Skip to main content

Nyaman Dan Tak Nyaman

Seminggu lalu kita melakukan lagi perjalanan. Bone-Makassar. Tidak terlalu jauh memang. Dan medannya pun sudah sangat kuhapal. Tapi bersamamu segala hal perlu dipastikan dengan baik. Saya yang flu pun terpaksa harus minum obat agar tidak bertambah sakit di perjalanan. Seperti biasa kita membooking mobil sewa tetangga yang bisa dipastikan kita akan mendapat kursi di dekat sopir tanpa perlu berdesak-desakan. Seperti waktu pertama kita ke Makassar (eh, tapi waktu pertama tetap ada penumpang di samping kita meski dia harus mengalah demi kenyamananmu).

Dan begitu pula rencana semula. Tapi apa daya mobilnya tidak ke Makassar karena supirnya kecapaian pulang tengah malam dari Makassar. Saya berkeras untuk tetap berangkat meski etta melarang. Satu-satunya jalan adalah menunggu mobil tujuan Makassar di depan rumah. Dengan segala kemungkinan buruk. Tempat duduk tidak nyaman. Entah di depan,tengah, atau paling belakang. Dan yang paling buruk adalah hanya sampai di terminal jika berplat kuning. Saya sudah siap dengan itu semua. Untungnya mobil yang ditumpangi hanya berpenumpang satu orang dan berplat hitam yang artinya mengantar masuk ke dalam kota. Sepanjang jalan saya selalu berharap penumpang yang cuma berempat di dalam mobil tidak bertambah. Dan sampai Makassar akhirnya kita bisa duduk dengan nyaman.

Sayangnya saat pulang, mobil travel cahaya bone yang biasa kita tumpangi hanya bersisa satu kursi. Itupun kursi nomor 8. Paling belakang dan (mungkin) paling sempit. Kursi yang enak itu di nomor 1,4, dan 5. Cukup luas untuk memangkumu tanpa menganggu penumpang lain. Saat pulang, saya merencanakan bersama kakak Ipah. Jadilah sekali lagi kita menggunakan mobil sewa yang tak tertebak kenyamanannya. Dan sayangnya, kita tak seberuntung saat ke Makassar. Mobil yang dipakai pulang ini penuh penumpang. Di sampingku adalah seorang ibu yang hamil tua yang memangku anak kecil yang suka mencolek-colekmu. Jendela mobil pun begitu lebar terbuka. Angin menerpa tubuhmu.Dingin.

Sepanjang perjalanan kuhanya mampu berdoa semoga dirimu tidak rewel dan tidak masuk angin. Perjalanan begitu melelahkan hingga saya terkantuk-kantuk di mobil. Untungnya dirimu tertidur pulas meski aku bisa merasakan kamu agak kurang leluasa bergerak. Sepanjang jalan aku hanya mampu menatapmu dan meminta maaf tak bisa memberimu kenyamanan.

Ketidaknyamanan Yang Lain

Di rumah sedang panas-panasnya. Tidak malam tidak siang, tidak pagi terasa panas. Semua mengucurkan keringat. Keringat yang keluar setera dengan berlari keliling lapangan sepakbola. Mengucur deras. Dirimu pun merasakan gerah yang sama. Bahkan diaper-mu tidak terlalu basah karena kencing. Kencing itu keluar sebagai keringat. Membasahi bantal dan bajumu. Jika gerah kamu pun mulai terbangun dan menggerak-gerakkan kakimu. Gelisah. Membuatmu tambah berkeringat. Saya pun harus mengipasimu agar kamu kembali nyaman. Jika masih gerah terpaksa kuandalkan kipas angin agar kamu merasa sejuk. Padahal kata dokter kipas angin tidak cocok untukmu. Bisa membuatmu sesak nafas.

Biang keringat pun mulai muncul di kepala botakmu dan juga mukamu. Aku pun mengambil inisiatif tak lagi berkelambu kala malam. Hanya dirimu yang menggunakan kelambu serupa tudung saji. Kelambu khusus bayi agar tidak terlalu gerah. Tapi tetap saja kita berdua masih berkeringat hebat. Sekali lagi kita mengandalkan kipas angin. Dan kali ini kita mengandalkannya sepanjang hari. 24 jam demi sebuah rasa sejuk dan agar dirimu bisa tidur nyenyak.

Bukannya tak bisa membelikanmu AC. Ketika aku mengeluhkan ini ke ayahmu, dia dengan cepat merespon untuk membelikanmu AC. Itu bukan barang murah nak. Seumur-umur saat kuliah saya baru merasakan AC. Itupun di ruang-ruang kuliah yang kadang menyala kadang tidak. Aku masih berpikir untuk memasang AC di rumah ini. Bukan karena tak ada uang, tapi listrik rumah yang tidak stabil. Kabel ditarik dari ujung ke ujung hanya untuk penerangan lampu. Bisa kau bayangkan betapa susahnya untuk memasang AC.

Dilema rasanya melihatmu. Merasakan lagi sebuah ketidaknyamanan. Tapi saya ingin mengajarimu tentang ketidaknyamanan dan kenyamanan. Uncomfortable and comfortable. Akan lebih mudah beradaptasi di suasana nyaman ketika kita telah memahami ketidaknyamanan. Ketika kamu telah terlena dengan zona nyaman saya takut kamu tak lagi bisa survive di zona tidak nyaman.

Dalam ketidaknyamanan kita akan berusaha menciptakan kenyamanan. Membuatmu kreatif untuk menghadirkan rasa nyaman. Namun dalam kenyamanan kamu terima beres segala sesuatu. Dan kamu menjadi tidak kreatif. Entah apa kita harus menunggui musim hujan datang agar dingin kala malam atau memasang AC untuk sebuah kenyamanan. Kita tunggu etta memperbaiki listrik rumah saja. Jika saat listrik telah baik dan kita masih kegerahan kita akan pasang AC. Mengapa harus tidaknyaman ketika kita mampu untuk nyaman?

Ah, tulisan ini terlalu menghakimi definisi nyaman dan taknyamanmu. Kupikir asal ada diriku, tak peduli segerah dan sesempit apapun kamu tetap akan merasa nyaman. Karena dengan kreatif kamu akan menangis dan saya harus lebih kreatif lagi untuk menciptakan rasa nyaman untukmu.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

  1. sama, semingguan ini di sini juga panas, panas sekali. kadang sampai harus berbaring di lantai di bawah jendela saat tengah hari. saat ini masih bumil, entah jika dede' di perut telah keluar.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...