Skip to main content

Facing The Music and Living to Talk About It


Judul : Facing The Music and Living to Talk About It
Pengarang : Nick Carter
Penerbit : Bird Street Books
Harga : Rp. 350.000
Genre : Otobiografi-Semi Self Help
Rating : 4 bintang 

Yes!!!! This is Nick Carter, member of Backstreet Boys. Saya boleh dibilang penggemar Backstreet Boys meski tidak segila kakak saya. Sejak kelas enam SD mendengar lagu-lagunya dari kaset koleksi kakak saya dan era MTV yang sangat mudah diakses ( Thank God I'm 90's generation) maka wajah anggota boyband inilah yang paling sering saya tunggu di depan TV. Dan Nick Carter menjadi anggota Backstreet Boys yang paling cakep di mata kami. 

Selanjutnya, mungkin saya akan merensensi buku ini dengan banyak subjektivitas sebagai fans yang mengagumi Nick Carter. Jadi, maafnya in advance ya. 

Nah, buku Facing The Music and Living To Talk About It ini semacam otobiografi yang ditulis oleh Nick Carter. Tapi buku ini tidak hanya buku yang bercerita masa kecil, remaja, hingga ia menjadi pop star dengan segala masalahnya, buku ini hadir sekaligus sebagai buku self-help yang memberikan saran-saran serta cara pandang hidup yang positif. 

Buku ini ditulis dari persepsi pengarang sebagai tokoh utama cerita. Sang pengarang memposisikan sang pembaca sebagai pendengar langsung. Nick seakan bercerita tentang hidupnya kepada pembaca dan mengajak berdialog tentang cara pandang hidup. 

Saya selalu membayangkan menjadi pop star dan meraup impian di usia muda merupakan mimpi bagi sebagian orang dan Nick begitu mudah mendapatkannya. Tapi sebagaimana fans pada umumnya, yang kami lihat hanya sorot lampu yang berkilau yang menerpa para selebrity dan akting mereka berjingkrak di depan panggung. Para fans tak pernah tahu apa yang terjadi di belakang panggung dan bagaimana hidup para selebriti. 

Menjadi selebriti di usia muda semacam sebuah lubang keluar buat Nick kecil keluar dari problem keluarga yang tidak pernah rukun. Ayah-ibunya adalah keluarga kelas pekerja yang harus banting tulang mencari uang. Kehidupan rumah tangganya pun tidak harmonis. Pertengkaran dan teriakan menjadi pemandangan biasa untuk Nick dan adik-adiknya. Tak jarang mereka harus melihat ayah ibunya saling berteriak dan melempar barang. Nick  sebagai kakak tertua diantara adik-adiknya berusaha untuk menjaga adik-adiknya agar tidak berbuat kekacauan selagi ayah ibunya bekerja. Ia takut orang tuanya menemukan segala sesuatu yang tidak baik sehingga memicu pertengkaran di rumah mereka. Ia bahkan mengepel lantai rumahnya begitu bersih agar ibunya melihat lantai itu berkilauan dan senang akan itu. Suatu pekerjaan yang menurutnya terlalu berat dilakukan untuk anak seumuran dia. 

Ketenarannya meninggalkan sekolah dan masa kanak-kanak membuatnya kehilangan arah. Kilauan lampu panggung, gaya hidup yang tinggi, serta kurangnya pemahaman akan bersikap dan berprilaku membawanya ke prilaku menyimpang. Alkohol dan drugs menjadi pilihan yang ia jalani dengan label "having fun".

Nick dengan terbuka menceritakan berbagai hal buruk serta kesalahan-kesalahan yang terjadi hanya karena tak mampu menguasai amarah dan membiarkan segala keburukan masa lalu dijatuhkan kepadanya. Dengan lugas ia mencerita tentang tidak harmonisnya keluarganya, adik-adiknya tumbuh dalam suasana keluarga broken home, kurang kasih sayang dan perhatian, serta perilaku mereka yang rebel, tidak mau mendengar, serta egois, hingga salah satu adiknya meninggal overdosis. Masalah-masalah itu membawanya menjadi alkoholik dan memakai obat-obatan. Menenggelam dirinya bersama ketidaktahuan arahnya mencari jati diri. 

Ia pun juga mencerita bagaimana orang- orang disekitarnya begitu sabar memahami segala tingkah lakunya. Anggota Backstreet Boys yang lain telah memperingatinya namun tidak dia indahkan. Meski demikian orang-orang itu tidak pernah meninggalkannya. Tetap menerima ia kembali sekalipun ia telah menyia-nyiakan banyak hal dan mengecewakan orang-orang. 

Periode suffering itu ia mulai di awal usia 20 tahunnya hingga Nick memutuskan untuk menjalani terapi di akhir usia 20nya. Tak mudah baginya untuk lepas dari masalah-masalah tersebut, namun dengan penuh keyakinan ia berusaha meraih mimpi. Mimpi yang selama ini ia tidak punya. Keinginan untuk menjadi manusia yang lebih baik. 

