Skip to main content

Pada Sebuah Beranda


Siapa yang tak mengenal bondan winarno. Presenter pembawa acara kuliner di televisi. Mempopulerkan istilah “Mak Nyus” untuk tiap komentar enak tentang makanan yang dimakannya. Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa ia adalah seorang wartawan senior yang telah malang melintang di dunia jurnalisitik. Memiliki segudang pengalaman liputan. Bahkan pernah membuat salah satu laporan investigasi yang mengungkap sebuah kasus.

Namun tak hanya sisi jurnalistik, Bondan Winarno pun seorang penulis sastra yang cukup ciamik. Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan fotokopian kumpulan cerpen Bondan Winarno yang berjudul “Pada Sebuah Beranda”. Buku ini sudah lama aku cari di toko-toko buku. Namun tak kunjung aku temukan. Hingga seorang teman berbaik hati mengirimkan fotokopiannya yang bersumber di perpustakaan kotanya.

Ada 25 cerpen yang dimuat dalam buku tersebut. Pada Sebuah Beranda ini diterbitkan oleh Bondan Winarno sebagai kado ulang tahun untuk dirinya sendiri yang dalam istilahnya “Celebrating life”. Di pengantar buku ini ia menjelaskan awal mula ketertarikannya di dunia tulis menulis. Waktu umur belasan ia telah memulai menulis cerpen. Beberapa kali dikirim ke media lokal dan sesering itu pula di tolak. Namun ia tak pernah berputus asa. Ia malah mengirim tulisannya ke media nasional dan dimuat. Ia pun lantas berbangga diri, tulisan yang ditolak media lokal mampu tembus ke media nasional.

Ia tak mau menyebutkan bahwa cerpen-cerpennya adalah karya sastra. Ia menganggap bahwa semua itu hanyalah sebuah tulisan saja. Pendek, dangkal, dan sangat permukaan. Ia lahir di tengah desakan deadline. Bondan mengakui bahwa saat-saat deadlinelah ide-ide itu berloncatan keluar dan tak mampu ditampung. Setelah menuliskan ide-ide itu barulah ia mampu menyelesaikan deadlinenya dengan kesetanan.

25 cerpen Bondan Winarno rata-rata bersetting luar negeri. Pendek, tak ngejelimet, namun juga tidak dangkal. Pada peragraf-peragraf akhir selalu saja ada kalimat-kalimat yang menyentak yang menjadi klimaks dari cerita. Namun juga tetap begitu ringan tanpa harus mengerutkan kening saat selesai membaca.

Semisalnya pada cerpen “Doa Seorang Perawan” yang menceritakan tentang peperangan di Sarajevo dari sudut perempuan usia remaja. Pada peragraf akhir Bondan memilih scene dimana sang perempuan sholat di antara desing peluru di luar rumahnya. Pada saat menghadap Tuhan Ia tak perlu takut pada apapun. Di dalam sholatnya ia memanjatkan doa untuk kedamaian hingga sebuah peluru menembus tubuhnya dan membebaskannya dari segala ketakutannya.

Atau juga pada cerpen “Petasan” yang menceritakan seorang anak SMA yang membuat tabung-tabung petasan yang awalnya tidak ia sukai hanya karena jatuh cinta pada Nyonya Go, istri pemilik toko tempat ia membeli bahan-bahan untuk membuat tabung petasan. Dengan semangat ia bekerja. Memperlihatkan kinerja yang keras hingga ia berhasil membeli sepeda Tohatsu. Namun, ketika ia hendak memamerkannya pada Nyonya Go, keluarga pemilik rumah itu telah pindah ke Cina.

Namun dari semua cerpen yang ada di buku ini, aku paling suka yang menjadi judul dari buku ini. Pada sebuah beranda. Yang menceritakan tentang seseorang pria yang telah memiliki keluarga namun juga mencintai perempuan lain. Bondan Winarno menggambarkannya dengan sebuah pengandaian Beranda. Untuk sebuah alas an sentimental aku sangat menyukai cerpen ini. Kupikir Bondan Winarno tak salah memilih judul cerpen ini sebagai judul buku yang menurutnya bisa menjadi silent salesmen. (*)

Comments

Popular posts from this blog

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar

Mencintaimu

Aku terbangun pagi ini. Masih begitu pagi. Aku menghimpun jiwaku. Aku mengumpulkan cinta di hatiku. Kutemukan begitu banyak cinta untukmu. Aku mencintaimu.aku mencintaimu.aku mencintaimu. Bahagia bisa memilikimu. Bahagia bisa menjadi tempat kembali saat kau butuh. Bahagia bisa menjadi rumah yang hangat untukmu. Aku menemukan ceceran cerita dalam lembar-lembar catatan harianku. Yang lain dating dan pergi. Tapi dirimu selalu ada. Selalu menemani. Tempatku menangis. Tempatku merajuk. Dan tempatku bermanja dan berbagi bahagia. Aku telah membangun rumah dihatimu. Kesana lah aku pulang. Tiga hari ini kurasakan bahwa kita telah menjadi sebuah ikatan yang menyatu. Tiap tindakan haruslah berdasarkan pertimbangamu. Aku harus belajar mengalah dan tak egois. Mendengarkan penilaianmu dan tak egois ketika kita tak bersepakat. Sayap kita adalah telah menyatu. Dan kita akan terbang bersama. Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu….Sangat. Hei, pagi ini aku mendengar Air Supply. Semua laguny

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem