Skip to main content

Hidup Yang Tak "Biasa"

Definisi biasa adalah sesuatu yang sering saya lakukan dan menjadi kebiasaan bagi saya. Saya tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang aneh dan sangat normal. Kebiasaan menurut opini saya biasanya dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan. Di adat Bugis, saya selalu mendengar pepatah " Lele bulu te' lele abiasang", Gunung bisa berjalan tapi kebiasaan tidak bisa berubah. Benarkah pernyataan ini?
View dari Jendela kamar

Di Athens, saya menemukan hidup yang tidak biasa seperti yang saya lakukan di Indonesia. Ini semacam Shock cultur istilah akademisnya. Nda shock banget kok, cuma butuh pembiasaan (ini bagian pembelaannya:p). Waktu kuliah Komunikasi Antar Budaya, saya tak pernah kepikiran bakal memiliki pengalaman sendiri tentang bingungnya berkomunikasi antar budaya di tempat dimana orang betul-betul berbeda budaya dengan saya. Untungnya saya punya sedikit pengetahuan tentang budaya western dari chanel tivi.

Waktu pertama kali sampai ke Athens dan masuk ke apartemen tempat tinggal suami saya, saya agak terkejut dengan dapur yang begitu dekat dengan jalan masuk berhadapan langsung dengan ruang tamu dan living room. Dengan kompor gas gede dengan oven di bawahnya. Selain itu microwave yang sangat penting posisinya di dapur. Suami saya yang dulunya malas mencuci piring dan membersihkan rumah, tiba-tiba menjadi sangat rajin di sini. Piring kotor selalu dicuci tiap kali selesai dipakai. Jadinya nda bertumpuk. Dapur selalu kering dan bersih.

Pertama kali menggunakan dapur rasanya sedikit ragu. Di Bengo, saya biasanya memakai kompor gas biasa untuk memasak. Setiap memanaskan makanan pasti menggunakan kompor. Nah, kalo disini memanaskan makanan cukup masukkan di microwave, tekan waktu yang diinginkan, dan tunggulah sampai bunyi bip pertanda selesai. Setiap kali ingin memanaskan masakan saya masih kepikiran untuk menggunakan kompor.
Kostum dingin

Saya dan microwave punya cerita tersendiri. Kakak Ipah punya microwave di rumah, tapi hanya sebatas untuk memanggang kue. Tak pernah dipakai untuk keperluan sehari-hari. Jadi microwave adalah barang yang asing buat saya. Pertama kali memakai microwave di sini, waktu saya ingin membuatkan Ara makanan. Ara sangat suka jagung. Di Amerika, jagung kalengan sangatlah murah dan segar serta bisa langsung dimakan. Cukup dipanaskan dan siap dicicipi. Maka saya pun memanaskan jagung dalam kaleng tersebut. Di microwave. 1 menit.Microwave bekerja seperti biasa yang sering saya liat jika Kak Yusran yang pakai. Tapi kemudian ditambah dengan kilatan-kilatan listrik di dalam microwave dan suara seperti buzzlightyear di film Toy Story. Ara yang saya gendong saat itu mencengkram lebih kuat dan memeluk lebih erat. Takut. Saya panik. Mencabut stop kontak dan kabur. Kembali beberapa saat kemudian ketika sudah yakin tak ada ada ledakan di dapur. Ketika kuceritakan ke Kakak Ipah, dia lantas bilang, ow pantas saja kalo mau ledakkan rumah di film-film sisa masukkan kaleng ke microwave. Ia pun  berspekulasi kalo tidak boleh memasukkan metal ke dalam microwave. Untungnya tutup kalengnya sudah terbuka dan saya ada di depan microwave. Saya tidak bisa bayangkan kalo saya meledakkan satu apartemen di Riverpark dan masuk penjara (oke, bagian ini terlalu imajinatif). Lesson learned. Kalo memanaskan sesuatu di microwave pake keramik atau plastik khusus microwave.

Cerita berikutnya tentang microwave, beberapa hari lalu saya memanaskan apel pie. Waktunya 1 menit. Kali ini saya membaca petunjuk di bungkusan apel pie dan tak ada petunjuk sama sekali tentang lama waktu yang diperlukan. 1 menit kupikir sebentar. Tapi tak cukup 30 detik kembali saya harus menginterupsi microwave. Kali ini cara elegan dengan menekan tombol stop. Ketika kubuka tutup microwave, asap putih keluar dengan bau hangus. apel pieku sudah mendidih dengan wadah plastik yang sudah bolong di bawahnya. Kelamaan. Mungkin satu apel pie cukup 20 detik saja seperti memanaskan pancake. Okesip.

