Bagaimana sebuah puisi kemudian disajikan dalam novel? Untuk
mengetahui jawabannya ada baiknya membaca novel terbaru Sapardi Djoko Damono
berjudul Hujan Bulan Juni. Yap! Novel ini berjudul sama dengan puisi Sapardi
yang sangat terkenal Hujan Bulan Juni. Puisi yang sangat terkenal yang selalu
dikutip ditiap bulan Juni. Dijadikan lagu, komik, bahkan bahan rayuan untuk
calon kekasih. Siapa yang tidak ingin ditembak dengan cara romantis dengan
puisi Hujan Bulan Juni? Kalo saya, udah pasti kelepek-kelepek duluan (untungnya
suami nda pake puisi ini dulu waktu dekatin gue).
Novel Hujan Bulan Juni bercerita tentang kisah cinta dosen
Antropolog yang juga peneliti dengan rekannya sesama dosen di universitas yang
sama. Sarwono dan Pingkan. Pingkan adalah adek dari sahabat dekatnya di Solo,
Toar. Namun Sarwono adalah Jawa Tulen sedangkan Pingkan adalah perempuan
setengah Menado-setengah Jawa. Di Solo dia dianggap orang Menado. Di Menado ia
merasa menjadi orang Jawa.
Konflik Novel ini hanyanya berputar pada perang batin kedua
manusia yang berusaha meyakini mereka
benar-benar ditakdirkan bersama. Meski adat mereka tidak sama. Tidak ada
konflik yang penuh drama yang menghambat hubungan keduanya, hanya saja lebih
kepada perasaan insecure yang dirasakan oleh keduanya. Dibumbui dengan
keinginan keluarga Pingkan untuk menikahkan dengan orang Menado dan juga
seorang pria Jepang yang memantik
cemburu.
Di suatu bab, sang penulis menyisipkan yang menurut saya
adalah puisi yang bisa dianggap sebagai sebuah curahan hati sang tokoh. Buku
ini nyastra banget? Yeah.Saya perlu berulang kali membaca beberapa kalimat
untuk sekedar memahami maksudnya. Ini kali keduanya saya membaca buku fiksi
karangan Sapardi. Dan sekali lagi saya merasa kadang nda paham. Mungkin otak
gue kali ya yang nda cocok dengan bacaan sastra. Hahaha.
Nah, jangan mencari puisi Hujan Bulan Juni di sini karena
dijamin kamu akan kecewa seperti saya. Ada puisi di bab terakhir yang adalah
puisi yang dimaksud di bab pertama, tapi itu bukanlah puisi Hujan Bulan Juni.
Mungkin novel ini ingin berdiri sendiri. Tidak dibayangi oleh puisi Hujan Bulan
Juni.
Selamat Membaca!
Bogor, 20 Juli 2015
Comments
Post a Comment