dream |
Hari ini aku melihat ada binar di matamu. Binar yang berusaha kau jaga sehingga tidak menjadi luapan emosi yang berlebihan. Kau menatanya satu-satu.Tak ingin larut dalam euphoria ini. Kau belum ingin mengiyakan hingga benar kau melihat namamu pada daftar 50 orang itu. Pada kesempatan terakhir sebelum program ini ditutup.
Aku memimpikan tentang pengumuman itu dua hari lalu. Aku mendapati di mimpi itu kau tak lulus. Tahukah kau dalam mimpi itu aku membisikkan doa “semoga aku melihatmu bergembira dalam dunia sadar. Cukup dalam mimpi ini kita bersedih akan sebuah kegagalan”. Dan pagi ini, sebelum adzan subuh berkumandang, Tuhan telah menjawab doa yang kubisikkan itu. Bukankah itu adalah sebuah keajaiban.
Mimpi-mimpi itu menjadi nyata sayang. Kau seperti yang sering kita bicarakan dalam pesan penambah semangat kita menjalani hari. Dirimu akan menginjakkan kaki di altar suci pengetahuan. Kelak aku menulis novelku di pinggir sungai Rusia. Kelak akan kulahirkan anak yang ayahnya alumni Ford.
Jika kau menyebut ini ajaib, yakinlah bahwa ini adalah kerja keras yang telah kau buat sekian tahun lalu. Namun mungkin bagikulah ini sesuatu yang ajaib. Aku mungkin tak pernah benar-benar ikut andil dalam langkah-langkah kecilmu menjejakkan mimpi itu. Aku hanyalah perempuan yang manja yang selalu memintamu untuk terus bersemangat. Meyakinkan dirimu bahwa kau mampu melakukannya. Meyakinkan dirimu bahwa kamu bisa lulus untuk itu. Karena jika kau lulus secara otomatis aku akan mendapat percik bahagia itu. Yakinlah semua ini adalah buah yang telah kau tanam sejak dulu. Bahkan sebelum kita bertemu. Jauh sebelum itu.
Aku hanya bisa menangis bahagia untukmu. Aku selalu menganggap cerita-cerita kelulusan itu adalah sebuah mimpi yang hanya bisa kita rasakan bahagianya setelah membaca buku fiksi yang menjual banyak mimpi. Tapi itu menjadi nyata bagiku sekarang. Dan itu adalah dirimu. Semesta telah menjawab mimpi-mimpimu. Kau dan semesta telah menjadi sekutu yang memiliki medan magnet yang sangat kuat saat ini. Kau akan segera menjejakkan mimpimu di dunia. Tak lagi mengawan-awan di langit. Kau akan menjangkau semesta.
Seperti katamu semalam saat kita melalui jalan-jalan di kota ,"semua resolusimu telah tercapai”katamu padaku. Aku meralatnya. “Belum. Aku belum memulai menjejakkan mimpiku di bumi”. Sekarang saatnya bagiku. Aku tahu takkan mudah, tapi aku yakin kau akan ada seperti aku menemanimu. (*)
Selasa pagi, 17 Agustus 2010
Comments
Post a Comment