Skip to main content

Andai Salju Bisa Kukirimkan Padamu

Foto : Rere
"Surat bersampul biru dengan daun maple di dalamnya telah tiba" kabarmu melalui jejaring sosial. Kartu ulang tahun yang sempat kuragukan akan sampai ke tanganmu. Jarak yang ditempuhnya begitu jauh. Dengan sayap berharga satu dollar ia mengitari separuh bumi untuk mendarat ke rumahmu. Dalam perjalanannya bilangan tahun berganti. Setahun ia terbang hanya untuk mengabarkan padamu sebuah ucap selama ulang tahun dariku. Tapi sang Fortuna berbaik hati belum mengubah angka usia sehingga kartu itu masih terbilang pas untuk usia baru yang belum begitu lama. Meski ia juga tak benar-benar hadir dihitung mundur penanda usiamu.

Sekedar kartu bergambarkan usiamu dengan beberapa harapan umum yang selalu diucapkan tiap orang untukmu di ulang tahunmu. Tak ada yang istimewa. Saya pun bukan penulis puitis yang mampu membuatkanmu barisan kata yang berirama. Kartu itu mewakili saya. Saya yang ada. Saya yang mengingatmu di ulang tahunmu. Itu saja.

Kuselipkan daun maple kering yang kupungut di jalanan. Kuharap ia menjadi cukup istimewa untukmu. Saya tak pernah tahu apakah di dekat rumahmu ada daun seperti itu. Bagiku maple adalah daun-daun romantis. Ia beradaptasi dengan musim. Memerah di musim gugur. Kemudian rela jatuh demi musim dingin.

Pepohonan menjadi ranting dan dahan-dahan gundul sekarang. Hutan menjadi transparan. Musim dingin memaksa tumbuhan untuk bertahan hidup. Kayu-kayu berdiri rapat di atas pegunungan. Tapi tanah yang mereka pijak tembus pandang. Tak ada rimbunan daun yang menutupinya. Saya jadi sangsi kemanakah para beruang-beruang yang menempati hutan-hutan itu. Mereka asyik menghangatkan diri di dalam goa. Meminum coklat hangat dengan marshmellow sambil duduk di dekat perapian dan membaca buku. Ibu beruang tekun menisik jarum pada benang rajutannya sembari sesekali memperbaiki kacamata yang melorot dihidungnya. Anak beruang asyik bermain puzzle bergambar hutan sembari menyelimuti dirinya dengan selimut wol rajutan ibunya.

Atau mereka sedang asyik tidur di sisi jendela rumah sembari butir-butir salju turun perlahan mengetuk kaca jendela. Tapi paling logis adalah mereka berhibernasi hingga terbangun ketika daun-daun mulai menguncup perlahan di dahan yang kembali tumbuh. Ketika semi telah tiba dan salju mencair.

Tapi musim masihlah dingin. Andai saja bisa kutadahkan salju-salju ini untukmu. Kusimpan dalam botol dan kukirimkan padamu. Bukankah salju juga romantis? Sayangnya butir esnya tak sanggup bertahan lama. Ia tak mampu beku dan memilih menjadi air. Ia tak setangguh daun maple kering yang kukirimkan untukmu. (*)

Comments

  1. Hiks sampai sekarang kartupos saya gak sampai :(( tiap datang surat berharap itu kartupos dari kita, eh ternyata surat tagihan kartu kredit T_______T

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf ya...suratnya nda sampai. ntar saya krimkan lagi. kali ini pake nomor telepon :D

      Delete
  2. akooh mauu juga daun maple *ngelunjak*

    ReplyDelete
    Replies
    1. pohon2 lg botak. tunggu spring mau nda? tp nda warna merah kayakx.

      Delete
  3. Tante,akan dapat yang seperti ini kah?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Review #1 Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap

Akhirnya saya menamatkan trilogi Jendela, Pintu, dan Atap karya Fira Basuki. Membaca buku ini terbilang cukup telat mengingat buku ini ditulis pada tahun 2001 dan sudah mengalami 10 kali cetak ulang.  Untuk pertama, saya ingin mereview buku Jendela-Jendela.Review berikutnya akan ditulis terpisah. Nah, sebelumnya saya bukanlah pembaca Fira Basuki. Sejauh ini saya hanya membaca buku Astral Astria dan Biru karyanya. Dua buku yang ditulis kemudian setelah menuliskan trilogi ini.  Jendela-jendela bercerita tentang seorang perempuan bernama June yang mengalami cukup banyak perubahan dalam hidupnya. Mulai dari kuliah di Amerika, menjadi editor majalah Cantik di Indonesia, kemudian menikah dan pindah ke Singapura. Menepati rumah susun sederhana dan menjadi ibu rumah tangga. Ceritanya mirip-mirip hidup saya pas bagian ibu rumah tangga. Hahaha.  Transisi hidup yang cukup glamor saat kuliah di Amerika dengan tanggungan orang tua serta limpahan hadiah mahal dari pacarnya ke kehidupan...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...