Skip to main content

Parkersburg di Suatu Sore

Gerbang West Virginia
Matahari minggu siang bersinar cerah. Hangatnya menyentuh bumi yang masih berlapis sisa salju kemarin. Mencoba melelehkan sisa es yang menutupi Athens. Saya dan beberapa teman Indonesia tak menyia-nyiakan hari ini. Hari cerah dan ini adalah musim liburan. Kami ke Parkersburg, West Virginia. Jaraknya dekat dari Athens, Ohio. Hanya butuh 45 menit berkendara.

Parkersburg salah satu kota terbesar di West Virginia. Di tahun 1857, Parkersburg dilewati rel kereta api Batlimore and Ohio Railroad. Rel kereta api ini memiliki peran penting di masa perang saudara. Sebagai transportasi dan juga mengangkut bahan obat-obatan. Rel kereta api ini pula yang digunakan untuk mengangkut gas dan minyak setelah masa perang.

Old Rusty machine

Langit mulai jingga saat kami memasuki Parkersburg. Bangunan padat menjadi penanda kota berdiri rapat. Jalanan sibuk dengan mobil berlalu lalang. Kami mengunjungi museum oil dan gas. Museum mengoleksi mesin-mesin tua yang cukup besar. Beberapa disimpan begitu saja di halaman museum. Baja besar, karatan, dan yang pasti berat. Tak ada yang mempreteli besi tua itu sekalipun dionggok begitu saja depan museum.

Oil and Gas Museum

Museum oil dan gas menempati satu bangunan tua di Parkersburg. Biaya untuk masuk perorang adalah $3 sedangkan untuk anak-anak $2. Pukul 4 sore, museum masih buka. Namun kami tidak menemukan penjaga di loket karcis sekalipun kami mencari hingga ke berbagai ruangan di bangunan itu.

Pemandangan di dalam museum juga dipenuhi mesin-mesin tua. Timbangan, pompa, dan segala macam mesin yang saya nda ngerti apa tujuannya. Remang-remang menjadikan suasana museum makin suram dan menakutkan. Kurasakan Ara mencengkram bahuku kuat-kuat saat kugendong. Saat mengintip ruangan yang lebih dalam lagi, dia merengek ketakutan. Pelang-pelang seperti penanda penempa besi yang sering saya lihat di film-film koboi tergantung di kuseng pintu. Segala dari masa lalu ada di sini, pikirku.

Suram membuat suasana makin mencekam. Tak ingin berlama-lama rasanya di museum itu. Entah, seperti ada yang membuat bulu kuduk berdiri tegak. Kami pun meninggalkan museum setelah menyimpan uang donasi. Sebelum mobil yang kami tumpangi melaju, sekelebat bayangan pak tua dengan rambut putih mengintip dari kaca pintu. Hihhh!!!!!!

                                                                        ***
ornamen natal

Tujuan utama ke Parkersburg adalah berbelanja dan liatin mall. Enam bulan di Amerika dan saya belum pernah melihat mall. Aneh juga rasanya menyadari saya kangen mall. Kami berbelanja di Gabriel. Tempat belanja baru yang sangat murah. Baju seharga $1 bisa ditemukan di sini. Tapi saya malah suka berbelanja di Craft 2000. Toko yang isinya segala bahan untuk kerajinan tangan. Duh, gatal rasanya tanganku membeli benda-benda lucu dan imut. Saya berhasil membeli ornamen natal yang lucu. Harganya tak cukup $5 . Bakal saya gantung di kamar buat Ara.

Yarn

Setelah di Gabriel, kami pun makan malam di restoran China. Restoran China ala Buffet. All u can eat.Tipe restoran favoritku. Makan sepuasnya. Saya makan sepuasnya lah. Makan nambah dua kali. Nambah cemilan, buah, dan es krim. heheheheehe. Daripada nyesel sudah bayar $10 tapi ga puas, mending dipuas-puasin.
Manjat-manjat

Grand Central Mall, Parkersberg

Terakhir, kami mengunjungi Mall. Duh, senangnya. Akhirnya bisa liat mall juga setelah berbulan-bulan cuma liat Walmart. Namanya Grand Central Mall. Banyak lampu-lampu, toko-toko, dan orang ramai. Inilah definisi mall dalam kamusku. Ada Mall di Athens, tapi sepi banget. Nda ada orang.
Picture group minus Daddy

Ara juga senang, main-main di tempat bermain. Tidak lagi menunjukkan muka ketakutan seperti di museum. Untungnya kali ini di mall saya nda mengeluarkan teknih the art of shopping. Standar bayarnya adalah dollar dan harganya selalu dua digit. Hih...no need deh. Kalo pulang ke Indonesia sibuk kepak dan angkat barangnya. Hihihihii. (*)

Comments

  1. Huaaaah.. jadi ngebayangin suasana museumnya yang serem gitu deh. Aku juga pernah tuh mampir ke makam raja di Swedia, baru masuk udah langsung ga betah.. ngabur keluar lagi.. ahahaha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyyaaa nih. serem banget museumnya.Nda lagi deh. Hih!!!

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone