Skip to main content

Mari Membersihkan Rumah Dengan Dwi


Dwi adalah gadis kecil yang bekerja di kota. Tiap pekan dia pulang ke rumahnya di kampung. Di sana dia selalu melakukan kegiatan bersih rumah yang tiap pekan menjadi tugasnya. Di rumahnya tinggal kakak, ponakan, dan bapaknya. Tapi semua sibuk dengan kerjanya masing-masing.

Kakaknya seorang dokter yang harus melayani para pasien. Ponakannya baru berumur 2 bulan. Kerjanya hanyalah menangis, minum susu, pup, pipis dan tidur. Sebuah awal hidup yang menyenangkan. Ponakannya menambah daftar kerja primer kakaknya. Menjaga anak, melayani pasien, memasak, dan main facebook;-).

Bapaknya sibuk melakukan aktivitas sosial seperti berkunjung ke rumah nenek, rumah keluarga, dan juga rumah saudara. Semua sibuk dengan daftar primer menurut pribadi masing-masing. Rumah sesekali hanya dibersihkan apa adanya. Bahkan terkadang diniatkan untuk dibersihkan nanti oleh Dwi.

Rumah bisa seperti kapal pecah meski hanya dengan satu ponakan yang berumur 2 bulan. Nah, jika ditambah dengan anak kecil usia 3 tahun yang sanggup membuat badai dalam rumah, bisa dibayangkan apa yang terjadi?

Dwi tak pernah mau membayangkannya. Menghadapinya saja sudah cukup. Tak perlu membebani diri untuk membayangkannya. Setiap pekan setelah jumat sore, Dwi l akan pulang ke rumah. Mendapati rumah yang seperti Tsunami dari ruang tamu hingga ruang dapur. Dia takkan melakukan apapun saat tiba. Yang dia lakukan hanyalah makan malam. Mengumpulkan pakaian-pakaian bersih yang belum terlipat. Memasukkan ke dalam keranjang pakaian-pakaian kotor. Memastikan bahwa lantai sudah dapat terlihat.

Ia memilih tidur sambil menyetel alarm hp-nya agar bisa bangun sepagi mungkin untuk melakukan tugas bersih-bersihnya. Disetelnya alarm pukul 04.45. Semakin pagi ia bangun dan membersihkan rumah, maka semakin cepat ia bisa menikmati hidupnya di depan laptop. Tapi tengah malam ia terbangun. Kamar gerah, nyamuk banyak, terlalu manis hingga dikerubungi semut, serta sederet sms yang terparkir dengan sukses di hpnya. Bukan waktu saat tepat untuk beristirahat. Dibalasnya tiap sms yang masuk. Kadang aneh, kadang lucu. Tapi selalu membuatnya senang. Pukul setengah dua barulah ia kembali tertidur.

Alarmnya berbunyi tepat diwaktu yang diinginkannya. Tapi jam biologis tubuhnya masih memintanya untuk memejamkan mata. Diturutinya tubuh itu. Kamar mandi telah diisi air oleh bapaknya. Tumpukan pakaian kotor di dalam mesin cuci pun sudah mencuci otomatis. “Baguslah! Mengurangi beban kerja pagi ini” pikirnya.

“Dwi, bangun !!!”sahut bapaknya.

Tak ia jawab. Masih enggan rasanya dia untuk bangun. Sahutan itu mulai berubah menjadi teriakan. Memaksa menjawab dengan sedikit erangan.

“jangan lupa pel lantai”kata bapaknya.

Entah dia kembali tidur atau kemudian tersadar. Tapi jam telah menunjukkan angka 6 ketika dia benar-benar beranjak dari tempat tidur. Membuat daftar prioritas dalam otaknya untuk memulai kerja bakti di rumah.

Mulai dari mana, batinnya. Di scanningnya rumah. Di kamar tidurnya tak terlalu berantakan, namun sprey perlu di cuci. Di ruang tengah ada banyak pakaian berantakan di keranjang baju. Kasur anak kecil dan bantal-bantal kecilnya. Beberapa boneka-boneka berantakan dan juga bola-bola mainan. Meja makan penuh dengan pernak-pernik tak jelas. Entah itu kantong kresek, plastic-plastik tempat kue, piring makan, kecap, sambal, toples dan banyak lagi. Efek tsunami sangat besar di sini. Di Ruang tidur bapak, beberapa baju berantakan dan tas pakaian yang berserakan.

Ruang tidur kakak (sekaligus ruang tidur ponakan). Tsunami sepertinya paling memberi efek besar di ruang ini. Tak jelas lagi lantai yang dipijak. Baju anak kecil, tas-tas pakaian, kabel-kabel speedy, laptop, tas kantor, pakaian kotor, popok bayi semua menyatu dengan sempurna menciptakan maha karya besar yang harus dirapikan tata letaknya agar sedikit memiliki standar estetika.

Dapur. Hanya sedikit piring kotor. Tapi sampah basah mulai menyengat hidung. Semut mulai melakukan parade baris berbaris. Jangan lupa ruang tamu yang mulai berdebu. Hmm….harus mulai dari mana?

Dijejerkannya segala tempat yang harus dibersihkannya dalam benaknya. Pertama, rapikan baju bersih dulu. Lipat mereka semua dan masukkan dalam lemari. Sprey kasur dan pakaian kotor dimasukkan ke mesin cuci. Menunggu air memenuhi penampungan air kemudian mulai mencucinya. Rapikan meja makan dan meja di ruang tengah. Buang barang yang bisa dikategorikan sampah. Atur rapi yang masih bisa digunakan. Angkat piring-piring kotor dari meja makan. Lap dan bersihkan meja hingga mengilap.

Ruang tidur bapak, rapikan semua baju-baju yang berserakan. Buka kaca jendela. Rapikan tempat tidur. Kamar tidurnya sendiri, rapikan buku-buku novel. Sapu tempat tidur hingga bersih dan licin. Dapur, cuci piring dan buang sampah kotor. Ruang tamu hanya butuh di sapu saja. Kamar tidur kakak. Hm…agak sulit. Entah dari mana harus memulai membersihkan tempat ini. Buat lantai terlihat. Rapikan tas-tas. Masukkan pakaian kotor ke dalam keranjang. Sisihkan sampah-sampah dan juga barang yang akan menjadi sampah. Merapikan botol dan tube make up. Memasukkan puluhan uang koin yang berserakan. Terakhir mencuci baju yang luntur dengan tangan, mengepel seluruh rumah, membersihkan kamar mandi dan selesai.

Sepertinya sebuah kerja yang cukup keras. tapi tetap dilakukannya semua itu. Dengan iming-iming setelah ini bisa melanjutkan hobbynya di depan laptop. Semua berjalan lancar. Pakaian dilipat rapi sambil menunggu cucian di mesin cuci. Kamarnya sendiri dan kamar bapaknya telah ia rapikan. Ia merambah dapur. Piring kotor telah ditumpuk dan di cuci.
kakaknya sedang membuat pisang goreng. Mungkin wilayah territory sudah digariskan.
“Dia memasak, aku membersihkan rumah” batinnya.

Tapi tiba-tiba sang kakak meninggalkan kerjaannya. Memilih membersihkan tempat prakteknya. Wow, penyerahan wilayah territory yang cukup telak. Tak sanggup mengelak dan melarikan diri. Terpaksa mencuci piring sambil menunggu pisang goreng matang a.k.a diserahi jabatan menggoreng pisang. Multitasking. Hebat. Denga dua tangan lincah mencuci piring, membuang sampah, dan menggoreng pisang. Meski hasilnya sedikit terlihat sadis pada pisang goreng tersebut.

Kamar kakaknya pun berhasil ia bersihkan. Semua telah disapu. Sempurna. Sisa dipel .mengerjakan kerja bakti membersihkan rumah kuncinya hanya satu bagi dwi. Diam. Tenggelam dalam imaji pikirnya sambil tetap berusaha mengumpulkan debu-debu rumah. Merangkai puluhan cerita dan kadang tersenyum sendiri. Tak jarang sedikit dongkol dan menimbulkan suara ribut-ribut.

Cucian di mesin cuci sudah selesai. Cucian basah pun tinggal dijemur. Semua beres. Kamar mandi sudah disikat.Apakah sebuah rekor membersihkan dari jam enam pagi hingga pukul 09.30? entalah. Ia hanya ingin semua selesai dan rapi. Saatnya memanjakan diri dengan mandi berlama-lama. Setelahnya berpakaian dan menikmati sisa liburnya yang tinggal beberapa jam. Sesungguhnya dirinya cocok menjadi housekeeping. Tapi jangan menyuruhnya untuk memasak, sesungguhnya ia adalah koki yang buruk.

Dinyalakannya laptopnya. Diketiknya cerita tentang upik abu yang membersihkan rumah. Untungnya dia bukanlah upik abu yang sebenarnya. Tapi tiba-tiba sebuah suara memanggilnya “Dwi, tolong siapkan makan siang”. Hmmm….mungkin dia sudah dilantik tanpa sadar.

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...