Menekan rindu itu sakit. Perihnya bisa membuat dadamu sesak. Jantungmu berdetak sangat cepat. Tiap helaan nafasmu begitu susah kamu atur. Duniamu adalah dia.Bahkan alam bawah sadarmu pun dia. Ada serupa beban yang membebani rongga tubuhmu. Menggorogotimu perlahan.
Sisi hatimu tak lagi ingin rindu itu bertumbuh. Namun sisi lain dari hatimu memintanya memelihara dengan sejuta kasih yang terus kau tanamkan pada bibitnya. Rasanya seperti berlari dalam dua lorong yang berbeda. Duri-durinya bertumbuh dan memerihkan hatimu. Kamu ingin membonsainya. Mengkerdilkannya namun laku itu adalah sebuah kekang terhadap jalan menuju bahagia.
Rindu itu semacam dua mata pisau yang mengiris hati. Ia seperti sebuah simalakama yang menjadi pilihanmu. Ketika kamu tak merindukannya, sisi hatimu sedih. Namun ketika kamu membiarkannya bertumbuh sisi hatimu yag lain tersakiti.
Segala tentangnya adalah seperti sebuah pijar kembang api yang menyala sekilas, indah, dan kemudian padam. Yang tersisa adalah dirimu dalam kekang yang berduri. Kamu mengutuki dirimu. Berharap mampu menarik jarak hatimu. Mencambuknya jika kadang ia terlalu sibuk menanam rindu. Namun disisi lain, saat gelap datang menyapa. Kala sepi menyelubungi tanah sesekali kamu berharap rindu itu berkecambah dan bermekaran. Dan rindu adalah sebuah pilihan yang tak mampu kamu tepis keadaannya ...
Comments
Post a Comment