Skip to main content

Goodbye,Senior...

Ada rasa yang menggantung disini. Aku tak ingin mengidentifikasikannya. Aku sangat tahu ia apa. Tapi aku tak ingin menyebut namanya.Biarlah ia sesakral dia yang tak boleh disebut namanya.

Aku pernah telah menjadi tegar tanpamu. Tapi tak pernah mampu aku menolakmu.Setiap kamu menjejak semestaku maka kau meninggalkan prasasti yang tak lekang di sana.Aku seperti mengelem hati yang rapuh. Belum kering lem tersebut kamu telah datang kembali menorehkan patahan-patahan yang tak pernah sanggup aku halangi. Mantraku lumpuh dan aku tak bergeming.Mungkin ketika kamu meminta nyawaku sekalipun saat itu aku akan memberikannya. Dirimu serupa mutan yang memiliki kekuatan hipnotis yang membuatku turut dalam skenariomu.

Dan sekelebat kemudian kamu pergi. Meninggalkan hati yang kembali menjadi keping. Meninggalkanku sendirian menata keping yang serupa puzzle. Menebak bentuknya, mengelemnya, dan menangisi kembali. Dan kamu serupa meminta ijinku untuk pergi.Semudah membalikkan telapak tangan. Seperti caramu yang biasa. Seolah semua begitu mudah bagiku. Kamu merusak semestaku bertubi-tubi. Tak cukup kau membuatnya berkeping tapi juga ingin kau gerus ia hingga menjadi abu. Ah tidak. Lebih baik kamu menggerusnya menjadi abu agar aku hanya meniupnya saja. Hilang tanpa bekas dan mati.

Yang kamu lakukan adalah membuat keping-keping itu menjadi sangat kecil. Membuatku lelah merangkainya. Pecahannya mengiris jemariku.Aku berdarah. Darah itu meyakinkanku bahwa aku hanyalah manusia. Bukan manusia super yang tak memiliki air mata.

Jangan jatuh cinta jika tak ingin patah hati. Adagium kuno yang ternyata masih saja terbukti. Aku bodoh? Iya. Aku telah mampu menebak akhir dari cerita ini tapi tetap saja aku tak mampu kuat menahan medan magnetmu.

Ini yang kesekian kalinya aku pergi dari orbitmu. Setiap kali aku berjanji setiap kali pula aku tak menepatinya. Dan setiap kali itu pula aku menitikan air mata dan membuat janji yang baru. Aku tak pernah lagi mimpi tentangmu, tapi kau benar-benar menjadi begitu nyata dalam dunia materiku. Menguasai separuh otakku. Memaksa neuron-neuronku mengingatmu. Memantik hati untuk rindu akan dirimu.Dan seketika itu pula mataku basah tiap kali tak berdaya menggapaimu karena sebuah ikrar agar aku terlepas dari orbitmu. Dari medan magnetmu.

Bukankah sering kutanyakan padamu, jika hidup adalah serupa buku cerita yang penuh halaman, manakah yang ingin kamu robek? Jika kau menanyakannya padaku, maka akan ku jawab, halaman-halamanmu lah yang akan kurobek. Halamanmulah yang akan aku hilangkan dari buku ceritaku. Tapi hidup ini adalah buku abstrak. Tak kasat mata dan hanya ada dalam benakku.

Aku butuh belajar oclumency.m
Memblokir pikiranku terhadapmu. Tapi sepertinya separuh jiwaku telah bercampur dengan jiwamu. Aku tak bisa tidak memikirkanmu.Meski aku tak mampu membaca pikiranmu. Mungkin perlu kuberi dirimu tongkat sihir dan kuajarkan padamu kutukan paling terkutuk "avada kadavra" agar jiwaku berpisah darimu. Agar aku bisa membunuhmu atau dirimu yang membunuhku sehingga tak perlu lagi kita membicarakan sebuah keegoisan. Aku ingin kamu memblokku dari segala jejaring yang kita miliki. Aku ingin kamu dengan kasar berkata "aku tak peduli lagi akanmu", atau "maaf, tak ada ruang untukmu disini.pergilah, anggap tak ada apa-apa antara kita". Mungkin jika seperti itu, aku lebih mudah melupakanmu karena aku tahu pintu dan celah-celah itu telah kau tutup paksa. Tidak seperti saat ini, saat dimana rasanya aku seperti mengapung dalam air.Tak menggapai dasar atau permukaan. Sedang dirimu berenang ke atas mencari ruang bernafas.Meninggalkanku tercekak oleh rindu yang menyesakkan.

Saat ini aku ingin melihat ke matamu.Memastikan tak ada bayangku di sana. Memastikan semua ini adalah absurd dan semu.Meyakinkan hatiku bahwa diriku bukanlah siapa-siapa, relasi ini tak bermakna,dan aku tak punya kekuatan untuk memaksamu menjadi seperti yang kumau.Agar aku bisa menunggui lem-lem pada hati yang rapuh mengering. Melihat guratan-guratannya yang tak lagi membuatnya halus tidak dengan air mata.

Kali ini biarkan aku pergi tanpa perlu pamit padamu. Tanpa perlu mengabarimu.Tanpa perlu berharap kamu akan berucap " kumohon,tinggallah lebih lama". Biarkan aku memadamkan rasa ini.Rasa yang memantik rindu di tiap detikku. Aku lelah memikirkanmu dan berusaha menebak apakah aku berkelebat di pelupuk matamu. Agar aku tak menyia-nyiakan waktuku merindukanmu padahal aku sangat yakin kamu tak lagi punya rindu yang sama. Aku dan kamu bukan lagi kita. Aku dan kamu bukan lagi cerita dongeng itu. Aku dan kamu adalah saat tak saling kenal.

Goodbye,senior...

Comments

Popular posts from this blog

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...