Hal tak biasa lainnya adalah toilet. Toilet di sini seperti toilet di hotel atau mall. Kering. Bedanya adalah kalo di Indonesia selalu ada selang khusus yang disiapkan untuk membasuh setelah buang air. Di sini yang disediakan hanyalah tisu ukuran gajah yang selalu tersedia. Di tempat tinggalku, kak Yusran dengan kreatif menambahkan baskom kecil di wastafel. Saya gampang menebak itu adalah timba. Yang susah adalah saat di tempat-tempat umum. Saya selalu membayangkan toiletnya seperti di Indonesia yang punya selang kecil yang diputar terus mengucur air dari belakang. Di sini toliet di desain tanpa itu. Pembuangannya pun pake sistem sensor. Kalo lupa siram tak jadi masalah. Karena dia akan menyiram sendiri. Awalnya agak aneh habis pipis pake tisu, tapi lama-lama tidak lagi. Hahahaha.

Mandi lain lagi, harus kreatif mencari pada sudut derajat berapa antara kran air panas dan keran air dingin bertemu menciptakan air hangat. Di kumpulan cerpen Madre punya Dee katanya disudut 45 derajat, tapi mana saya tahu 45 derajat itu kalo sudah di bawah pancuran. Kadang kalo airnya kepanasan, harus "berteduh" dibawah air pancuran dan menyetel krannya. Air hangat is a must. Air dinginnya seperti es, air panasnya seperti air mendidih.

Hal berikutnya yang tidak biasa adalah setiap selesai makan di restoran, cafe, atau tempat umum lainnya, harus membuang sampah sendiri. Waktu makan malam di burger king, saya meninggalkan begitu saja bekas makanan saya yang kemudian dirapikan oleh teman. Kertas bekas makanan dibuang di tempat sampah yang telah disediakan khusus. Begitu juga gelas minuman. Kemudian nampan diatur rapi di tempatnya. Restoran khususnya fastfood di sini tidak mempekerjakan orang untuk membersihkan sisa makanan para pelanggan. Tak cuma di restoran fastfood, kafe pun demikian. Jadi, setiap selesai makan dimana pun berada, jangan lupa untuk membersihkan bekas makanan.

court street, Athens

Menyeberang di jalan raya pun punya aturan. Sekalipun jalanan sepi, harus menunggu hingga lampu tanda untuk menyeberang menyala. Jika di jalan yang cukup besar, maka harus menekan tombol yang ada di tiang trafic light. Menunggu hingga memberikan tanda untuk bisa menyeberang.

Yang menyenangkan adalah orang-orang di sini seramah orang-orang di Indonesia. Berbasa-basi bertegur sapa. "hi, how are you?" atau "have a good day" adalah percakapan yang paling sering saya dengar jika bertemu orang lain. Paling "aneh" adalah jika bertemu kawan amerika latin. Mereka akan memeluk dan mencium pipi kanan dan pipi kiri. Saya berharap Enrique Iglesias kuliah di OU dan berteman dengan saya. Tiap ketemu pasti meluk dan cipika cipiki (mau dong dicium sama cowok seksi).


Soal makanan menjadi problem lain. Mungkin akan saya tuliskan dilain kesempatan. Tapi yang paling membuat saya menyerah adalah cuaca di Athens. Bulan masih oktober, ini masih musim gugur, tapi suhu sudah mencapai minus derajat. Kadang naik, kadang turun. Membuat saya menggigil. Membuat saya sakit tidak, sehat juga tidak. Flu gantung. Bersin sering tapi tidak juga membuat sampai hidung meler. Herannya, warga disini masih santai memakai baju kaos dan celana pendek sedangkan saya sudah menggunakan jaket hoodie plus sarung tangan. Subuh pun datang jam 6 pagi. Matahari terbit jam 8. Sedangkan sholat isya jam 8 malam. Waktu sholat yang berubah membuat saya sholat subuh tepat pada waktunya. hehehehe

Hampir dua bulan saya tinggal di Athens. Belajar dan beradaptasi. Saya mulai rindu rumah. Rindu panas matahari dan makanan Indonesia. (*)

foto : M. Yusran Darmawan

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...