Skip to main content

Menikmati Dimsum Terakhir

Akhirnya saya mencicipi juga Dimsum terakhir buatan Clara NG. Buku yang selama ini direkomendasi oleh dokter Joko. Menurut Kak Joko (begitu saya memanggilnya), Dimsum terakhir milik Clara NG lebih "menggigit" dibanding Partikel karya Dee. Belum lama saya membaca Partikel. Selama ini yang membuat saya jatuh cinta pada Dee adalah pilihan-pilihan katanya yang selalu mampi membuat saya terjebak dan kadang suka mengulang kembali membuka halaman buku hanya karena ingin melihat kembali.

Saya agak sangsi jika karya Clara Ng lebih menggigit. Soalnya dua karyanya sudah saya baca (Utukki dan Gerhana Kembar) dan saya kurang puas pada keduanya. Mungkin juga karena penilaian saya terlalu subjektif. Saya menyukai Dee. Hampir semua karyanya dan bahkan mengidolakannya.

Nah, karena ingin membuktikan tanggapan Kak Joko, maka saya penasaran dengan Dimsum Terakhir. Setelah begitu sakaw karena kehabisan buku bacaan dan Ema dengan baik hati membelikan buku-buku pesananku, rasanya saya kembali bisa melanjutkan hidup (mmmm...bagian ini terlalu lebay). Baru kemarin saya memulai membaca Dimsum Terakhir, setelah beberapa hari berusaha mengedit kumpulan tulisan. Dan Dimsum terakhir berhasil membuatku terjerat hingga halaman terakhir.

Buku tahun 2005 ini bercerita tentang empat orang perempuan kembar yang begitu berbeda dengan profesi yang berbeda-beda. Siska, general manager perusahaan di Singapura, Indah, wartawan majalah remaja, Rosi,pengusaha bunga mawar, dan Novera, seorang guru di Jogja. Keempatnya harus pulang ke rumah dan berkumpul kembali karena papanya menderita sakit dan diprediksi tidak akan sembuh. Cerita pun bergulir pada lingkaran keluarga, masa lalu yang terkuak, keterbukaan untuk saling memahami, dan juga tentang pengakuan akan eksistensi serta penerimaan akan segala keadaan tanpa syarat. Buku ini tidak hanya bercerita keluarga Cina keturunan yang tinggal di Indonesia, tapi juga tentang kaum minoritas, perlakuan negara terhadap Cina keturunan, kaum perempuan, perbedaan ras, agama, bahkan masalah homoseksualitas.

Dimsum terakhir seperti menyajikan cita rasa yang berbeda dari cerita novel Indonesia pada umumnya. Clara Ng, penulis keturunan Cina ini berhasil menyajikan budaya Cina yang sangat jarang ditemui di novel-novel asli Indonesia. Kebudayaan Cina yang tidak lekang meski berada di Indonesia. Ia juga menuliskan bagaiman perlakukan yang diterima para kaum Tiong Hoa di Indonesia sekalipun mereka juga WNI. Dimsum terakhir semacam guide yang diramu menjadi novel untuk mengetahui kebudayaan cina itu sendiri. Clara Ng menyelipkan tradisi imlek, ritual agama, hingga makanan khas cina (selesai membaca buku ini saya jadi penasaran ingin mencoba memakan bacang).

Dari beberapa pembacaanku terhadap Clara Ng saya menyimpulkan bahwa penulis kelahiran 1973 sangat menyukai tema perempuan, kaum tiong hoa, dan juga homoseksualitas. Dia juga selalu menyisipkan tokoh pengarang dalam karakternya. Saya menemukan banyak persamaan ini dengan membandingan buku Gerhana Kembar dan Dimsum Terakhir. Bahasanya lugas. Kadang sedikit membingungkan dengan banyak karakter-karakter. Tapi Clara Ng mampu membuat pembaca tidak tersesat di dalamnya. Dimsum terakhir menyajikan sebuah novel yang berbeda dari novel kebanyakan. Citarasa yang berbeda layaknya resep baru yang berhasil diolah di dapur.

