ku dan mungkin jejakmu yang tak berjalan bersi...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...