Skip to main content

Saya Merayakan Natal di Rumah Emily dan Mary Sue

Makan malam di rumah Mary Sue
Natal adalah hari raya agama yang paling akrab di telinga saya selain lebaran. Tapi saya tidak pernah ikut perayaan natal. Natal selama ini hanyalah sebatas pohon berhias lampu kelap kelip, tokoh santa klaus, dan film-film bertema natal di televisi.  Yup, natal adalah saat banyak film-film bertema keluarga diputar di layar kaca.

Tapi natal tahun ini berbeda. Saya berkesempatan ikut merayakan natal di rumah Erick, di Milford Cincinnati. Rasanya seperti mendapatkan berlipat-lipat kesempatan langka. Pertama merayakan natal di negeri yang punya salju, kedua merayakan natal dengan tradisi seperti di tivi-tivi, tiga merayakan natal itu sendiri. Rasanya begitu exciting buat saya.

Emily dan saya
Kami berangkat ke Cincinnati sehari sebelum natal. Malam saat kami tiba di Milford, kami menuju ke rumah Mary Sue, tantenya Erick. Awalnya saya berpikir bahwa perayaan natal hanyalah pada saat hari natal. Nyatanya, perayaan natal sesungguhnya adalah pada malam natal. Rumah Mary Sue penuh dengan sanak keluarga. Agak canggung juga rasanya tiba-tiba datang dan nda kenal siapapun. Tapi, semua itu sirna ketika para tamu menyambut kami dengan ucapan Merry Christmas dan mengajak masuk. Emily, adik Mary Sue, ibu Erick menyambut kami dengan ramah. Tiap orang yang saya temui menjabat tangan dan kemudian ngobrol dengan saya. Menyapa Ara. Sayangnya Ara sedang grumpy. Ia baru saja bangun dan tiba-tiba harus berhadapan dengan kenyataan bahwa begitu banyak orang disekitarnya dan ia tidak kenal. Wajahnya, rambutnya, bahasanya sangat beda. Dan ia pun menangis tak mau berhenti. Hanya sekali ia berhenti menangis, ketika melihat seekor anjing Dalmatian lewat di depannya. Kemudian ia kembali menangis. Keras dan tidak mau berhenti.

Butuh beberapa saat untuk membuatnya diam. Setelah masuk kamar, turun ke basement, dan kembali lagi ke ruang keluarga akhirnya Ara memilih diam. Agak aneh rasanya berada di pusaran bule-bule yang berbahasa Inggris. Seperti tenggelam dalam keramaian. Namun mereka sangat ramah untuk mengajak ngobrol sekalipun bahasa Inggris saya pas-pasan. Aneh bin ajaib saya lumayan bisa ngobrol dengan mereka. Menangkap sedikit-sedikit percakapannya dan berusaha merespon balik. Ara dengan senangnya bermain dengan Deary, si Dalmatian itu. Aduh nak, itu anjing. Saya agak parno sama anjing. Tapi Ara tidak punya rasa takut sedikit pun. Ia malah menarik-narik tanganku untuk menyentuh anjing itu. Mengejarnya jika Deary menyelinap ke dapur. Menguntitnya sembari memegang ekornya. Dan paling ia suka memberinya makanan. Mungkin karena ia belum punya konsep tentang anjing, biarlah.

Mary Sue, Deary, Ara, dan saya
Malam natal adalah malam di mana keluarga berkumpul dengan sanak saudaranya. Seperti ajang silaturahmi setelah lebaran. Datang dari berbagi kota, membawa kado dan saling berbagi cerita. Makanannya adalah makanan khas Amerika. Sweet Potato, Mashed Potato, Kue-kue natal, Petuccini, Puding jagung, dan daging babi. Yang terakhir itu saya nda berani coba :D. Kemudian ada acara buka kado. Selama ini saya selalu berpikir kado natal hanyalah di tivi-tivi ternyata di tradisi Amerika mereka memang bertukar kado. Setiap orang memberikan kado kepada orang lain. Rasanya pengen nyanyi lagu yang sering dinyanyikan Steve diserial Blue's Clues kalo lagi buka kado.

 Waktu menunjukkan pukul 8 malam, tapi rasanya sudah begitu malam. Kami pun turun ke Basement untuk tidur. Sayang, Ara masih pengen main dengan Deary. Saya dan ayahnya harus gantian menemaninya bermain dengan Deary.  Kami akhirnya menemukan titik kompromi setelah 30 menit dia bermain dengan si Dalmatian itu. Ia akhirnya nurut tidur. Kami yang berencana ikut misa tengah malam di gereja terpaksa batal karena kecapaean.

Di Hari Natal, Kami Berbagi Cerita

Capek semalam sukses membuat kami tidur tanpa terusik. Ara bahkan hanya sekali menangis. Itupun tidak keras. Jam baru menunjukkan pukul 7.30 pagi. Tapi saya memilih untuk segera mandi. Si Ara bangun pagi nyariin Deary. Kayaknya dia udah In love sama anjing itu. Mari Sue sibuk membuat kopi di dapur. Langkahnya lambat namun masih kuat. Kutaksir umurnya mendekati 80 tahun. Katanya ia lebih tua empat tahun dari Emily. Ia membuatkan saya kopi. Menawarkan sarapan buat saya. Tapi kutolak halus. Takut merepotkannya. Ia menanyakan apakah kami sempat ke misa semalam? We were to tired, jawabku. I know, saya juga hampir ketiduran di misa. Saya ke misa pukul 3 pagi, katanya.
Membuat salad

Tiba-tiba  Deary menggonggong keras. Seseorang mengetuk pintu. Ternyata ia adalah tetangga Mary Sue. Ia sedang membawa anjingnya kakaknya jalan-jalan ketika menyadari bahwa ia terkunci dari luar. Ia akhirnya ke rumah Mary Sue untuk meminjam telepon. Anjing dalam gendongannya tampak menggigil, ia pun tampak kedinginan. Karena tak ingin menganggu mereka saya memilih turun ke basement dan memandikan Ara. Sayup-sayup kudengar Mary Sue berusaha menghubungi kantor polisi untuk meminta bantuan.

Ara yang masih ingin bermain dengan Deary merengek ingin ke atas. Ternyata sang tetangga berusaha masuk lewat jendela. Ia meminta Mary Sue menjagakan anjingnya. Anjing kecil berbulu coklat itu bernama  Celia. Ia buta dan tuli. Karenanya tuannya meminta anjingnya dijaga selagi ia berusaha membuka pintu rumah. Saya menemani Mary Sue menjaga Celia. Dari ceritanya saya tahu bahwa Deary dan Celia berteman baik. "Deary also my friend. She is 7 years now. Old enough for a dog. She is just like me. We just like best friend. Deary and Celia always pee together. i think that's what best friend do" katanya sambil tertawa. "Yes, friends are sharing everything" kataku.
"I and Deary just like old friends. We always sleep together" katanya lagi.
Makan siang bersama

Untungnya pemilik Celia berhasil masuk dan membuka pintu rumahnya. Ia pun mengendong Celia sambil berkata " Thank u. I can't opened my door without ur help" katanya pada kami. Duh, orang-orang disini kalo ngomong menyentuh banget ya sampe ke hati. Saya pun menemani Mary Sue berjalan-jalan. Dengan alat bantu penopang tubuhnya yang beroda dia berjalan menyusuri jalan depan rumahnya. Ia bercerita bahwa ia menderita sebuah penyakit otot di paha kakinya. Ia harus melakukan suntikan seminggu sekali sebagai perawatan. Ia melakukannya suntikan sendiri dan  sudah dijalaninya selama dua puluh tahun. Ia melatih ototnya dengan berolah raga. Berjalan-jalan keliling kompleks. Ia menyakini bahwa tetap beraktivitas adalah kunci kesehatannya. Tiap pagi ia akan memunguti koran tetangganya dan menyimpannya di beranda. Ia juga berkata untuk ketenangan dan kesehatannya, ia banyak berdoa. Doa membuatnya menjadi sangat tenang dan lepas dari stres.

Setelah kami jalan-jalan, kami singgah di rumah Emily. Kebetulan pagi itu Emily dan Erick sedang sarapan. Emily menawarkan saya scramble egg. Saya pun tidak dapat menolak. Saya bercakap-cakap dengan Emily dan Mary Sue. Emily bercerita tentang ponakannya yang mendapatkan tiket murah ke Ice land. Kami pun menjadikan globe sebagai peraga untuk tahu dimana Ice land. Saya pun menunjukkan di mana Indonesia. Ketika melihatnya, Mary Sue kemudian berkata "No wonder u said that everytime is summer". Indonesia dilewati garis ekuator a.k.a khatulistiwa :D.

lilin-lilin  gereja
Ara duduk tenang memakan scramble eggku. Deary entah kemana bermain. Kak Yusran tiba-tiba datang. Emily pun memintanya sekalian memanggil Mas Yearry dan Mbak Dessy untuk sarapan di rumah Emily. Saya menemani Emily mempersiapkan sarapan. Emily seperti halnya Mary Sue, sama-sama menyenangkan diajak ngobrol. Meskipun kadang kami tidak saling mengerti bahasa. Tapi dia mau mendengarkan apa yang saya bilang. Kalo nda mnegerti kadang ia berkata " i don't know what u talking".

Selesai sarapan kami menuju gereja untuk mengikuti misa. Ini pertama kalinya saya ikut misa. St. Andrew Church adalah gereja katolik yang menjadi gereja dimana keluarga Erick turun temurun melaksanakan misa natal. Tradisi ini berlangsung sudah ratusan tahun. Jemaat gereja tengah beribadah ketika kami masuk gereja. Paduan suara mengalun merdu dipandu oleh Father Waller. Waller mengenakan jubah putih mirip jubah Paus. Bernyanyi beberapa lagu dan kemudian berkhotbah. Ara mulai tidak sabaran. Sesekali berteriak keras bahkan menangis.
bersama Father Waller

 Untungnya di sampingku ada seorang anak kecil berusia 6 tahun bernama Quinn mau menemaninya bermainnya. Meminjamkan Nutcrackernya untuk Ara pegang.  Hingga misa selesai ia tidak lagi menangis-nangis. di akhir misa, ada ritual memberikan roti dan minuman kepada para jemaat. Ini dimaksudkan seperti Isa yang memberikan pelayanan kepada murid-muridnya. Saya ikut dalam barisan tapi memilih untuk tidak memakan roti dan meminum dari cawan. Sebelum misa berakhir para jemaat menyanyikan "Joy to The World" dan kemudian bersalam-salaman mengucapkan Peace be upon to you dan Merry Christmas.

Seperti halnya selesai lebaran, makan bersama adalah salah satu hal yang paling ditunggu. Emily membuat sweet potato. memanggang kalkun, mashed potato, puding jagung, kue kering, dan salad. Saya membantu membuat saladnya. Kembang kol, bayam, paprika, dan tomat. Cincang-cincang dan aduk sampai bercampur. Jadi deh. Tambahkan mayonaise atau yang cream lainnya. Enak. Saya menjadikan salad sebagai menu amerika favorit saya berikutnya.
Membuka kado natal

Sambil menunggu Donald, kakak Erick, kami membuka kado. Wah, kami mendapatkan kado natal. Senangnya. Ara dapat boneka, saya dapat cokelat, dan Kak Yusran dapat buku cerita :D. Duh, senangnya. Kami pun memulai makan siang setelah kakak Erick datang. Makan siang yang menurutku cukup resmi karena menggunakan silverware dan menyalakan lilin. Hehehe.

Sarah, Ara's Christmas present

Selesai makan siang kami berbagi cerita. Kadang sekedar mendengarkan Erick dan keluarganya bercerita. Sesekali menimpali. Saya serasa berada diantara keluarga sendiri. Sangat akrab dan berbagi cerita. (*)


Comments

  1. Replies
    1. Makasih kak :) Apa kabar? Masih di Abudhabi?

      Delete
    2. iya, masih....baru 2tahun dari target 10tahun...hahhaa..

      Delete
    3. masih, baru 2tahun dari target 10tahun
      hahaha

      Delete
    4. Selamat menikmati abudhabi kak :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar