Memandikan Teddy Bear |
Ara mulai tidak betah tinggal di rumah. Tiap pagi yang akan
dia lakukan adalah terbangun dan mengatakan “Mama, sudah pagi”. Yang saya
artikan “Saatnya bermain”. Bermain baginya tidak lagi berarti tinggal di rumah.
Mencoret-coret. Menulis-nulis. Menggambar. Atau menonton Disney Junior. Bermain
memiliki arti baru baginya, keluar rumah dan mencari teman.
Banyak anak-anak di sekitar rumah. Tapi tidak semudah itu
mendapat teman yang memiliki
ketertarikan bermain di saat yang sama. Salah satu cara yang ia lakukan adalah
berdiri depan rumah si anak menunggu anak itu bakal keluar rumah atau tidak.
Kalo nda keluar rumah, dia bakal berdiri saja depan pagar. Sampai kemudian saya
merasa kasihan padanya. Tapi entah kegigihan dari mana, tiap kali saya
memanggilnya masuk ia menolak. Beberapa kali saya mengatakan untuk jangan
berdiri depan pagar orang lain. Ia memahami itu, tapi ia menolak untuk masuk
rumah. Yang ia lakukan “Wander” di bukit kecil depan rumah kemudian ke rumah
anak kecil lain.
Beberapa hari ini saya melihat tingkahnya. Ia akan pura-pura
lalu lalang ke rumah teman-temannya. Menunggu temannya melihatnya dan juga
keluar main sama-sama. Tapi ada satu kesalahan yang ia tidak mengerti sekalipun
saya memberitahukannya. Anak-anak itu nda ada yang bakal diijinkan keluar main
sama orang tuanya di siang hari, saat matahari lagi seksi panasnya. Cuma Ara
yang mengembara sendirian di tengah terik matahari hingga kulitnya kecoklatan.
Beberapa kali saya melarangnya keluar, tetap saja dia membantah. Mengerasinya
bukan jalan keluar, karena dia bakal lebih keras kepala lagi.
Nyamm...Pudingnya enak |
Jadi salah satu jalan adalah membiarkannya keluar rumah,
kemudian lima menit kemudian memanggilnya pulang. Kali ini dia tidak lagi keras
kepala untuk tidak masuk rumah. Siang
tadi pun ia melakukan hal yang sama. Keluar nyari teman pukul dua siang. Ketika
semua anak-anak tetidur atau memilih menonton tivi daripada menjemur diri di
bawah matahari.
Kali ini strategi membuatnya tinggal di rumah adalah membuat
puding. Berhasil sih. Cuma ketika selesai membuat puding. Dia keluar lagi. Kalo
tidak ada teman yang ia temukan sebagai teman sukarela, maka saya mau tidak mau
harus menjadi relawan yang terpaksa. Kemudian kami mengitari kompleks. Singgah
main di Playground blok sebelah. Pas pulang anak tetangga sudah keluar
main-main. Barulah ia mendapatkan teman. Tidak beberapa lama, ia masuk rumah.
Menutup pintu. Entah, mungkin terjadi
selisih paham antara mereka. Kemudian ia minta makan kuenya dan tertidur.
Duh, nih anak. Bobo sore pas saatnya main-main. Trus
main-main pas harusnya bobo siang. Gimana sih? Sepertinya menyekolahkannya
perlu dipertimbangkan lagi.Di sekolah kan selalu ada anak-anak yang bisa diajak
main tanpa perlu berdiri depan pagar rumahnya dan menuggu keluar.
Bogor, 6 Juni 2015
*membayangkan Ara di depan pagar*
ReplyDeleteHayuuuk, main!
itulah om beruang. Membayangkannya saja begitu kamasean
DeleteSekolahkan saja...
ReplyDeleteSekalian kesibukan buat kamu