Skip to main content

Di Jakarta Selatan, Saya Bertemu Kawan

Jakarta adalah kota yang tak terprediksi. Macet dan segala kesibukan yang tak terprediksi kadang membuat seorang kawan tak bisa bertemu kawannya yang lain. Saya bersyukur tinggal di Jakarta Selatan selama beberapa hari ini. Saya menemui banyak kawan yang ternyata berkantor di sini atau bertempat tinggal di jakarta Selatan.

Saya bertemu kawan-kawan yang jarang aku temui. Adalah Pejaten Village (Penvil), sebuah mall dibilangan Jakarta selatan yang dapat saya jangkau dengan busway 15 menit dari Ragunan, tempat tinggalku. Menjadi tempat janjian dan bertemu banyak kawan. Pertama-tama saya bertemu Abang Joy. Rumahnya jauh dari tempat tinggalku, tapi kantornya pas depan Pejaten Village. Duh, senangnya. Bisa gampang janjian meski saat ngantor. Kedua saya bertemu Kak Danny yang akrab saya panggil Om Dan, teman kantor waktu di Bank Mega Bone. Senang rasanya bisa kembali bertemu dan bernostalgia tentang kantor dulu. Menertawakan segala hal konyol dan aturan-aturan yang sering kami langgar.

Kemudian, saya bertemu Alim, sepupu satu kali. Lagi-lagi di Pejaten Village. Dia belum pernah bertemu Ara. Jadinya, ini semacam pertemuan pertama dan juga saling mengucapkan selamat jalan karena ia hendak ke Australia. Selanjutnya bertemu Kak Tiur, Kak Ira, Kak Desan, Kak Ochan, dan River di Pejaten Village lagi. Tema obrolan adalah keluarga. Saya benar-benar sudah 26 tahun. Pejaten Village itu serasa toko serba ada yang selalu saya samperin tiap hari.

Tapi tak hanya di Penvil yang menjadi tempat bersua. Saya pun mengunjungi tempat lain. Ditemani kak Adi, naik motor keliling Jakarta. Mengambil visa di RPX kemudian mengunjungi Ataya dan Ayah-Ibunya. Anak kecil seumuran Ara yang lucu menggemaskan. Menjadi teman main Ara. Masih ditemani Kak Adi, ke rumah Achie bertemu adek Cani dan Kak Gun. Di sana bertemu juga dengan Santi. Lagi-lagi temanya seputar anak. Secara semua sudah jadi emak dan Santi yang sedang mengandung. Saya tak pernah membayangkan pada akhirnya kami berkumpul dan mengobrol tentang anak. Empat tahun lalu kami berkumpul, bergosip, saling tanya catatan kuliah, contek-contekan tugas, dan sibuk kerjain mahasiswa baru. Sekarang, temanya udah mama-mama aja.

Saya pun bertemu dengan Mbak Lintang, Mas Indra, dan Sofie. Teman sesama Kompasiana. Pertama kali bertemu dua tahun lalu saat Ara masih bulan pertama di kandungan. Tau-tau ketemu, eh Ara sudah setahun. Sofie pun sudah jadi gadis cantik. Padahal waktu awal ketemu dia masih anak kecil yang belajar jalan. Waktu berjalan begitu cepat.

Saya beruntung bertemu mereka. Mereka yang meluangkan waktu untuk bersua dan berbagi cerita. Mentraktir dan memberikan mainan serta hadiah. Saya merasa bersyukur memiliki kawan-kawan seperti mereka. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagian seperti ketika mereka memberi saya dan Ara kebahagiaan. Amin.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. Sangat menyesal ketika kamu ke Jakarta saat hendak berangkat ke Amerika kita tak bertemu. Padahal saya sangat ingin ketemu Ara kecil sebelum dia dia pergi menemui ayahnya. Andai saya tahu saat itu Dwi ada di Jakarta, saya akan usahakan untuk menemui kalian berdua.

    Kini kalian telah terbang begitu jauh, entah kapan lagi aku akan sempat bertemu dengan kalian, terutama si kecil Ara, yang sudah bagaikan cucuku sendiri, walau belum pernah bersua sekalipun...

    Salam untuk kalian bertiga, semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi selama kalian berada jauh di rantau orang...

    Salam
    Dian Kelana

    ReplyDelete
  2. @ bang dian : maafkan bang. Saya cuma ketemu sama mbak lintang dan keluarga. Nanti kalo kami pulang Juni tahun depan dwi akan kontak bang dian.

    Mohon doanya bang....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar