Skip to main content

Just The Way You Are

Ema bertanya padaku”bagaimana rasanya (menjadi ibu)?”. Sesaat aku tak mampu menjawab. Aku harus berpikir keras untuk mencari jawaban yang tepat. Paling sederhana mungkin adalah menyenangkan. Tapi rasanya lebih dari itu. Ia tak terwakilkan kata-kata. Setiap kali aku memandangnya aku selalu takjub akan dirinya. Duduk dipangkuanku dan menggantungkan hidupnya padaku. Jika aku sedikit tak peduli maka ia akan mengamuk. Jika aku tak peduli sama sekali maka ia mungkin tak tumbuh seperti sekarang.
Aku masih saja takjub akan keberadaannya. Ketika hanya kami berdua dan terperangkap dalam kerangkeng cinta yang berbinar dari matanya. Selalu saja aku merengkuhnya dan mencium dahinya. Menglafalkan doa singkat untuk kebaikannya. 
Usia 9 minggu dalam kadungan

Aku selalu takjub dirinya begitu kecil dalam pelukan dulu ketika pertama kali kulit kami bersentuhan. Aku masih saja tak percaya bahwa dirinya pernah hanya berupa setitik kecil dalam rahimku. Kukandung selama 9 bulan lebih. Merasakan semua emosi yang kuyakin mampu membuatnya tegar kelak. Aku masih tak percaya hingga detik ini malaikat kecil itu mulai bertumbuh besar. Jika kuumpamakan masuk lagi ke dalam rahimku kupikir rahimku takkan lagi cukup untuk tubuhnya.

Ada kala ketika ia begitu rewel sisi kesalku pun tersulut. Namun selalu  saja kusadari bahwa dirinya masihlah begitu kecil untuk mampu mandiri. Kesal itu terkalahkan oleh kasih yang berlebih. Beginikah rasa yang tiap ibu miliki? Memandanginya tertidur lelap, bernafas satu-satu adalah serupa menonton film maharomantis yang pernah ada di dunia. Tiap ekspresinya mampu memantik reaksi berlebih. Kadang ia menangis sesunggukan dalam tidurnya atau tertawa keras.
Aku selalu berimajinasi, mungkin Tuhan memutarkan mimpi tentang hidupnya kelak. Setiap ekpresi tangisnya adalah sedih yang akan ia lalui dan gelak tawanya adalah bahagia yang akan ia songsong. Mungkin lebih banyak tangis ketika ia tertidur. Entah karena mimpi atau sesuatu di luar dirinya yang menginterupsi. Tapi suaraku adalah suara pertama yang didengarnya untuk menenangkan jiwanya yang sedih. Lenganku adalah lengan pertama yang akan merengkuhnya untuk menenangkan tangisnya. Dan pelukanku adalah pelukan pertama yang ia rasakan hangatnya untuk kembali berbagi rasa bahagia.
Semua orang berspekulasi tentangnya. Ketika ia menangis, meronta, dan tak mau diam. Menebak mungkin dirimu kelaparan, kurang nyaman, dan segala tebakan lainnya. Tapi akulah yang paling mampu memahaminya. Akulah manusia yang tak pernah jauh dari dirinya.
Ia kini mulai mampu merasakan kesunyian. Sedih jika sendirian. Dan menangis ketika diabaikan. Indera-inderanya makin matang. Makin mampu merespon tiap orang yang mengajaknya berkomunikasi. Ia tak rewel ketika diajak bermain. Mungkin ia kini telah memahami arti berkawan. Dan mulai pandai meminum vitamin. Rasa pertama yang berbeda dari rasa susunya. Awalnya ia mengerjitkan dahi dan muntah. Namun setelahnya ia belajar dan beradaptasi dengan baik. Obat itu seperti hidup nak, pahit tapi kamu butuh untuk bertahan hidup.
lLgi belajar teori Sigmund Freud tentang fase oral
Ketika ku sedih, ia mampu membuatku kembali bahagia. Ketika aku gembira maka aku bergembira bersamanya. Selalu ada hal-hal kecil yang mampu membuat kami tertawa bersama. Ketika aku tak punya teman diskusi ia dengan antusias mendengarkan ocehanku. Meresponku tak kalah ributnya. Rasanya seperti mendapat teman diskusi yang mampu memberi berbagai saran dan solusi. Wajahnya bersemu merah jika tersenyum. Mulutnya membentuk huruf D yang manis saat tertawa. Matanya melengkung cantik dan setengah terpejam saat senang dan merespon. Kadang sesekali mengeluarkan gaya-gaya alay yang memonyongkan bibir. Dia selalu saja memesona. Seperti apapun dia.
Hari ini genap 2 bulan usianya. Ia menjadi bayi sehat dengan pipi yang merah jambu. Suka memandangi poster Harry Potter Part 2 dengan gambar Hogwarts terbakar. Jika kamu sudah pandai membaca nanti nak, akan kubelikan Satu set buku Harry Potter versi bahasa Inggris ^^.
Ara, I love u just the way u are…

Comments

Popular posts from this blog

Meet Esti Maharani

Baru saja saya menghempaskan tubuh di kasur di rumah kakakku yang beralamat Sudiang setelah menempuh waktu 4 jam dari Bone ketika saya menerima pesan text darinya. "Dwi, saya lagi di Makassar. Kamu di mana?" pengirim Esti PJTL 2006. Kubalas segera "Saya juga di Makassar. Kamu dimana?". Dan berbalas-balas smslah kami. Ia menjelaskan bahwa ia baru saja mendarat dan on the way menuju hotel tempatnya menginap. Ia sedang ada liputan musik di Makassar. Wah, sebuah kebetulan yang kemudian membawa kami berada di kota yang sama di waktu yang bersamaan. Esti Maharani, saya mengenalnya 5 tahun yang lalu. Disebuah pelatihan jurnalistik tingkat lanjut (PJTL) yang diadakan oleh Universitas Udayana, Bali. Kami sekamar. Anaknya ramah, suka tersenyum, dan chubby. Saat itu ia mewakili Majalah Balairung, Universitas Gajah Mada dan saya mewakili UKM Pers Universitas Hasanuddin. Dua minggu kami belajar tentang reportase lanjutan bersama rekan-rekan dari universitas lain. Setelah itu k...

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling ...

Eksistensi Rasa : Kisah Cinta Tak Biasa Untuk Mereka Yang Mencari

Devin Jelaga Osman atau lebih akrab disapa Djo. Ia memiliki pertanyaan paling besar buat dirinya sendiri . Siapa sebenarnya dirinya? Selain pertanyaan yang masih terus ia cari jawabannya itu, ia memiliki rahasia lain. Yang takut ia bagi dengan sahabat terdekatnya, Rindu.  Rindu Vanilla. Mahasiswa arsitektur seangkatan Djo. Ia membenci perpisahan. Kepergian Langit, Mamanya, persiapaan pernikahan ayahnya. Mengapa ia merasa selalu ia yang ditinggalkan sendirian. Hanya Djo satu-satunya yang selalu menemaninya.  Ezra, asisten dosen yang juga mahasiswa Arsitektur di kampus yang sama. Ia menyimpan rahasia tentang kehidupan Djo.  Eksistensi Rasa adalah buku lanjutan dari Konstelasi Rindu yang menceritakan kisah persahabatan antara Djo dan Rindu. Jika belum membaca Konstelasi Rindu, seperti saya, pada halaman-halaman awal buku ini kamu akan sedikit bingung dengan jalannya cerita. Namun jangan berhenti, teruslah membaca. Karena di halaman-halaman berikutnya kamu akan memahami perma...