Skip to main content

Hakikat Komunikasi

sumber di sini

Judul tulisan ini sih sepertinya sangat akademis tapi percayalah, saya bukan menulis hal yang menyangkut akademis. Tulisan ini hanya lucu-lucuan saja. Hahahahaha. Saya akan bercerita tentang pengalaman saya berkomunikasi dengan orang bule. waktu kecil saya senang membayangkan bercakap-cakap dengan bule. Pake bahasa Inggris dan keliatan keren. Tapi kemudian imajinasi itu berubah ketika saya benar-benar harus sering bertemu bule dalam keseharian saya. Bercakap menjadi sesuatu yang menyeramkan. Saya tipe orang yang cukup cerewet dan suka ngobrol. Sayangnya itu menjadi boomerang buat saya ketika terlalu banyak hal yang ada dalam kepala saya, ingin saya ungkapkan, tapi kemudian terhenti di lidah karena koneksi otak tidak sinkron.  Ya, saya adalah makhluk sosial yang menjadi bukti nyata  teori komunikasi yang dipaparkan oleh Paul Watzlawick "we cannot not communicate".

Saya harus  dan wajib berkomunikasi baik secara non verbal maupun verbal. Bahasa non verbal mungkin sedikit mudah dimengerti. Bahasa verbal tidak menjadi kendala buat saya jika harus bercakap dalam bahasa Indonesia apalagi bahasa bugis. Tapi kemudian segalanya berubah ketika negara api menyerang ( Maaf..ini bukan serial avatar)...Ketika saya tinggal di Athens. Saya yang cerewet hanya bisa curcol di blog, twitter, fesbuk, atau pada suami dan Ara. Ketika keluar dari rumah, maka saya sedapat mungkin untuk diam. Sibuk berpikir. Mencari perbendaharaan kata di kepala.

sumber gambar di sini

Saya paling menghindari pergi cuma berdua bareng Ara dan harus bertemu dengan bule atau orang kebangsaan lain di bus. Mereka akan menyapa dan kemudian mengajak saya ngobrol soal Ara dalam bahasa Inggris. Proses komunikasi yang terjadi adalah seperti bentuk bagan teori yang saya pelajar di ruang 109 Fis 4 (Hmmm...kalo tidak salah ya ruangannya. Sudah jadi laboratorium audio visual).
Saya sebagai komunikan mentransfer pesan dari luar saya dengan berbagai kendala yang dihadapi hingga saya menyusun gagasan untuk memberikan respon terhadap pesan. Kendala inilah yang menjadi titik masalah. Bahasa, pengetahuan, kondisi pendengaran, nervous, adalah hal-hal yang mereduksi pesan. Sehingga interpreter dalam otak saya jadinya agak kurang percaya diri memberikan interpretasi. Jadi probability kebenarannya jadinya 50 : 50. Kadang kalo nda ngerti saya akan sekedar menjawab "ow" "yess" atau sekedar nyengir.

Sebenarnya bercakap basa-basi seperti di bus level tegangnyamasih bisa di atasi karena saya cukup mampu memahami konteks pembicaraan. Biasanya yang menyapa adalah orang-orang yang mengomentari Ara. Bertanya umur, cewek atau cowok. Sekedar itu. Level yang sedikit menengangkan berikutnya adalah ketika membeli makanan. kalo ini saya harus berantem dulu sama suami siapa yang harus order. Nah, kadang kak Yusran mainnya asal dorong dan menjebak saya ditengah-tengah. Jadi deh saya yang harus memesan. Nah, kalo memesan makanan perlu tau mau pesan apa biar nda bingung jawab apa. Liat menu dan bilang nomor sekian. Pertanyaan berikutnya adalah mau apa lagi atau mau minum apa. Kemudian harus menerjemahkan berapa nominal yang harus dibayar. Level tegangnya adalah karena saya yang harus memulai percakapan. Gimana kalo salah, gimana kalo nda ngerti. Ntar saya berdiri bego lagi. Hih!

