Jika ini adalah novel atau sebuah film, maka ketika tokoh utama mengalami perpisahan maka dengan serta merta ada sebuah adegan yang menjadi pelatuk yang membuatnya bisa move on. Sesuatu yang bisa membuatnya tak larut dalam sedih dan segera beranjak. Saya menunggu sesuatu itu. Ada jeda yang mulai terasa panjang disini. Jedanya seperti jerat tali yang kian menyesakkan. Saya tidak mau merasakan. Saya butuh adegan pelatuk itu. Adegan dimana ketika seorang tokoh utama dipermalukan oleh toko antagonis, maka serta merta ada teman-teman yang baik hati yang membelanya. Semacam itu yang aku inginkan. Tak perlu lah teman yang membela, hanya saja sesuatu yang bisa melepasku dari jeda panjang sebuah perpisahan. Sebuah kabar tentang kepergian. Tentang keberangkatan. Sebuah kabar yang bisa membuatku bergegas agar aku tak perlu diam terlalu lama dan membiarkan kesempatan pada mata untuk menangis.
Tapi ini bukan film. Ini bukanlah sebuah sinema yang selesai dalam dua jam. Rasanya ada yang belum selesai antara kita. Sesuatu yang telah kian lama harus terucap tapi selalu mampu tertelan kembali di ujung lidah. Ataukah ini belum selesai? Rasa-rasanya perpisahan dan kisah ini tetap sama horornya. Atau mungkin ini memang seperti film horor. Ya mungkin ini memang film horor. Cukup menunggu kapan sang hantu datang dan memberi kejutan.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tapi ini bukan film. Ini bukanlah sebuah sinema yang selesai dalam dua jam. Rasanya ada yang belum selesai antara kita. Sesuatu yang telah kian lama harus terucap tapi selalu mampu tertelan kembali di ujung lidah. Ataukah ini belum selesai? Rasa-rasanya perpisahan dan kisah ini tetap sama horornya. Atau mungkin ini memang seperti film horor. Ya mungkin ini memang film horor. Cukup menunggu kapan sang hantu datang dan memberi kejutan.(*)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
perpisahan macam apa yg bisa menginspirasi tulisan ini? hmm...
ReplyDelete