Butiran-butiran putih jatuh perlahan dari langit. Meliuk-liuk ringan terbawa angin. Seperti robekan-robekan kecil kertas putih yang biasa aku lemparkan ke udara saat masa kanak-kanak. Tapi butiran ini dingin. Jatuh di atas kepala. Jatuh diatas hidung. Jatuh diatas tanah. Kemudian meleleh. Ia adalah hujan yang menjadi beku. Memilih menjadi Kristal air sebagai bentuk adaptasi pada cuaca.
Musim gugur sudah lama berlalu, tapi salju pagi ini adalah penegas bahwa musim telah dingin. Kristal-kristal kecil itu berkomuni memupuri jalan, halaman, padang rumput, bahkan dengan genit singgah di kaca jendela. Hari ini adalah hari-hari di penghujung desember. Kudengar cerita bahwa musim salju dan natal adalah moment yang cukup langka. Di Athens ini, kadang salju datang di awal tahun. Beberapa saat setelah kembang api dinyalakan dan mengerjap cemerlang di langit saat pergantian tahun. Tapi tahun ini, salju datang beberapa hari sebelum natal.
Kota kecil ini bersuka cita merayakan natal. Toko-toko memiliki pohon natal. Jendela-jendela dipenuhi gambar frosty, santa claus, dan Kristal salju. Tiang-tiang listrik berpita merah dan digantungi ornament natal. Lampu-lampu didekorasi membentuk hiasan tertentu. Sepanjang jalan music natal mengalun. Setiap pintu rumah digantungi Christmas wreath. Hiasan natal dari tangkai pohon evergreen. Berpita emas dan merah. Hiasan itu menjadi cemerlang diantara hamparan salju putih yang menutupi atap, rumput, semak, dan ranting pohon. Ia hadir memberi warna di saat salju menyelimuti kota. Butiran salju mempertegas musim dingin, desember, dan natal tahun ini.
“Desember ini kamu akan merasakan white Christmas. Kalo saljunya belum turun, pas natal ,kamu putar lagu white Christmas saja.” Katamu sambil nyengir. Percakapan terakhir sebelum aku berangkat ke kota kecil ini. Percakapan terakhir kita. Kemudian kita memilih sama-sama diam. Mengapung di benak masing-masing. Berharap waktu berhenti dan memerangkap kita di sana. Natal putih? Khayalanku menari-nari membawa scene-scene film natal yang sering saya lihat di televisi. Apakah semenyenangkan cerita di tivi. Yang menyenangkan adalah bersamamu seperti saat ini. Tak perlu saat natal, tak perlu turun salju. Bersamamu saja, kataku tapi tertelan diujung lidah . Tak sempat diucapkan. Ditelan dengan pahit hingga ke ulu hati.
Diam berdiri diantara kita. Sayangnya waktu memilih tidak membeku. Saya tak ingin mengucap selamat tinggal, saya hanya ingin berkata sampai jumpa, suaranya mendenyarkan kesunyian. Iya, serak dari tenggorakanku. Anggukan cepat menimpali paraunya suaraku. Maukah kau merindukanku, kataku benak kecilku di kepala. Sauh waktu perlahan pergi. Meninggalkan aku dan kamu. Hari terakhir kusadari kita menjejak planet yang sama. Jarak menganga di antara kita. Memisahkan kita. Membuat kita menjejak dan berotasi planet yang berbeda. Kemudian kusadari kita tidak lagi berada di dunia yang sama. Kita tidak lagi saling berbagi cerita atau seekdar bertukar apa kabar.
December menghitung harinya. Musim telah menjadi dingin. Udara membeku. Dingin begitu menyakitkan hingga ke sumsum tulang. Hingga mati rasa. Tapi aku sangsi apakah dingin mampu mematikan rindu. Natal tinggal beberapa hari lagi. Dingin tak menjadi penghalang warga kota Athens tak merayakan natal dengan suka cita. Jinggle bells mengalung riang dari kotak music yang dipasang di tiang listrik. Kakiku melangkah cepat menghidari dingin yang kian menusuk. Membawaku masuk ke toko yang menjual hadiah natal. Saya berhenti di rak-rak kartu natal. Menjangkau dengan iseng kartu natal begambar frosty. Mengingatmu.
***
Bapak paruh baya itu meraih amplop yang kuserahkan. Menempelinya stiker kecil berharga $ 1.05. “Thank u” kataku. Kartu kecil dalam amplop merah itu entah akan melayang ke mana. Hanya kubekali ia dengan sederet alamat lama yang dulunya kutahu rumahmu. Entah kini. Saya tak pernah peduli apakah ia sampai padamu kelak. Saya hanya ingin mengucapkan selamat natal seperti tahun-tahun yang lalu padamu. Dimana pun kamu berada. Sayup-Sayup kudengar music natal mengalun dari playlist ipod yang tergeletak di meja kantor pos itu. Kulangkahkan kakiku menjauh sembari berucap “Merry Christmas” kepada petugas pos yang baik hati itu.
I'm dreaming of a white Christmas
With every Christmas card I write
May your days be merry and bright
And may all your Christmases be white
Comments
Post a Comment