Skip to main content

Iluminasi : Hitam atau Putih

Mbak LiFe dan Buku Iluminasi (Dari Fb Mbak Lisa)
Hitam atau putih? Kamu memilih yang mana? Apakah ia hanyalah sekedar warna? Atau ia adalah sesuatu di balik makna itu? Apakah hitam selamanya buruk. Dan putih berarti suci? Tak pernah kah kamu berpikir bahwa keduanya hanyalah sebuah kesepakatan. Satu abadi dan satunya lagi mengaburkan? Tahukah kamu yang mana diantaranya?


Pertentangan hitam dan putih ini kujumpai dalam lembar-lembar novel iluminasi karya Lisa Febriyanti. Novel yang aku beli karena tak sengaja menemukan blog pribadi Mbak Life (Panggilan akrabnya) dan tercengang dengan cara penulisan cerita serta diksi-diksi yang dia pakai.


Dan ekspektasiku tak salah. Kecerdasan dan keluwesannya mengaduk kata menjadi kalimat yang berkualitas namun penuh metafora terlukis dengan indah di iluminasi. Aku menemukan tak hanya cerita yang unik, kalimat-kalimat metafora dengan puluhan kata yang mungkin jarang aku pakai, dan juga tentang penjelasan tentang semesta dalam sebuah logis dan ketidaklogisan.


Ardhanaresweri,tokoh sentral dalam novel ini. Ia yatim piatu. Sendirian. tertutup. Ia adalah manusia ordinary dengan mimpi-mimpi yang sering menjadi kenyataan. Hingga suatu kelak ia bertemu dengan Shaman, pria dari kelompok White light yang menunjukkan kepadanya bahwa ia adalah manusia eskstrordinary. Ia dan pendulum warisan Omanya menyimpan sebuah misteri yang hanya ia mampu pecahkan. Namun, kelompok manusia-manusia istimewa itu tak hanya satu. Pure Black pun menginginkan pendulum tersebut.


Membaca novel ini mengingatkan aku pada film X Man. Orang-orang yang di beri anugerah tak biasa melebihi orang pada umumnya. Anugerah itu melekat di DNA mereka. Dan akan turun temurun hingga anak cucunya kelak dengan proses mutasi yang berbeda. Di dalam buku ini aku menemukan manusia bersayap, manusia api, manusia dengan kemampuan telepati, telekinesis, terbang, menyerupai bungling, penyembuh, dan banyak lagi.


foto : fikfanindo.blogspot.com
Membaca novel ini juga membuat aku kembali mempertanyakan sebuah dunia di luar logika manusia. Mempertanyakan sains tentang penjelajahan wktu, dimensi di atas dimensi ketiga yang manusia tempati sekarang. Mempertanyakan tentang kemungkinan-kemungkinan lain tentang hidup yang ada diluar keseharian yang aku alami.Novel ini tidak hanya kaya dari segi sains dengan diskusi tentang fisika modern dan teori relativitas khusus dan lengkungan waktu. Namun ia juga sarat dengan nilai filisofi tinggi tentang manusia. Tentang sebuah titik evolusi kehidupan dimana tak ada lagi peperangan dan dunia menjadi sebuah energy positif.


Mbak LiFe sangat ahli meramu semuanya dalam novel ini. Tak lupa dibumbui dengan romantika antara berbagai tokoh. Jangan pernah berasumsi tentang ending novel ini. Karena pada akhirnya asumsimu mungkin berbeda dengan pengarang. Banyak kejutan yang ditawarkan. Mbak LiFe memaksa pembaca dengan cara yangbegitu lembut untuk turut sesuai pemahamannya. Dan hal itu membuat novel ini menjadi sangat menarik.


Diksi-diksi di buku ini membuat aku meleleh. Selain itu ketertarikan romantis antara berbagai tokoh dituturkan dengan begitu halus. Tidak berlebihan namun mampu membuat hati terenyuh. Mungkin karena Mbak LiFe adalah perempuan sehingga koneksi pada scene-scene romantisnya sangat khas perempuan. Aku pun sering menemukan cara-cara seperti ini pada pengarang seperti Dee, Mbak Sanie B Kuncoro, Farah Hidayati. Faktor yang lain, adalah karena aku adalah perempuan. Sehingga aku gregetan dengan cara yang Mbak LiFe sampaikan.


"Kau menyayangimu sebagai apa?"
"Sebagai seseorang manusia istimewa yang kan mendedah takdir.Perempuan yang tak mungkin menjalani ini sendiri. Rasa sayangku membebat untuk melindungi. Maafkan, aku tak mampu memberimu lebih, walaupun aku ingin" (Hal 335)


Mungkin aku tak begitu mengenal Mbak Life, namun membaca novelnya dan mensinkronkan dengan tulisan-tulisan di blognya maka aku pun menemukan beberapa sisipan kesukaannya di novel ini. Tentang warna hitam yang ia sukai dan juga film City of Angels tentang malaikat dan keabadian.


Ending novel ini cukup mengejutkanku. Namun, sebagai pembaca aku bersepakat dengan pengarang bahwa ending itulah yang paling bijak. Ada sebuah cerita yang menggantung di ending ini. Mungkin sebuah pemantik bahwa aka nada buku kedua dari novel ini. Mengutip sebuah kalimat dalam novel ini, sesungguhnya jika sesuatu berakhir, maka ia adalah awal dari yang lain.


Selesai membaca buku ini aku tersentak. Aku tiba-tiba teringat pada mimpi-mimpi yang kualami dan menjadi kenyataan. Mungkin aku adalah manusia istimewa yang belum terbangkitkan? Hmmm…jika benar, aku akan mengganti namaku menjadi Peri Biru…(*)

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...