Skip to main content

Matador Versus Panzer

Aku bukanlah penggemar sepak bola maniak. Pengetahuan sepakbolaku sangatlah rendah. Jangan tanyakan padaku tentang nama para bintang lapangan itu. Jangan tanyakan padaku di club mana mereka main. Jangan tanyakan padaku berapa kali Negara mereka menang piala dunia. Jangan tanyakan padaku di group apa mereka. Dan jangan tanyakan padaku bagaimana piala dunia dari tahun ke tahun. Tanyalah pada om Google. Dia lebih tahu tentang itu.

Tapi seperti yang banyak orang bilang, ketika ajang piala dunia berlangsung maka mayoritas penduduk dunia kemudian begitu peduli, sangat penasaran, dan turut larut dalam gegap gempitanya. Dan itulah yang terjadi padaku. Piala dunia adalah ajang dimana aku mendadak menjadi cewek yang peduli dengan olahraga. Cewek yang memiliki nilai lebih untuk disukai para pria penggemar sepakbola. Hahahahaha, padahal sesungguhnya aku hanyalah penikmat dan manusia urban yang mengikuti trend.


Aku tak punya negara yang aku jagokan. Tak punya pemain yang aku tunggu laga dan wajahnya di layar televisi. Aku tak menunggu mereka mencetak gol dan menjadi Man of the Match. Aku tak menyukai babak penyisihan group. Yang menarik bagiku hanyalah pada babak 16 besar dan seterusnya. Menjagokan salah satu tim per pertandingan. Tak pernah berani bertaruh untuk Negara yang aku jagokan. Jika sudah sampai pada semifinal barulah aku menentukan siapa yang aku jagokan untuk mengangkat trofi kemenangan. Itu tak hanya terjadi pada piala dunia saja sebenarnya, tapi juga pada liga Champions atau Piala Euro. Makanya aku tak terlalu berminat pada pertandingan liga seperti liga Inggris atau Serie A Liga Italia. Karena system yang berlalu adalah system penghitungan point.


Menurut seorang kawan aku menikmati drama yang terjadi saat semifinal dan final. Aku menganggapnya seperti sebuah tiket one way untuk tim yang aku jagokan. Ketika ia kalah ia tak lagi ikut bertanding dan harus pulang ke rumah. Kemenangan dan kekalahan yang dirasakan bagiku yang hanyalah seorang supporter biasa cukup member I efek menghibur buatku.

Dini hari tadi aku menyaksikan laga Spanyol vs Jerman bersama Mubarak, teman kampusku dan teman-temannya. (Aku mengaku sebagai pacarnya di depan teman-temannya).Di Piala Dunia 2010 baru kali ini aku menyaksikan pertandingan Spanyol. Sedangkan Jerman telah aku saksikan dua kali. Saat menyisihkan Inggris di perdelapan final. Dan saat menyisihkan Argentina diperempat final. Di laga Jerman vs Inggris aku menjagokan Jerman. Dan ia berhasil menyingkirkan Inggris, menang dengan skor 4-1. Sedangkan saat bertanding melawan Argentina, aku mendukung tim Argentina. Dan Jerman berhasil menang dengan 4-0 terhadap tim yang diasuh Maradona ini.

Pada laga dini hari tadi aku mendukung Spanyol. Aku tak pernah mengikuti laga Spanyol sebelumnya. Dan aku baru mengetahui sepakbola indah itu seperti apa. Spanyol bermain sangat keren. Mereka menguasai permainan. Bola selalu dikuasai oleh Spanyol. Pada babak pertama aku melihat tempo yang permainan Spanyol yang mungkin sedikit lambat. Sering mendekati gawang lawan dengan bola namun terlalu lama untuk melakukan tembakan gol. Sehingga meberi kesempatan kepada para pemain Jerman untuk mampu membentengi gawangnya. Sedangkan Jerman jika menguasai bola selalu melakukan upaya serangan untuk menciptakan gol.


Dari penglihatan mata awamku Spanyol bermain sangat tenang. Tak terburu-buru dan tetap pada ritmenya meski sering mendapat tekanan. Tak seperti Argentina yang kemudian begitu ofensif mau mencetak gol sehingga taktik yang dipakai jadi amburadul. Di babak kedua, geliat sang matador mulai Nampak sangar. Apalagi setelah Fernando Torres masuk menggantikan David Filla. Seperti sebuah energy baru untuk Spanyol. Spanyol pun melakukan serangan-serangan untuk mencetak gol. Namun banyak pula yang gagal. Mungkin juga selalu ada factor X . Berlakunya “LUCK” juga merupakan penentu sebuah pertandinga. Bisa jadi seperti itu. Mungkin belum di menit-menit awal pertandingan babak kedua Spanyol mencetak gol.Dimenit ke 73, Cales Puyol mencetak gol dari sundulan kepalanya. Seketika kafe Ogie gemuruh dengan teriakan pendukung Spanyol. Mereka yang sudah menggunakan baju Spanyol namun masih tertutup Jaket serta merta membuka jaketnya dan menciumi bajunya.


Di 15 menit terakhir ini Jerman berusaha untuk menyamakan kedudukan. Tapi pertahanan Spanyol sangat kuat. Mereka selalu mampu menjaga gawang mereka agar tak kebobolan. Aku seperti melihat 11 orang matador yang mempermainkan muleta merah yang berusaha menangani panzer-panzer Jerman. Seperti filosofi seoroang matador, mengalahkan seekor banteng dengan perasaan dan bukan dengan kekerasan. Inilah yang dilakukan para pemain Spanyol.Dengan muleta merah di badan sebagai tanda keberanian La furia Roja akhirnya mampu menjinakkan Panzer Jerman.Sebuah kemenangan yang mengantarkan mereka ke sebuah kesempatan untuk mencium dan membawa pulang trofi piala dunia. (*)

Comments

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...