Skip to main content

Aku dan Bola

Bermai sepakbola itu tidak gampang. Bagaimana menghentikan bola yang bergerak cepat. Bagaimana menahan bola dan menendangnya ketika ia bergerak ke arahmu. Belum lagi sakitnya ketika bola berkecepatan tinggi itu harus kau sundul dengan kepalamu.

Saya pernah merasakan bagaimana sakitnya terkena si gundul itu. Waktu itu pelajaran olahraga di SD. Guru olahraganya menendang bola dan tak sengaja mengenaiku.Sakitnya minta ampun. Rasanya semua badanku remuk. Saya sejak itu bertekad tak pernah lagi menyentuh olahraga yang berhubungan dengan bola.

Malam ini saya menonton Final AFF 2010. Indonesia vs Malaysia. Malaysia telah unggul 4-0 sejauh ini sejak laga pertama di Bukit Jalil dan kemasukan 1 gol lagi di laga ini. Saya mengintip facebook. Semua memaki. Mengeluarkan kata-kata kasar bahwa mereka bermain dengan sangat bodoh.

Saya yakin mereka, Tim Indonesia telah melakukan yang terbaik yang mereka bisa. Semua telah mereka curahkan. Kita yang hanya menonton tak pernah tahu bagaimana ketegangan di lapangan hijau itu. Saya yakin ke 11 orang pemain Indonesia penuh tekanan. Untuk menang, untuk tidak tunduk dan malu di negaranya sendiri.

Kita hanya mampu mencari kesalahan. Mengeluarkan banyak sumpah serapah. Penonton adalah pemain ke 12 dalam sebuah tim. Apalagi ini di Indonesia. Dimana segala bentuk kekecewaan bisa menjadi sebuah boomeranng. Kadang para pemain ke 12 meninggalkan pertandingan sebelum laga selesai.

Hari ini besar harapan saya ikut berteriak Gol dan merayakan sebuah suka cita. Namun sepakbola adalah sebuah game. Beberapa menit terakhir mampu mengejutkan namun kadang juga mampu ditebak. Baru-baru ini Muhammad NAsuha melayangkan gol. Satu sama sekarang .Jurang nilai masih besar. Namun, saya melihat inilah pertandingan bola sebenarnya. Mereka menikmati permainan itu. 

Berhentilah menberikan penghakiman-penghakiman yang menjatuhkan. Mengapa kita tidak menikmati apapun itu  yang terjadi. Malam ini saya melihat sebuah pertandingan cantik dari Indonesia. Aku mencintaimu...


Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...