Di sebuah zaman, di negeri antah berantah tersebutlah sebuah kerajaan bernama Koin Emas. Di kerajaan ini semua rakyat rajin bekerja dan pandai menabung. Setiap koin yang dihasilkan dari bekerja setiap harinya disisihkan untuk ditabung untuk masa depan.
Sang raja memiliki tempat penyimpanan khusus untuk setiap koin yang disisihkan rakyatnya. Namun terdapat satu koin pusaka yang telah turun temurun diwariskan oleh raja-raja terdahulu. Koin itu diyakini drachma asli dari Dewa yang diturunkan khusus dari langit dan diwariskan untuk menjaga kesejahteraan kerajaan Koin Emas.
Koin pusaka tersebut menjadi pelindung kerajaan Koin Emas. Jika koin itu hilang diramalkan kesejahteraan di kerajaan Koin Emas akan berubah menjadi kesengsaraan. Koin itu pun dinilai memiliki khasiat mampu member kekuatan dan kekuasaan bagi yang memilikinya. Raja begitu menjaga pusaka tersebut. Ia takut jika koin pusaka itu hilang atau dicuri.
Hingga suatu hari kedamaian di kerajaan itu terganggu. Seekor Naga Merah menyerang kerajaan dan berusaha mencuri koin emas tersebut. Penjagaan diperketat. Para pengawal, peri, kesatria, dan penglima perang ditugaskan untuk melakukan penjagaan berlapis di tempat koin tersebut disembunyikan.Serangan demi serangan dilancarkan para prajurit kerajaan untuk menaklukkan sang naga. Namun Naga Merah tak terkalahkan.
Raja mengeluarkan sanyembara. "Barang siapa yang sanggup mengalahkan naga tersebut akan kuberi ia satu permintaan dan akan kuhadiahi ia anakku, Putri Kuning jika dia adalah pria. Namun jika perempuan, ia pun akan kuberi satu permintaan dan kuangkat menjadi putriku".
Putri kuning adalah putri tunggal raja yang kecantikannya tersohor seantero negeri. Ratusan pangeran telah datang dan meminangnya. Namun ia tak pernah mengiyakan. Karena sebenarnya ia hanyalah menyukai satu kesatria. Kesatria yang ditemuinya di pusat penyimpanan koin kerajaan.
Ia mengingat kala itu ia tak didampingi oleh dayang-dayangnya ketika berkeliling-keliling di taman koin menemani para pekerja yang mengelola koin-koin para rakyat. Ketika ia ikut membantu ditemuinya seseorang yang sangat berhaja membantu seorang nenek tua untuk menghitung receh yang dimilikinya. Agar tak terjadi selisih.Putri kuning tak pernah tahu siapa pria itu. Namun ia mampu mengingat wajah pria itu.ia mengenali pria itu sebagai seorang kesatria dari baju dan pedang yang disampirkannya. Ia hanya mampu berharap bahwa kesatria itulah yang mampu mengalahkan sang naga. Dan di kolam air mancur pengharapan di depan taman koin ia mengggumam asanya.
Sanyembara itu pun meluas ke seluruh negeri. Banyak kesatria yang mencoba mengalahkan Naga Merah. Mereka menyerang naga merah di gua di kaki gunung tempat naga merah tinggal atau ketika naga merah dating ke jantung kerajaan dan berusaha merebut koin pusaka. Tapi tak satu pun di antara mereka yang mampu mengalahkannya.
Bangsa peri pun telah berusaha mengalahkan naga merah tapi mereka gagal. Tak sedikit yang terluka dan tewas. Hingga seorang kesatria bernama Kesatria Putih menghadap raja dan meminta raja untuk mengizinkannya melawan naga. Bertepatan saat itu juga seorang peri juga mendaftarkan diri untuk mencoba mengalahkan naga. Peri biru, peri muda dari bangsa peri yang baru belajar menyihir.
“Kalian berdua kuizinkan untuk pergi mengalahkan Naga Merah. Tapi,aku pun sadar bahwa kalian adalah kesatria dan peri muda yang masih belajar. Telah banyak kesatria dan peri yang lebih kuat dan menguasai ilmu sihir tinggi namun tak mampu mengalahkan sang Naga Merah” kata sang raja.
“Jika kalian ingin mundur, aku takkan menghalangi kalian. Namun jika kalian tetap ingin mengalahkannya aku pun takkan menghalanginya” Lanjut sang raja.
