Skip to main content

Made In China


Lucu rasanya ketika kakak iparku yang baru pulang berlibur di Australia membawa oleh-oleh dan bercerita tak ingin membeli barang yang memiliki label made in china. Namun ternyata hampir semua oleh-oleh mulai dari gantungan kunci hingga topi yang ia bawa bertuliskan Made in China.

Tak ada yang mampu menafikkan bahwa produk-produk china adalah produk yang paling sering ditemui. JIka kamu memegang barang sekarang maka telitilah lebih lanjut apakah huruf-huruf kecil yang timbul di barang tersebut berlabelkan made in china. 

Produk-produk china adalah produk-produk yang paling mudah diperoleh di pasaran.Harganya pun sangat terjangkau.Mulai dari barang-barang plastic, mainan anak-anak, baju, hingga gadget dan peralatan eletronik semua buatan China.

Tak dipungkiri memang China adalah bangsa yang mampu beradaptasi di segala medan. Mampu melihat pasar, peluang, dan pandai mengambil kesempatan. Etos kerja yang mereka miliki sangatlah tinggi. Orang china melakukaan perantauan ke berbagai penjuru mata angin. Bahkan sebuah kalimat mengatakan Satu dari lima penduduk manusia di dunia adalah China. 

Sejak merdeka sejak tahun 1949 dengan penduduk terbanyak di dunia China berhasil tampil ke pentas dunia dan bersaing dengan Negara-negara maju serupa Amerika dan Jepang. China berhasil melejit di bidang industry dengan membuat produk-produk yang mirip dengan produk unggulan namun dengan harga terjangkau. Misalnya saja handphone-handphone merek China yang mati-matian meniru merek-merek terkenal dan dijual dengan harga sangat miring. Jangan berharap kualitas serupa merek ternama. Kualitas sesuai dengan harga yang kamu keluarkan. Namun itu tidak membuat merek China lantas ditinggalkan. Malah dengan harga miring tersebut para consumer lebih menyukai memakainya daripada merek asli.

Bahkan film-film bajakan skalipun adalah produk China. Jangan pernah menuntut kualitas original dari film-film bajakn yang kamu tonton. Dan akhirnya kenapa kita tidak belajar dari China yang memiliki etos kerja  dan tingkat adaptasi tinggi serta pembacaan akan kebutuhan zaman dan kreatif membuat produk yang mampu laku di pasaran dunia.


Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...