Skip to main content

Pisang Ijo Penuh Drama



Kuliner dari Makassar yang satu ini adalah kuliner yang lumayan susah saya taklukkan. Padahal setiap bulan puasa waktu kecil, saya membantu mama membuatnya untuk ta'jil. Yup, pisang ijo atau yang lebih dikenal dengan nama es pisang ijo. 

Makanan khas Sulawesi Selatan ini agak ambigu. Di daftar menu di warung-warung Makassar ia selalu ditempatkan pada deretan minuman. Sedangkan secara de facto dirinya adalah makanan. Maka saya bingung ketika orang memesan makanan utama kemudian memesan es pisang ijo sebagai minumannya. Buat gue kuliner ini masuk kategori makanan. 

Beberapa evolusi yang menyebabkan ia dikategorikan sebagai minuman adalah pertama, penambahan kata "es" di depan namanya. Kalo di  Bengo, kampung saya, dan tradisi yang ada dikeluarga saya pisang ijo adalah pisang ijo tanpa penambahan kata es. Kedua, semakin komersil kuliner ini berbanding lurus dengan jumlah esnya. Di kampung mamaku biasanya menyajikan pisang ijo, kuahnya, dan sebongkah es batu kecil. Hanya sekedar untuk bikin dingin. Kuahnya tetap kental dan terasa gurih. Nah, di dunia perdagangan esnya semangkok gede. Trus kuahnya dikit. Lama-lama encer deh kuahnya. Jadinya kayak minuman. Evolusi ketiga, karena atas dasar kesimpelan, ketidakrepotan, dan kemudahan maka dalam jual menjual pisang ijo, tidak lagi menggunakan mangkok atau piring. Tapi gelas plastik yang gampang buat take away. Pisang ijonya dipotong-potong, tambahkan kuah, sirup, susu, es, bungkus deh. Karena evolusi ini pulalah membuat esksistensi sebagai minuman menjadi begitu kuat. 

Membuat pisang ijo ini gampang-gampang susah. Gampang karena aku sering liat mamaku masak. Set--set--set---jadi deh. Susahnya adalah kalo dibikin sendiri dan kemudian nyampur-nyamput ga jelas kadang salah. Beberapa kali saya gagal membuat pisang ijo. Oh iya, sebelum lupa saya mau menjelaskan ada dua kategori pisang ijo. Pisang ijo dadar dan pisang ijo kukus. And FYI pake kata ijo ya, bukan hijau. 

Mamaku selalu membuat pisang ijo dadar. Maka ketika datang ke kota dan diajak sama pacar makan pisang ijo di Jl.Cendrawasih, Makassar saya agak kaget melihat sajian pisang ijo berbentuk pisang dan dikukus. Ini jenis baru? Ternyata ada dua cara membuat kulit-kulit ijo si pisang itu. Pertama dengan di dadar, kedua di kukus. Yang mana yang gampang? Dua-duanya gampang-gampang susah.  


Waktu pindah ke Bogor dan suami pengen banget makan pisang ijo, maka saya memberanikan diri membuatnya. Masa sih bisa gagal, kan udah berkali-kali liat cara bikinnya, pikirku optimis. Kenyataannya? Kulit pisang ijo yang aku dadar ga jadi-jadi. Melengket di teflon. Entah terigu, tepung beras, atau si teflon yang salah. Berikutnya si kuah itu. Kebanyakan tepung membuatnya kental, kering, dan aneh. Untungnya suami bukan tukang nyinyir ya, meski salah bikin dia tetap makan dengan tabah. 

Kali kedua saya mencoba membuat lagi. Karena dengan cara dadar saya gagal, maka saya memilih cara di kukus. Browsing resep, dibaca, dan dianggap gampang, saya kembali mengolah tepung untuk membuat kulit pisang ijo. Dan...eng...ing...eng...gagal total pemirsa. Kulitnya meleleh. Masih basah. Menyedihkan melihatnya.

Nah, tiga hari yang lalu saya dapat tugas (baca :dijebak) membuat pisang ijo oleh ibu-ibu komite di Sekolah Ara dalam rangka acara Muharram. Awalnya gue pengen nolak, tapi ibu ketuanya gigih merayu, terpaksa gue luluh. Tiga hari sebelum acara saya sudah mempersiapkan diri. Perlu latihan sebelum mengeksekusi. Dan ternyata latihan benar-benar membantu. Karena di saat latihan, sekali lagi kulit dadarnya ga berhasil-hasil. Setelah konsultasi dengan kakakku via BBM dia ngasih saran supaya beli teflon baru. Ternyata setelah ganti teflon, kulit dadarnya berhasil. Yeeiiii!!!!! Rasanya kayak naik di panggung motoGP setelah menang race. Dan sehari sebelum acara saya berhasil membuat 34 gelas pisang ijo. Lengkap dengan susu dan sirup Marjan -karena sirup DHT tak dijual di Indonesia barat-. Pisang ijo terbanyak sepanjang sejarah karir kuliner saya.   


Beberapa hari sebelumnya, saat iseng kepoin orang di facebook saya menemukan cara tepat membuat pisang ijo kukus. Karena level keberhasilan dari membuat pisang ijo sebelumnya lagi tinggi, maka saya memberanikan diri membuat versi kukusnya. Finally...Thank God...pisang ijo kukusnya berhasil. Kuncinya adalah pada pembungkusan pisang saat sedang dikukus agar tidak terkena uap air. Rasanya bahagia bener. 

Terlebih lagi seloyan kecil es batu berhasil membeku di kulkas. Sempurna sudah sebuah pencapaian. Sayang tak ada sirup DHT yang menjadi cherry on top. But somehow saya sudah akrab dengan rasa Marjan Coco Pandan plus susu sebagai pemanisnya. Kalo kamu datang ke Bogor dan berkunjung ke rumah, saya siap membuatkan es pisang ijo plus Coto Makassar. Hehehe. 

Bogor, 25 November 2015

Comments

Popular posts from this blog

my homework

I got homework from my mentor in Briton “if you can choose your couple, what things considering to fulfill it? I don’t know, but I really like this homework. It’s different from many kinds of homework some days ago. What things considering?mmmmm……it’s hard. But actually isn’t hard. I always discuss about this with Mr. Yusran Darmawan. I always ask him what the criterias of the girl that looking for. And he also ask me with the same question. And if he ask me, I always answer it with this “first, I want someone who have a high Quality IQ. I wanna that men become my partner of my discuss. I like asking about everything, so I must find someone who can answer all my questions. spesific for my knowledge focus. Second, I want some who can also make me laugh when I’m sad. Someone who always give support when I’m give up. Someone who can be so adult when I become childist. Three, I want someone who more adult than me. Maybe more 2 years older than me. Because I always think that I...

We Spent Time Together

For many days, I never hanging out with my daughter Ara, never walking around Court Street and doing sight seen. Winter season was very cold. I couldn't stand outside without wearing winter coat and feeling frozen. It was also hard for Ara to go outside when she felt uncomfortable with her big winter coat. That’s why I stayed at home and played with her in my comfy apartment to watch snowflake fallen from the sky. We felt warm. Flour power cupcakes Yesterday was a breezy sunny day. The wind was cold, but the sunlight kept me feel warm. I went to OU-mini farmer's market in OU Howard Park, near the green statue. There were a lot of local vendors. They sold many things such as bakery, cake, pretzel, jellies, and many more. At the first time I just planned to sight seen, until I met the lady who sold flour power cupcakes.  I bought her brownies. When I saw cupcake, I suddenly remembered that I ever read information about these cupcakes in B Magazine. ...

Di Braga Saya Jatuh Cinta Pada Bandung

Hampir 10 tahun tinggal di Bogor, sepertinya hanya tiga kali saya ke Bandung. Di tiap kedatangan itu Bandung selalu memberikan kesan tersendiri buat saya. Kali pertama ke Bandung, tahun 2013. Kala itu belum pindah ke Bogor. Saya, suami, dan Ara yang masih berusia 3 tahun menghadiri acara nikahan teman di Jogjakarta. Ala backpacker kami lanjut naik kereta ke Bandung. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama yang bikin pantat tepos. Belum lagi sambil momong anak yang pastinya ga begitu nyaman duduk di kereta. Dalam kelelahan kami menjelajah Bandung. Belum ada gocar atau grabcar kala itu. Seingatku kami hanya ke gedung sate. Itu pun sambil jalan kaki. Bandung ini first impression tidak berhasil membuat saya kagum. Kami ke Cihampelas Walk. Selain malnya yang berkonsep eco friendly, tidak ada yang istimewa. Bandung failed to make me wowing.  Perjalanan kedua kala Anna hampir dua tahun. Pakai mobil via Cianjur. Berangkat jam 5 pagi. Ketemu macet di Cianjur. Jam masuk kerja para peg...