Skip to main content

Sedikit Jeda

Apa yang membuat orang istimewa? Pertanyaan itu selalu kutujukan buatku. Apa yang membuat saya istimewa? Saya selalu memandangi hidup orang-orang di dunia maya. Melihat status atau tweet yang mereka tulis. Membayangkan begitu asyiknya kehidupan mereka. Berkicau sedang berada dimana, ngetwit tentang tempat indah yang mereka kunjungi. Mengupdate status berbahasa Inggris dengan grammar yang begitu baik. Menyuarakan pendapat yang menurutku kelihatan cerdas. Mengupload foto-foto yang mereka lakukan. Ngelink tulisan atau cerpen terbaru mereka di blog. Saya bahkan kadang bermimpi "what if".  Bagaimana jika saya yang menjadi mereka dan mereka menjadi saya. Bagaimana jika saya juga seperti mereka. Bagaimana jika saya berteman dengan mereka. Ikut berpartisipasi dengan kegiatan yang mereka lakukan. Dan ribuan bagaimana jika yang membawaku melihat diri saya sebagai orang yang sangat biasa yang tidak memiliki sesuatu yang istimewa.

Saya kadang membayangkan memiliki kekuatan supranatural. Jika boleh memilih yang saya inginkan adalah kekuatan untuk tidak terlihat dan membaca pikiran. Saya ingin membaca pikiran orang-orang di sekitar saya. Ingin mengetahui bagaimana cara pandang mereka terhadap saya. Bagaimana pikiran mereka terhadap dunia di luar mereka. Bagaimana menjadi mereka dalam diri mereka. Menjadi tidak terlihat agar bisa duduk memperhatikan wajah-wajah yang ingin saya perhatikan tanpa perlu mereka memandang balik ke arah saya. Saya ingin memperhatikan aktivitas mereka. Melihat orang-orang yang bergerak di sekitarnya dan melihat bagaimana ia merespon dunia luar.

Ini mungkin pengaruh karena saya terlalu banyak membaca buku dan menonton film imajinatif. Saya terlalu menyukai Harry Potter, sekalipun sebagian otak saya berpikir bahwa "magic" adalah sesuatu yang hanya ada imajinasi para penulis dan pembuat film, tapi sebagian dari otak saya percaya bahwa "magic" itu ada. Saya seperti membangun ruang di otak saya dimana segala keajaiban itu di terima di sana.

Tapi realitas tak pernah semudah menjentikkan tongkat ajaib. Bahkan Harry Potter pun perlu mati untuk menaklukkan Voldemort.  Butuh keberanian lebih dari Harry Potter untuk menaklukkan diri sendiri. Menaklukkan rasa minder, menaklukkan hati untuk bersyukur terhadap segala hal yang dimiliki. Menyadarkan diri bahwa sejatinya ia istimewa.

Mungkin otak terlalu banyak berisitrahat. Mungkin otak perlu sedikit diperas agar tidak menjadi mesin tua. Ia perlu banyak berpikir. Berlari ke ruang di dalam otak dimana keajaiban hidup di sana, menjadi tidak terlihat dan mengerjakan hal-hal yang menyenangkan di sana.

Mungkin saya perempuan biasa, tapi memiliki Ara menyadarkan diri saya begitu istimewa.

Pagi di Athens (11 Desember 2012)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...