Tapi seperti halnya basa-basi, ini cukup bisa diatasi dengan memahami lingkungan. Memesan makanan artinya memesan apa saja yang akan dimakan. Jadi otakku bisa sedikit persiapkan kata-kata yang harus saya keluarkan dan siap saya dengar.

Nah, level berikutnya yang lumayan bikin nervous adalah ketika harus mengkomunikasikan masalah ke orang lain. Menjelaskan bagaimana keadaan. Seperti hari ini, WC dan Bathtub mampet dan saya harus menerima bapak Mario Bros untuk memperbaiki WC. Saya nda tau dia bilang apa. Saya bingung menjelaskan kalo WCnya mampet. Saya bilang saja, U can check it. Setelah itu dia ke toilet dan paham apa yang saya bilang. Awalnya saya bilang, kemarin WCnya sudah diperbaiki, tapi rusak lagi dalam bahasa Inggris yang sejatinya cum diterjemahkan dari bahasa Indonesia dengan kata-kata bahasa Inggris. Jangan tanyakan tenses dan grammar saya. Bingung saya jelaskannya.

Untungnya, bapak Mario Bros paham kondisi saya. Dia cukup mengerti bahasa Inggris saya pas-pasan. Dan dia dengan baik hati berkata lebih pelan dan lebih jelas ketika menanyakan tentang pintu WC yang nda berfungsi. Hakikat komunikasi adalah ketika pesan yang disampaikan dipahami oleh para pelaku komunikasi. Dan saya pikir saya dan Mario Bros telah sampai pada titik itu melewati halangan verbal yang ada.

Pelajaran bahasa sejatinya adalah pada titik interaksi saya dengan orang lain. Pada titik bagaimana saya bercakap-cakap dengan bule. Ketika di kelas, mungkin saya cepat paham bagaimana past, present, dan future digunakan. Bagaimana klausa-klausa dipadupadankan. Tapi ketika saya terkoneksi secara face to face pada orang-orang bule maka teori di kepala saya menguap. yang tersisa adalah jejeran gagasan yang ada dikepala dalam bahasa Indonesia yang tersedak dikerongkongan karena lidah tak mampu menemukan kata bahasa Inggris. Sepertinya hanya ketika saya berada di perpustakaan bertemu dengan para orang tua dan bayi-bayinya. Kadang saya ingin bercerita banyak tentang anak saya, namun saya memilih diam karena tidak tahu harus ngomong apa.  Ketika saya ingin menjelaskan kalo Ara belum bisa jalan, lidah rasanya keluh. Kadang saya harus berpikir lima menit untuk berkata "she still crawl".

Ya...rasanya seperti lost in translation. Untungnya para bule-bule itu memahami hakikat komunikasi. Mereka cukup paham sekalipun saya menjelaskan dengan terbata-bata dengan kalimat yang berbatas. Mereka cukup memahami. Saya senang ketika orang-orang bule yang belajar bahasa Indonesia berusaha berbahasa Indonesia dengan saya meski terbata. Banyak kata-kata aneh, tapi saya memaklumi. Saya harap mereka pun sama seperti yang saya rasakan. Memberi saya apresiasi dan menolong saya memahami bahasa mereka. (*)

Comments

  1. hahaha...... kalau di kampung saya suasana batin seperti itu diistilahkan dengan "si bisu barasian" yang dalam pengertian harfiahnya adalah mulut ingn berbicara tapi tidak tahu harus bagaimana mengungkapkannya.....

    ReplyDelete
  2. hihihihi jadi inget dulu pernah komunikasi intensif sama bule selama 4 hari.. klo bulenya nggak ngerti, saya tulis aja di kertas dan tunjukkan ke dia, kak. Cenderung mudah kalau via teks ketimbang ngomong (soalnya pronounciation berantakan banget). :D

    ReplyDelete
  3. @mas dian : iya nih. gondok jadinya nda bisa ngomong

    @dya Ry : hehehehehe....saya masih kadang bingung klo mau ngomong, di otak munculnya bahasa indonesia dimulut harus berubah jd bhsa inggris

    ReplyDelete
  4. tulisannya menarik, salam kenal ya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Telur Dadar Buatanmu

Aku mencintainya. Ia tahu itu. Ia pernah sekali mengatakan, ia menyayangiku. Sekali itu dan setelahnya tak pernah lagi kudengar. Aku berharap dia mencintaiku meski satu dan lain hal tak mampu membuat kami bersama. Kami seperti dua dunia yang berbeda. Dia adalah bumi dan aku adalah asteroid yang terlontar ke bumi. Untuk sampai ke tanahnya aku harus melewati lapis-lapis angkasa. Sakit dan membakar diri. Terbunuh dan hanya sisa debuku yang berhasil menjejak di bumi. Kami dekat. Lebih dari sekedar teman dekat. Bercerita banyak hal berbagi banyak hal. Saat aku sedih dia yang pertama kukabari. Begitu pula dirinya. Selalu ada upaya untuk kami agar bertemu dan saling bercerita. Bahkan pun jika tak lagi punya cerita kami sekedar bertemu saling berpandangan. Kata tak lagi mewakili kami. Dan biasanya kami ditemani oleh telur dadar. Satu dari sedikit yang sama diantara kami. Kami beda kota. Frekuensi pertemuan kami pun makin sedikit. Sesekali jika sempat kami meluangkan waktu bertemu. Cerita lebi...

it’s done honey

Akhirnya ujian itu aku lalui juga. Selalu ada imaji-imaji tentangnya sebelum aku benar-benar di situasi itu. Dan nyatanya imaji itu 50% tepat, 50% terlalu dibesar-besarkan oleh rasa pesimis yang selalu berada di hati. Lima orang dosen yang menjadi pengujiku. Lima orang yang membuatku tersudut dan merasa begitu kecil di ruang berukuran 3 x 4 m persegi itu. Ruangan sempit dengan AC jadul yang begitu ribut menambah ketegangan. Satu persatu memberi tatapan yang begitu menikam. Senyum tipis sedikit-sedikit tertuju padaku. Yang bagiku seperti seringai yang begitu menakutkan. Mata-mata itu menatapku tajam. Percik-percik api di membara di sudut mata itu. Rasanya begitu kecil, bodoh, dan sangat tolol berada di ruangan itu. Empat orang bertanya dan kesemuanya itu harus aku jawab. Hingga lidahku kelu dan tenggorokanku kering dan gatal. Kujawab dengan semua pengetahuan yang aku punyai saat itu. Kujawab hingga otakku tak lagi sinkron dengan gerak lidahku. Sampai aku tiba pada titik bahwa ku jug...

Guide To Understand Nobunaga Concerto

Seminggu lalu iseng ngikutin Dorama Nobunaga Concerto di Waku-Waku Japan. Saya bukan penggemar Dorama Jepang. Tapi kadang iseng menonton drama atau filmnya. Beberapa kali nemu yang cukup menarik di Waku-Waku Japan. Selain itu jumlah episodenya lumayan sedikit dibanding rata-rata drama korea serta jam tayang yang tiap hari di Waku-Waku Japan cukup membuat dorama-dorama ini gampang diikutin. Awalnya kupikir Nobunaga Concerto ada hubungannya dengan musik. Sesaat setelah membaca sinopsisnya tentang seorang anak SMA yang tiba-tiba jatuh pingsan dan terbangun di Zaman Sengoku, saya pun tertarik menonton episode pertama yang kemudian membuat saya penasaran akan endingnya. Eits, sebelum cerita lebih banyak, Guide di sini hanya berlaku untuk Dorama dan filmnya saja. Untuk komik dan animenya saya tidak nonton dan tidak terlalu tahu detailnya. OK! Lanjut. Nobunaga Concerto adalah komik berlatar sejarah Jepang yang ditulis oleh Ayumi Ishii sejak tahun 2009. Kemudian pada tahun 2014 diadaptasi ...