Kesatria dan peri pun tetap pada niat semula untuk mengalahkan sang Naga Merah. Berdua mereka melintasi hutan menuju gua di kaki gunung. Dalam perjalanan Peri Biru menanyakan rencana Kesatria Putih untuk mengalahkan sang naga.
“Apa rencanamu untuk mengalahkan sang naga merah” Tanya peri biru.
“Aku akan mengalahkannya dengan permainan pedangku. Tak ada yang sanggup mengalahkanku daam permainan pedang”Jawab Kesatria Putih.
“Tapi bukankah naga itu terlalu besar. Meski dirimu pandai bermain padang, tapi ia bisa melahapmu sekejap”.
“Jadi apa yang harus kita lakukan. Sepertinya kita perlu mengalahkannya bukan dengan kekuatan”saran Kesatria Putih.
“Iya. Itu yang harus kita lakukan. Kita ganggu kenyamanannya.”
“Kita buat ia kelelahan. Kita lempari gua tempatnya tidur. Kemudian ketika ia menyerang kita bersembunyi. Diam kan saja dia hingga ia kelelahan dan tak kuat”kata Kesatria Putih.
“Setelah ia kelelahan dan kehilangan tenaga barulah kita menyerangnya” lanjut Peri Biru dengan antusias.
Mendapat ide untuk mengalahkan Naga Merah, mereka tak sabar untuk sampai di gua persembunyian naga tersebut. Naga tersebut setinggi pohon kelapa dan sebesar pohon beringin. Kesatria putih dan Peri Biru tampak begitu kecil jika dibandingkan oleh Naga Merah. Namun kondisi tersebut menjadi senjata bagi Kesatria Putih dan Peri Biru untuk bisa sembunyi di sela-sela batu besar di kaki gunung. Naga tersebut tampak pulas tertidur di dalam gua.
Peri Biru mengeluarkan tongkat sihirnya dan merapal mantra perlahan. Tiba-tiba saja batu-batu stalaktit di dalam gua berjatuhan mengenai sang Naga Merah. Naga itu terbangun serabutan. Marah. Dari mulutnya keluar semburan apa serupa kompor gas dengan kekuatan 100.000 kali lipat. Sanggup memanggang sapi hidup menjadi arang.
Kesatria putih dan peri biru lari bersembunyi di sela-sela bebatuan. Menunggu hingga sang Naga berhenti mengamuk dan meredam semburan apinya. Kelelahan menyemburkan api dan tak menemukan penyebab yang menganggunya, Naga Merah kembali melanjutkan tidurnya.
Kesatria Putih melancarkan panah bertubi-tubi ke arah sang naga dari jarak yang dianggapnya aman. Anak-anak panah itu berlumur racun tanaman kuno yang mampu membunuh jika terkena di tubuh manusia. Namun, anak-anak panah itu hanya menancap dikulit-kulit keras sang naga. Racunnya tak membunuh si naga. Mungkin hanya berupa sengatan-sengatan lebah kecil di sisik kulitnya. Namun tak urung naga tersebut tetap murka. Ekornya disapukan kedinding-dinding gua. Meratakan batu-batu besar.Semburan api masih juga keluar dari mulutnya.
Kesatria dan peri masih menunggu hingga sang naga kelelahan. Tampaknya naga itu belum kehabisan energi. Naga itu masih sanggup meruntuhkan gua. Mereka berdua menunggu hingga senja turun sambil beristirahat di luar gua. Mereka harus kembali memeras akal agar naga tersebut tidak terbang ke kerajaan Koin Emas dan mencoba mencuri koin pusaka.
Namun , keduanya telah kehabisan akal dan kelelahan.
“Mungkin kita sudah harus menyerah”sahut Peri Biru,putus asa.
“Jangan. Kita harus terus menganggunya. Tidakkah kau menghitung bahwa kekuatannya telah menurun drastis ketika kita menyerangnya dengan panah. Ia hanya mengandalkan tubuh besar dan semburan apinya. Ia tak memiliki strategi untuk melawan kita. Kita hanya perlu memancingnya sekali lagi”,kata Kesatria Putih.
“Apakah kamu punya ide?”Tanya peri biru.