Nick juga bercerita tentang soal keyakinan serta hubungannya dengan perempuan. Paris Hilton menjadi bahasan yang cukup sering ia ceritakan terkait dengan gaya hidup yang serba mewah dan terasa hampa. Ia sempat berpikir bahwa Paris adalah cinta sejatinya, namun segala sesuatu tidak berjalan baik karena perbedaan gaya hidup.Hingga akhirnya ia berpacaran dengan Lauren Kitt, perempuan yang  padanya ia menemukan kesesuaian serta kesamaan visi. Bagian ini cukup heartbreaking buat para fans, tapi kupikir para fans Backstreet Boys sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa mencintai Nick sejatinya hanya platonis semata. 

Bagi para fans, sepanjang 20 tahun karir Backstreet Boys, mereka hanya melihat bagaimana kelima pria itu bernyanyi dan bergoyang di atas panggung. Bagaimana turun naik dan pasng surut hidup tidak pernah ditampilkan untuk menjaga image dan popularitas serta menghindari penghakiman publik. Buku ini menampilkan sisi lain. Sisi yang menyadarkan para pengemar bahwa idola mereka juga manusia. Manusia yang mampu menangis, marah, kesepian, dan putus asa. Dan autobiografi ditulis untuk menyebarkan aura positif yang  mengubah sang penulis menjadi orang yang melihat hidup lebih baik. 
(Saat melihat buku ini Ara langsung teriak "Ayah..ayah". Hahaha dia mikir bapaknya Nick Carter) 


Yang membuat buku ini agak membingungkan adalah urutan cerita tidak kronologis sehingga untuk melihatnya sebagai pure otobiografi agak janggal juga. Nick menyusunnya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan tahapan perbaikan hidupnya. Turun naik dengan klimaks yang teratur membuat cerita buku ini menarik dibaca dan tidak bersifat menggurui dengan memberikan dirinya sebagai contoh nyata yang "buruk". Beberapa kali dapat ditemukan bagaimana ia menuliskan bahwa ia tidaklah sempurna dan dia pun juga masihlah cukup "berantakan". 

Jika kamu adalah penggemar Backstreet Boys dan salah satu pengagum Nick Carter, maka buku ini wajib kamu koleksi. Jika hidupmu tidak seburuk hidup Nick, maka bersyukurlah. Sekalipun hidupmu baik-baik saja, buku ini memberikan energi positif saat membacanya. 
Buat saya, energi itu adalah energi move on. Move on dari Nick yang akan segera menikahi tunangannya. Lol. 

Nah, saya memberinya 4 bintang dari 5 bintang. Sebagai idolanya saya harus support dong. Lagian buku ini adalah buku semi self help yang berhasil saya tamatkan. Susah memaksa saya membaca buku self help. 

Banyak qoute yang menurutku bagus dibuku ini ( ya karena buku ini semi self help juga sih) tapi yang ingin saya bagi di sini adalah bagaimana pandangan Nick Carter tentang bahagia. 

"The real happiness isnt about how many nice things you can buy. It's about finding what u love to do and doing it in ways that make a difference to those around u."(page 25) 

Selamat membaca. (*)

Bone, 13 Nov 2013

Comments

  1. Huwaaaaaa Nick Carter >.< cinta-cinta ku semasa TK #plak hahaha terus berpindah ke adiknya Aron. Eh yang meninggal OD bukan ji Aron kak? >.<

    Hiks tidak ada pi ini terjemahannya pasti T_T

    ReplyDelete
  2. Ahahah...Nick Carter kerennn...tp lebih suka Adiknya. Jarang dengan lagu2nya Backstreet Boys, nda punya alat pemutar kaset dulunya, jadinya nonton di tv saja.

    ReplyDelete
  3. bisa beli bukunya ini di toko apa ya jeng di jakarta?

    ReplyDelete
  4. bisa beli bukunya ini di toko buku apa ya jeng di jakarta??? thank u

    ReplyDelete
  5. kira2 kalo beli buku ini di gramedia masih ada gak, ya? mungkin anda tahu infonya. makasih

    ReplyDelete
  6. di mana saya bisa mendapat buku ini ya? cari di online gramedia kok gak ketemu. mungkin anda lebih tau. makasih..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

idealis vs pragmatis

ruang kuliah fis 3.115 entahlah...seperti berdebat kusir rasanya. tentang rating air mata dengan kreddibiltas wartawan. pengeksplotasian kemiskinan, penjualan airmata untuk memperoleh rating tinggi. yang katanya sebuah perpanjangan mata untuk melihat kemiskinan di sekitar kita. di satu sisi aku melihat, apakah dengan menjual airmata di media kemudian kita baru sadar bahwa ada kemiskinan di sekitar kita. apakah harus melewati media kemudian kita sadar bahwa ada orang yang kelaparan di sebelah rumah kita. media adalah merupakan konstruksi dari realitas yang sebenarnya. ia adalah realitas yang kesekian dari apa yang sesungguhnya terjadi. "media tidak menjual air mata. itu membantu kita mengugah apa yang terjadi. membantu kita memberikan informasi bahwa ada yang seperti itu" aku tidak sepakat. mungkin di sisi lain mereka memang memang membantu. memberikan uang lima sampai sepuluh juta merupakan hal yang besar untuk si miskin. tapi, kemudian apa yang di dapat media? tayang itu saa...