Diakhir halaman buku ini saya akhirnya membuat kesimpulan, bahwa yang diperlukan dalam hidup hanyalah sebuah pangakuan dan pemasrahan diri. Biarkan gerak menuntun ke arah mana. Yang dibutuhkan hanyalah pengakuan,tak peduli pada akhirnya harus bersama atau berpisah. Ah, Clara Ng membuatku melankolis. Rasanya selain bacang, saya ingin mencicipi dimsum hangat.(*)

28 Juli 2012, Selamat ulang tahun, Clara Ng
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Alas Kaki Nyaman, Hati Senang

  sumber foto : Facebook Be.Bob Kata seorang teman memilih alas kaki   sama seperti memilih pasangan hidup,   harus cari yang nyaman. Alas kaki nyaman buat saya adalah sandal jepit, tapi tidak semua kondisi pas dengan sandal jepit.. Saat kuliah saya pun dituntut memakai sepatu. Berhubungan karena ngekost maka alas kaki hendaknya memiliki syarat murah, kuat, dan tahan lama serta pas untuk model casual , feminine , atau sporty . Pilihan saya jatuh pada flat shoes . Karena kostku lumayan dekat dengan kampus, saya cukup jalan kaki. Sepatu yang saya kenakan harus bercumbu dengan berdebu dan beladus karena sinar matahari. Paling menyedihkan ketika musim hujan dan air menggenang, saya mengakalinya dengan jalan kaki menggunakan sandal jepit dan memakai sepatu saat tiba di kampus. Tak jarang saya harus menanggung malu karena persoalan alas kaki.  Pernah sekali saya diusir saat mengenakan sepatu sandal di perkuliahan yang dosennya mengharuskan menggunakan...

Nomaden

Ilustrasi Perlu mengalami kepergian untuk dapat meresapi sebuah kepulangan. Dan kadang kepergian itu serupa perjalanan tak tentu arah dan berpindah. Merasakan nomaden. Tak hanya nomad di alam materi namun juga di alam jiwa. Nomad serupa pengembaraan dimana kamu tak menetap di sebuah tempat. Kamu berpindah. Bergerak. Setiap hari adalah sebuah kepergian dan hidup adalah sebuah jalan yang perlu ditempuh. Seperti sebuah teka-teki labirin yang sering aku temukan di majalah atau bungkus kemasan makanan. Pertanyaannya adalah membantu sang tokoh kartun dari awal labirin untuk sampai dirumahnya dengan jalan berliku. Sangat mudah menebaknya. Otak jaman SDku mampu menjawabnya apalagi jika aku gunakan otakku yang sekarang. Yang telah dipenuhi hal-hal yang lebih rumit dari sekadar gambar labirin di majalah anak-anak. Labirin di majalah itu gampang. Aku bisa melihat semua kemungkinan jalannya. Jika aku tersesat aku dengan mudah untuk kembali ke awal dan mencari alterative lain. Namun soal tek...

Ketika Salju Kembali Turun

Salju kembali turun. Saya senang jika salju turun. Itu berarti saya bisa main-main salju lagi. Setiap kali salju maka ribuan khayalan yang ingin saya lakukan di benakku. Dulu saya belum sempat membuat boneka salju. Frosty selalu menjadi mainan yang asyik ketika musim salju seperti yang saya lihat di televisi. Dan kemudian saya ingin membuat Snow Angel. Berbaring di salju dan kemudian menggerak-gerakkan kaki dan tangan sehingga membuat saljunya membentuk malaikat lengkap dengan sayap. Snow Bird bikinanku Karenanya ketika salju kembali turun saya tidak lagi berniat narsis dengan foto-foto biasa di tengah salju. Saya mau buat Snowman dan membuat cetakan snow angel. Kali ini kaos tangan khusus salju menjadi senjata lengkap. Saya tidak ingin membuat tangan saya beku sebelum membuat boneka salju. Atau at least menyerupai boneka salju. Sebelum ke Athens, Ema sempat memberiku syal rajutannya. Kujanjikan padanya akan kukalungkan manusia salju yang kelak saya buat. Dan akhirnya saya memenu...