“Mengapa kita tak kembali lagi mengganggunya sebelum ia kembali ke desa dan mencoba mencuri koin pusaka? Kita berdua harus memperlihatkan diri padanya. Kau harus mengalihkan perhatiannya, akan kubidik kedua matanya dengan anak panah beracun. Itu mampu membuatnya buta. Ia pasti akan sangat mengamuk dan mengeluarkan semua energinya. HItunglah kecepatan semburan apinya. Kamu bisa membandingkannya dengan saat awal ia menghembuskan apinya. Saat tenaganya mulai melemah, keluarkan mantra pelumpuhmu. Setelah itu aku akan menyerang dan menebas lehernya “ terang Kesatria Putih tentang taktiknya untuk melawan naga.
“Kesempatan kita hanya sekali. Karena jika tidak, kitalah yang akan dipanggang sang naga”kata Peri Biru, tersenyum lelah.
Keduanya menunggu hingga matahari benar-benar tertelan bumi. Ketika didengarkannya suara beradu dari mulut gua, artinya saat itulah sang naga mulai terbangun dari tidurnya.
Peri biru mengendap endap masuk ke gua. Mencari jarak teraman dari sang naga namun cukup dekat untuk membuat sang naga melihatnya jika naga tersebut terbangun.Diayunkannya tongkat dsihirnya dan sebuah letupan cukup keras dan berwarna hijau keluar dari tongkat sihirnya.
“Naga Merah, bangun dan tantanglah aku berduel”teriaknya.
Naga yang dipanggilnya menggeliat marah. Terbangun. Matanya terbuka tajam namun ia terlihat belum mengumpulkan tenaganya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Kesatria Putih. Dibidiknya mata naga itu dengan melepaskan dua anak panah sekaligus. Ia hanya berharap kali ini kemampuan memanahnya benar-benar berfungsi.
Shut…sing… anak panah tersebut terbang dan melaju dalam kecepatan penuh.
Treaattt….dia m sedetik dan “AAAAAARRRRRRGGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHH”
Auman itu menggetarkan tanah dan meruntuhkan tembok-tembok batu. Sang naga menghemburkan lidah apinya tak tentu arah. Peri biru merapalkan mantra pelumpuhnya.
Namun ia tak yakin bisa membuat naga itu diam. Tak ada yang berubah saat ia merapalkan mantranya. Peri biru gentar. Namun sesaat, sing….ting ….sreeett…..Sebuah kilatan perak menyilaukan matanya. Tedengar menyentuh logam keras yang hampir tak tertembus. Tapi setelah itu terdengar berdebam di lantai gua .Sebuah kepala naga yang tergolek di lantai gua, terlepas dari badannya.
Tubuh naga itu meronta-ronta tanpa kepala. Dinding gua mulai berjatuhan. Peri Biru hanya mampu terpanah, seseorang manrarik tangannya dan menyeretnya berlari keluar gua. Kesatria Putih sangat paham bahwa sebentar lagi gua itu akan runtuh.
Mereka terus berlari hingga mencapai bibir gua dan melompat terjatuh diatas rerumputan. Langit malam telah dipenuhi bintang. Tak sampai sedetik mulut gua dibelakang mereka telah runtuh tertutupi bebatuan.
“Saya tak pernah melihat langit secerah malam ini “kata Kesatria Putih sambil berusaha melentangkan badannya di atas rumput.
“ Udaranya adalh udara yang paling segar dibanding bau napas naga di dalam gua”timpal Peri Biru.
Keduanya lantas tertawa. Akhirnya mereka berhasil membunuh sang Naga Merah. Keduanya pun kembali ke ibukota kerajaan Koin Emas.
Sang raja menyambut kedua pahlawannya dengan bahagia. Dibuatnya pesta perjamuan tiga hari tiga malam untuk merayakan kemenangan itu.
“Wahai rakyatku. Telah berdiri di hadapan kalian dua orang pahlawan yang telah berhasil mengalahkan Naga Merah. Menyelamatkan kerajaan ini dari ketakutan dan ancaman kesengsaraan. Mereka kuanugerahi gelar kebangsawanan kerajaan” sahut sang raja.
“Untuk Peri Biru yang memiliki penguasaan diri dalam situasi genting dan penuh keberanian menantang maut. Kuanugerahi engaku gelar kebangsawanan dan kuangkata engkau menjadi putriku” titah sang raja.
“Dan untukmu Kesatria Putih. Yang di dalam jiwanya terpatri kekuatan dan keteguhan seorang kesatria. Yang memiliki tingkat analitik tepat dalam penyerangan. Kuanugerahi engkau gelar kebangsawanan dan kuangkat kau menjadi menantuku”.
Putri kuning yang duduk di samping singgasana raja tampak bahagia. Harapannya terkabulkan. Pria yang telah menyelamatkannya dari insiden terjatuh di kolam air mancur pengharapan adalah Kesatria Putih. Kesatria yang akan menjadi calon suaminya saat ini.
“Yang mulia “kata kesatria putih.
“Sebuah kehormatan mendapat gelar kebangsawanan dari dirimu. Namun sesungguhnya siapalah saya yang hanya berusaha untuk turut ikut andil dalam menlindungi kerajaan. Yang mulia, jika berkenan, bolehkah saya meminta satu permintaan sesuai yang yang mulia titahkan di awal sanyembara?”Tanya Kesatria Putih.
“Silakan Kesatria” jawab sang Raja.
“Sebuah kehormatan bagiku untuk menjadi menantu darimu. Yang akan menjadi calon penggantimu kelak untuk tetap menjaga keselamatan dan ketentraman negeri Koin Emas. Namun, aku telah memikirkannya bahwa sebuah tahta bukanlah hal yang selama ini aku impikan. Aku hanyalah kesatria yang tak pantas berdampingan dengan Putri Kuning” tutur Kesatria Putih ,diliriknya Putri Kuning sejenak. Didapatinya wajah tertunduk menahan kecewa.
“Maka dengan rendah hati hamba meminta agar perjodohan ini tak usah dilanjutkan. Aku masih ingin melakukan banyak petualangan Baginda. Akan tak adil rasanya jika aku tetap ngotot untuk menikahi Putri Kuning dan kemudian meninggalkannya”sahut kesatria putih.
Sang raja terdiam. Tatapan dingin.
“Jika dirimu wahai Kesatria Putih menolak aku menjadi istrimu, aku akan berbesar hati untuk itu. Mungkin di kehidupan ini kita tak berjodoh. Namun kelak, jika hidup membuat kita saling beririsan lagi, maka aku akan tetap menunggumu” sahut Putri Kuning dengan bijak.
“Ayah, jika Kesatria Putih tak menginginkanku menjadi istrinya mohon kabulkanlah permintaannya. Mungkin bukan di negeri Koin Emas ini kami harus hidup bersama” pinta sang putri pada baginda raja.
“Kesatria Putih, kau telah lancang menolak pinanganku. Namun karena permintaan putriku aku harus menghormatinya. Pergilah engkau bertualang ke negeri lain. Kelak jika engkau telah menemukan banyak pelajaran hidup, kembalilah ke negeri koin emas. Karena disinilah sesuangguhnya rumahmu” kata sang raja.
“Terima kasih untuk kelapangan hati baginda. Aku takkan pernah melupakan jasa baginda”jawab Kesatria Putih.
“Dan dirimu wahai Peri Biru, anakku. Kamu akan tetap tingggal di negeri ini membantu melindungi kerajaan ini?”Tanya sang raja.
“Baginda, sesungguhnya suatu kehormatan dan telah menjadi tugas bagiku untuk melindungi kerajaan ini. Namun, aku masih harus mengasah ilmu sihirku. Jadi izinkan hamba untuk melakukan petualangan hamba sendiri. Mencari tetes-tetes pengetahuan agar kelak mampu aku bagikan tidak hanya untuk kesejahteraan negeri Koin Emas, tapi juga negeri lain” jawab Peri Biru.
“Baiklah kalian berdua, kuberikan izin untuk melanjutkan petualangan kalian. Aku yakin kalian memang telah diutus dewa untuk menyelamatkan negeri ini” kata sang raja bijak.
“Tapi sebelum berangkat, marilah kita menikmati perjamuan ini. Anggap saja sebagai pesta perpisahan untuk kalian”.
Musik dan tari pun mengalung di dinding-dinding istana. Pesta belum berakhir ketika Peri Biru telah mengepak pakaian dan perlengkapannya. Di ujung jalan didapatinya kesatria putih yang juga telah siap dengan perlengkapannya.
“Lantas kemanakah tujuanmu?”Tanya Peri Biru.
“Entahlah. Aku belum memiliki tempat yang akan aku tuju”jawab Kesatria Putih.
“Ikutlah bersamaku ke barat daya. Belajar mantra dan pengobatan. Disana banyak hal yang bisa kita lakukan bersama, seperti balapan kereta kuda. Tak hanya membutakan mata naga dan menciumi napasnya yang bau”sahut Peri Biru sambil tersenyum.
Dibelakang mereka hingar bingar peseta masih berlanjut, tapi bagi mereka hidup yang lain menunggu di depan.(*)
Sang raja memiliki tempat penyimpanan khusus untuk setiap koin yang disisihkan rakyatnya. Namun terdapat satu koin pusaka yang telah turun temurun diwariskan oleh raja-raja terdahulu. Koin itu diyakini drachma asli dari Dewa yang diturunkan khusus dari langit dan diwariskan untuk menjaga kesejahteraan kerajaan Koin Emas.
Koin pusaka tersebut menjadi pelindung kerajaan Koin Emas. Jika koin itu hilang diramalkan kesejahteraan di kerajaan Koin Emas akan berubah menjadi kesengsaraan. Koin itu pun dinilai memiliki khasiat mampu member kekuatan dan kekuasaan bagi yang memilikinya. Raja begitu menjaga pusaka tersebut. Ia takut jika koin pusaka itu hilang atau dicuri.
Hingga suatu hari kedamaian di kerajaan itu terganggu. Seekor Naga Merah menyerang kerajaan dan berusaha mencuri koin emas tersebut. Penjagaan diperketat. Para pengawal, peri, kesatria, dan penglima perang ditugaskan untuk melakukan penjagaan berlapis di tempat koin tersebut disembunyikan.Serangan demi serangan dilancarkan para prajurit kerajaan untuk menaklukkan sang naga. Namun Naga Merah tak terkalahkan.
Raja mengeluarkan sanyembara. "Barang siapa yang sanggup mengalahkan naga tersebut akan kuberi ia satu permintaan dan akan kuhadiahi ia anakku, Putri Kuning jika dia adalah pria. Namun jika perempuan, ia pun akan kuberi satu permintaan dan kuangkat menjadi putriku".
Putri kuning adalah putri tunggal raja yang kecantikannya tersohor seantero negeri. Ratusan pangeran telah datang dan meminangnya. Namun ia tak pernah mengiyakan. Karena sebenarnya ia hanyalah menyukai satu kesatria. Kesatria yang ditemuinya di pusat penyimpanan koin kerajaan.
Ia mengingat kala itu ia tak didampingi oleh dayang-dayangnya ketika berkeliling-keliling di taman koin menemani para pekerja yang mengelola koin-koin para rakyat. Ketika ia ikut membantu ditemuinya seseorang yang sangat berhaja membantu seorang nenek tua untuk menghitung receh yang dimilikinya. Agar tak terjadi selisih.Putri kuning tak pernah tahu siapa pria itu. Namun ia mampu mengingat wajah pria itu.ia mengenali pria itu sebagai seorang kesatria dari baju dan pedang yang disampirkannya. Ia hanya mampu berharap bahwa kesatria itulah yang mampu mengalahkan sang naga. Dan di kolam air mancur pengharapan di depan taman koin ia mengggumam asanya.
Sanyembara itu pun meluas ke seluruh negeri. Banyak kesatria yang mencoba mengalahkan Naga Merah. Mereka menyerang naga merah di gua di kaki gunung tempat naga merah tinggal atau ketika naga merah dating ke jantung kerajaan dan berusaha merebut koin pusaka. Tapi tak satu pun di antara mereka yang mampu mengalahkannya.
Bangsa peri pun telah berusaha mengalahkan naga merah tapi mereka gagal. Tak sedikit yang terluka dan tewas. Hingga seorang kesatria bernama Kesatria Putih menghadap raja dan meminta raja untuk mengizinkannya melawan naga. Bertepatan saat itu juga seorang peri juga mendaftarkan diri untuk mencoba mengalahkan naga. Peri biru, peri muda dari bangsa peri yang baru belajar menyihir.
“Kalian berdua kuizinkan untuk pergi mengalahkan Naga Merah. Tapi,aku pun sadar bahwa kalian adalah kesatria dan peri muda yang masih belajar. Telah banyak kesatria dan peri yang lebih kuat dan menguasai ilmu sihir tinggi namun tak mampu mengalahkan sang Naga Merah” kata sang raja.
“Jika kalian ingin mundur, aku takkan menghalangi kalian. Namun jika kalian tetap ingin mengalahkannya aku pun takkan menghalanginya” Lanjut sang raja.
Kesatria dan peri pun tetap pada niat semula untuk mengalahkan sang Naga Merah. Berdua mereka melintasi hutan menuju gua di kaki gunung. Dalam perjalanan Peri Biru menanyakan rencana Kesatria Putih untuk mengalahkan sang naga.
“Apa rencanamu untuk mengalahkan sang naga merah” Tanya peri biru.
“Aku akan mengalahkannya dengan permainan pedangku. Tak ada yang sanggup mengalahkanku daam permainan pedang”Jawab Kesatria Putih.
“Tapi bukankah naga itu terlalu besar. Meski dirimu pandai bermain padang, tapi ia bisa melahapmu sekejap”.
“Jadi apa yang harus kita lakukan. Sepertinya kita perlu mengalahkannya bukan dengan kekuatan”saran Kesatria Putih.
“Iya. Itu yang harus kita lakukan. Kita ganggu kenyamanannya.”
“Kita buat ia kelelahan. Kita lempari gua tempatnya tidur. Kemudian ketika ia menyerang kita bersembunyi. Diam kan saja dia hingga ia kelelahan dan tak kuat”kata Kesatria Putih.
“Setelah ia kelelahan dan kehilangan tenaga barulah kita menyerangnya” lanjut Peri Biru dengan antusias.
Mendapat ide untuk mengalahkan Naga Merah, mereka tak sabar untuk sampai di gua persembunyian naga tersebut. Naga tersebut setinggi pohon kelapa dan sebesar pohon beringin. Kesatria putih dan Peri Biru tampak begitu kecil jika dibandingkan oleh Naga Merah. Namun kondisi tersebut menjadi senjata bagi Kesatria Putih dan Peri Biru untuk bisa sembunyi di sela-sela batu besar di kaki gunung. Naga tersebut tampak pulas tertidur di dalam gua.
Peri Biru mengeluarkan tongkat sihirnya dan merapal mantra perlahan. Tiba-tiba saja batu-batu stalaktit di dalam gua berjatuhan mengenai sang Naga Merah. Naga itu terbangun serabutan. Marah. Dari mulutnya keluar semburan apa serupa kompor gas dengan kekuatan 100.000 kali lipat. Sanggup memanggang sapi hidup menjadi arang.
Kesatria putih dan peri biru lari bersembunyi di sela-sela bebatuan. Menunggu hingga sang Naga berhenti mengamuk dan meredam semburan apinya. Kelelahan menyemburkan api dan tak menemukan penyebab yang menganggunya, Naga Merah kembali melanjutkan tidurnya.
Kesatria Putih melancarkan panah bertubi-tubi ke arah sang naga dari jarak yang dianggapnya aman. Anak-anak panah itu berlumur racun tanaman kuno yang mampu membunuh jika terkena di tubuh manusia. Namun, anak-anak panah itu hanya menancap dikulit-kulit keras sang naga. Racunnya tak membunuh si naga. Mungkin hanya berupa sengatan-sengatan lebah kecil di sisik kulitnya. Namun tak urung naga tersebut tetap murka. Ekornya disapukan kedinding-dinding gua. Meratakan batu-batu besar.Semburan api masih juga keluar dari mulutnya.
Kesatria dan peri masih menunggu hingga sang naga kelelahan. Tampaknya naga itu belum kehabisan energi. Naga itu masih sanggup meruntuhkan gua. Mereka berdua menunggu hingga senja turun sambil beristirahat di luar gua. Mereka harus kembali memeras akal agar naga tersebut tidak terbang ke kerajaan Koin Emas dan mencoba mencuri koin pusaka.
Namun , keduanya telah kehabisan akal dan kelelahan.
“Mungkin kita sudah harus menyerah”sahut Peri Biru,putus asa.
“Jangan. Kita harus terus menganggunya. Tidakkah kau menghitung bahwa kekuatannya telah menurun drastis ketika kita menyerangnya dengan panah. Ia hanya mengandalkan tubuh besar dan semburan apinya. Ia tak memiliki strategi untuk melawan kita. Kita hanya perlu memancingnya sekali lagi”,kata Kesatria Putih.
“Apakah kamu punya ide?”Tanya peri biru.
“Mengapa kita tak kembali lagi mengganggunya sebelum ia kembali ke desa dan mencoba mencuri koin pusaka? Kita berdua harus memperlihatkan diri padanya. Kau harus mengalihkan perhatiannya, akan kubidik kedua matanya dengan anak panah beracun. Itu mampu membuatnya buta. Ia pasti akan sangat mengamuk dan mengeluarkan semua energinya. HItunglah kecepatan semburan apinya. Kamu bisa membandingkannya dengan saat awal ia menghembuskan apinya. Saat tenaganya mulai melemah, keluarkan mantra pelumpuhmu. Setelah itu aku akan menyerang dan menebas lehernya “ terang Kesatria Putih tentang taktiknya untuk melawan naga.
“Kesempatan kita hanya sekali. Karena jika tidak, kitalah yang akan dipanggang sang naga”kata Peri Biru, tersenyum lelah.
Keduanya menunggu hingga matahari benar-benar tertelan bumi. Ketika didengarkannya suara beradu dari mulut gua, artinya saat itulah sang naga mulai terbangun dari tidurnya.
Peri biru mengendap endap masuk ke gua. Mencari jarak teraman dari sang naga namun cukup dekat untuk membuat sang naga melihatnya jika naga tersebut terbangun.Diayunkannya tongkat dsihirnya dan sebuah letupan cukup keras dan berwarna hijau keluar dari tongkat sihirnya.
“Naga Merah, bangun dan tantanglah aku berduel”teriaknya.
Naga yang dipanggilnya menggeliat marah. Terbangun. Matanya terbuka tajam namun ia terlihat belum mengumpulkan tenaganya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Kesatria Putih. Dibidiknya mata naga itu dengan melepaskan dua anak panah sekaligus. Ia hanya berharap kali ini kemampuan memanahnya benar-benar berfungsi.
Shut…sing… anak panah tersebut terbang dan melaju dalam kecepatan penuh.
Treaattt….dia m sedetik dan “AAAAAARRRRRRGGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHH”
Auman itu menggetarkan tanah dan meruntuhkan tembok-tembok batu. Sang naga menghemburkan lidah apinya tak tentu arah. Peri biru merapalkan mantra pelumpuhnya.
Namun ia tak yakin bisa membuat naga itu diam. Tak ada yang berubah saat ia merapalkan mantranya. Peri biru gentar. Namun sesaat, sing….ting ….sreeett…..Sebuah kilatan perak menyilaukan matanya. Tedengar menyentuh logam keras yang hampir tak tertembus. Tapi setelah itu terdengar berdebam di lantai gua .Sebuah kepala naga yang tergolek di lantai gua, terlepas dari badannya.
Tubuh naga itu meronta-ronta tanpa kepala. Dinding gua mulai berjatuhan. Peri Biru hanya mampu terpanah, seseorang manrarik tangannya dan menyeretnya berlari keluar gua. Kesatria Putih sangat paham bahwa sebentar lagi gua itu akan runtuh.
Mereka terus berlari hingga mencapai bibir gua dan melompat terjatuh diatas rerumputan. Langit malam telah dipenuhi bintang. Tak sampai sedetik mulut gua dibelakang mereka telah runtuh tertutupi bebatuan.
“Saya tak pernah melihat langit secerah malam ini “kata Kesatria Putih sambil berusaha melentangkan badannya di atas rumput.
“ Udaranya adalh udara yang paling segar dibanding bau napas naga di dalam gua”timpal Peri Biru.
Keduanya lantas tertawa. Akhirnya mereka berhasil membunuh sang Naga Merah. Keduanya pun kembali ke ibukota kerajaan Koin Emas.
Sang raja menyambut kedua pahlawannya dengan bahagia. Dibuatnya pesta perjamuan tiga hari tiga malam untuk merayakan kemenangan itu.
“Wahai rakyatku. Telah berdiri di hadapan kalian dua orang pahlawan yang telah berhasil mengalahkan Naga Merah. Menyelamatkan kerajaan ini dari ketakutan dan ancaman kesengsaraan. Mereka kuanugerahi gelar kebangsawanan kerajaan” sahut sang raja.
“Untuk Peri Biru yang memiliki penguasaan diri dalam situasi genting dan penuh keberanian menantang maut. Kuanugerahi engaku gelar kebangsawanan dan kuangkata engkau menjadi putriku” titah sang raja.
“Dan untukmu Kesatria Putih. Yang di dalam jiwanya terpatri kekuatan dan keteguhan seorang kesatria. Yang memiliki tingkat analitik tepat dalam penyerangan. Kuanugerahi engkau gelar kebangsawanan dan kuangkat kau menjadi menantuku”.
Putri kuning yang duduk di samping singgasana raja tampak bahagia. Harapannya terkabulkan. Pria yang telah menyelamatkannya dari insiden terjatuh di kolam air mancur pengharapan adalah Kesatria Putih. Kesatria yang akan menjadi calon suaminya saat ini.
“Yang mulia “kata kesatria putih.
“Sebuah kehormatan mendapat gelar kebangsawanan dari dirimu. Namun sesungguhnya siapalah saya yang hanya berusaha untuk turut ikut andil dalam menlindungi kerajaan. Yang mulia, jika berkenan, bolehkah saya meminta satu permintaan sesuai yang yang mulia titahkan di awal sanyembara?”Tanya Kesatria Putih.
“Silakan Kesatria” jawab sang Raja.
“Sebuah kehormatan bagiku untuk menjadi menantu darimu. Yang akan menjadi calon penggantimu kelak untuk tetap menjaga keselamatan dan ketentraman negeri Koin Emas. Namun, aku telah memikirkannya bahwa sebuah tahta bukanlah hal yang selama ini aku impikan. Aku hanyalah kesatria yang tak pantas berdampingan dengan Putri Kuning” tutur Kesatria Putih ,diliriknya Putri Kuning sejenak. Didapatinya wajah tertunduk menahan kecewa.
“Maka dengan rendah hati hamba meminta agar perjodohan ini tak usah dilanjutkan. Aku masih ingin melakukan banyak petualangan Baginda. Akan tak adil rasanya jika aku tetap ngotot untuk menikahi Putri Kuning dan kemudian meninggalkannya”sahut kesatria putih.
Sang raja terdiam. Tatapan dingin.
“Jika dirimu wahai Kesatria Putih menolak aku menjadi istrimu, aku akan berbesar hati untuk itu. Mungkin di kehidupan ini kita tak berjodoh. Namun kelak, jika hidup membuat kita saling beririsan lagi, maka aku akan tetap menunggumu” sahut Putri Kuning dengan bijak.
“Ayah, jika Kesatria Putih tak menginginkanku menjadi istrinya mohon kabulkanlah permintaannya. Mungkin bukan di negeri Koin Emas ini kami harus hidup bersama” pinta sang putri pada baginda raja.
“Kesatria Putih, kau telah lancang menolak pinanganku. Namun karena permintaan putriku aku harus menghormatinya. Pergilah engkau bertualang ke negeri lain. Kelak jika engkau telah menemukan banyak pelajaran hidup, kembalilah ke negeri koin emas. Karena disinilah sesuangguhnya rumahmu” kata sang raja.
“Terima kasih untuk kelapangan hati baginda. Aku takkan pernah melupakan jasa baginda”jawab Kesatria Putih.
“Dan dirimu wahai Peri Biru, anakku. Kamu akan tetap tingggal di negeri ini membantu melindungi kerajaan ini?”Tanya sang raja.
“Baginda, sesungguhnya suatu kehormatan dan telah menjadi tugas bagiku untuk melindungi kerajaan ini. Namun, aku masih harus mengasah ilmu sihirku. Jadi izinkan hamba untuk melakukan petualangan hamba sendiri. Mencari tetes-tetes pengetahuan agar kelak mampu aku bagikan tidak hanya untuk kesejahteraan negeri Koin Emas, tapi juga negeri lain” jawab Peri Biru.
“Baiklah kalian berdua, kuberikan izin untuk melanjutkan petualangan kalian. Aku yakin kalian memang telah diutus dewa untuk menyelamatkan negeri ini” kata sang raja bijak.
“Tapi sebelum berangkat, marilah kita menikmati perjamuan ini. Anggap saja sebagai pesta perpisahan untuk kalian”.
Musik dan tari pun mengalung di dinding-dinding istana. Pesta belum berakhir ketika Peri Biru telah mengepak pakaian dan perlengkapannya. Di ujung jalan didapatinya kesatria putih yang juga telah siap dengan perlengkapannya.
“Lantas kemanakah tujuanmu?”Tanya Peri Biru.
“Entahlah. Aku belum memiliki tempat yang akan aku tuju”jawab Kesatria Putih.
“Ikutlah bersamaku ke barat daya. Belajar mantra dan pengobatan. Disana banyak hal yang bisa kita lakukan bersama, seperti balapan kereta kuda. Tak hanya membutakan mata naga dan menciumi napasnya yang bau”sahut Peri Biru sambil tersenyum.
Dibelakang mereka hingar bingar peseta masih berlanjut, tapi bagi mereka hidup yang lain menunggu di depan.(*)
dwi makin pandai membuat dongeng.. jangan berhenti yaa
ReplyDeleteWow Dwi..:) cant believe u acttually write the story! Luv it!!
ReplyDelete@ koko : thanks karena sudah menyumbang banyak ide..
ReplyDelete