Postcard page 1 |
13 Februari
Dua wanita dan
tiga pria sibuk mengerumuni salah satu meja di salah satu sudut kafe Donkey di
kota kecil Athens, Ohio. Cangkir-cangkir
kopi dan kue kering menjadi penganan di atas meja berdampingan dengan
coretan-coretan kertas yang sibuk mereka diskusikan. Hoodie sweater mereka
terpasang menutupi masing-masing kepala.
Sesekali mereka menyeruput kopi untuk menghangatkan badan. Di luar cuaca cukup
dingin dan salju turun perlahan. Ini hampir pertengahan februari tapi salju
masih saja betah menyelimuti kota ini.
“Tring”
lonceng pintu masuk bergemerincing ketika seorang pria dengan berjaket tebal
masuk terburu-buru. Udara dingin mengalir cepat memenuhi ruang. Beberapa
pengunjung memandang ke arah pria itu. “Apakah rencana sudah matang?” tanyanya
pada kelompok diskusi itu.
***
Ethan, dia pacarku. Pria yang kukenal lewat
jejaring sosial. Kami berkenalan lewat
akun klub buku yang kami follow. Pada awalnya kami sekedar memfollow
satu sama lain tanpa pernah berniat untuk bertemu. Hingga suatu hari klub buku
mengadakan diksusi bersama di kafe Donkey. Tanpa sengaja kami janjian untuk
bertemu. Dia manis, humoris dan kami menyukai buku.
Namun,
entah kenapa akhir-akhir ini ia berubah. Tiap kali aku menghubunginya, ia
selalu menghindar. Bahkan tak jarang mematikan handphonenya. Mention di
twitterku tak dia balas. Ia bahkan menonaktifkan akun facebooknya. Sudah hampir
setahun hubungan kami dan sepertinya ia memendam sebuah rahasia.
***
Postcard Page 2 |
14 Februari
Semalam
aku menghubungi Ethan. Tapi hanya mailboxnya yang menjawab teleponku. “temui
aku di kafe Donkey , pukul tujuh malam. Penting” hanya pesan itu yang kuterima
darinya siang tadi. Dan disinilah aku petang ini. Di malam kasih sayang,
sendirian di kafe tempat pertama kali kami bertemu dan mulai berkencan.
Jam
dinding menunjuk angka 7.15 malam, namun ia belum datang. Tak biasanya dia terlambat seperti
ini. Pengunjung kafe hanya terdiri dari beberapa orang. Relatif sepi untuk
malam kasih sayang. Kubenamkan wajahku ke laptop di depanku. Penunjuk waktu di
sisi kanannya berangka 7.30. Kucoba menghubungi handphonenya, namun tak
diangkat. Kukirimkan pesan teks tapi tak kunjung di balas. Mataku memanas.
Kudengar
lonceng pintu berdenting berkali-kali pertanda pengunjung mulai ramai. Kutatap
sekilas handphoneku berharap ada jawaban di sana. Makin kutundukkan kepala. Aku
tak ingin terlihat begitu menyedihkan di hari valentine ini. Airmataku menggenang.
Kubuka akun facebook dan aku syok.
Sesosok
pria tiba-tiba jatuh berlutut di depan meja tempatku duduk. Ia tiba-tiba
menodongku dengan benda di tangannya.
“Will you marry me?” Ethan tersenyum padaku. Dan seluruh pengunjung
ngemuruh bertepuk tangan.
Aku
membisu. Air mataku tumpah. “Dia belum menjawabnya teman-teman” katanya masih
sambil berlutut. Kutubruk bahunya dan menganguk sambil menangis dan tertawa.
Dan gemuruh tepuk tangan itu makin memekakan telinga. Terompet bersorak dan
kertas warna warni melayang.
Spanduk bertuliskan “I love you”
dibentangkan oleh pengunjung. Mereka adalah teman-teman dekat kami. Ethan
menyematkan benda kecil yang ditodongkannya ke jariku. Sebuah
cincin dengan berlian mungil di atasnya. Inilah rahasia itu.
***
Notifikasi laptopku tenggelam dalam kemeriahan
malam itu. Puluhan like menghiasi foto yang ditag Ethan untukku. Foto dirinya
mengenakan kaos bertuliskan ‘Keep calm and will you marry me, Deanne?”. (*)
Cerpen ini diikutkan pada lomba #PostcardFiction Edisi Valentine kampungfiksi.com
Hi, terima kasih untuk partisipasinya. Boleh minta account twitter di email pd kami?
ReplyDeleteoke mbak. aku krim lg via email
Deletehi mba Dwi, ikutan juga nich dari Amerika sono, keren ich. Pasti menang nich, keren.
ReplyDeleteamin...tp yg pertama kartu posnya sampe dlu di tmpat tujuan sblm 11 spril 2013. soalnya itu jadi syarat utama. hehehehehee
Delete