Skip to main content

Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Hal 151-152 (Dee)

……..

“Aku mencintaimu.Terlalu mencintaimu. Kamu tidak akan pernah tahu berapa besar perasaan ini….”
Isakan ini malah menjadi. Perasaan ini cukup besar untukku kuat berjalan sendirian tanpa harus kamu ada”.

Terdengar suara menelan ludah.”tidak akan mudah, tapi aku tidak mau membuatmu tersiksa lebih lama lagi. Hanya saja, tolong…”napas itu tercekat, “jangan menangis lagi. Aku sudah terlalu sering mendengar kamu menangis diam-diam, dan itu sangat menyakitkan. Aku mohon”.


“Lama aku berusaha menyangkal kenyataan ini, tapi sekarang tidak lagi. Kamu memang pantas mendapatkan yang lebih. Maafkan aku tidak pernah menjadi sosok yang kamu inginkan. Tidak menjadikan pernikahan ini seperti yang kamu impikan.Tapi aku teramat mencintaimu, istriku…atau bukan. Kamu tetaplah Rana yang kupuja. Dan aku yakin tidak akan ada yang melebihi perasaan ini. Andaikan saja kamu tahu.”


Kalimat itu membawa Rana ke dimensi yang sama sekali lain. Menggerakkannya untuk melihat wajah pria yang dinikahinya tiga tahun lalu dengan pandangan baru, tidak lagi tawar. Ada satu makna yang secara aneh terungkap, cinta yang membebaskan.

Ternyata Arwin yang punya itu.Bukan dirinya,bahkan buka pula kekasihnya.
Giliran Arwin yang terhenyak ketika istrinya malah menghambur jatuh mendekapnya. Rasanya itu bukan pelukan perpisahan, namun sebaliknya pelukan seseorang yang kembali. Di dalam sarang kecilnya yang pengap, Rana justru mendapatkan makna kebebasan. Ia terbang…pada saat yang sama sekali tidak diduganya.

(Sangat suka bagian ini dalam buku Supernova I. Dee Keren Sekali!!!!!)

Comments

  1. Mba klo mau cari buku ini kemana ya?
    saya sudah coba cari" disini tapi g dapet"..
    Mungkin mba punya temen ato mba mau berbaik hati untuk meberikan (tidak cuma - cuma) pada saya :'(

    ReplyDelete
  2. Anonymous8/22/2011

    Maaf, bukunya jg sy koleksi.mungkin bisa pesan di toko buku online. Setahu saya buku ini di cetak lagi.ato langsung tanya via twitter ke mbak @deelestari.semoga dpt bukunya.(Dwi)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...