Skip to main content

Karena Aku Bukan Mantan

Aku mengetuk pintu rumah itu. Rumah kecil nan asri. Dipenuhi oleh tetumbuhan hijau tanpa bunga. Aku pernah ikut merawat tanaman itu. Dulu sekali saat aku sering melewatkan malam hingga pagi di rumah kecil itu. Ah, rasanya telah begitu lama. Rumah itu pernah kuanggap sebagai tempat pulang, meski pada akhirnya ia tidak menjadi tempat pulangku. Aku berdiri di depan rumah itu, datang sebagai tamu yang pastinya akan selalu beranjak. Karena tuan rumah tak pernah menganggap aku adalah bagian dari rumahnya. Aku adalah seseorang yang datang dan segera harus beranjak ketika segala hal tentangku tak lagi penting.

Entah apa yang aku lakukan di sini. Berdiri dan menanti tuan rumah untuk membuka pintu. Berharap ketika ia membuka pintu maka ia akan memelukku dan mengecup dahiku hangat. Memohon untuk sebuah kejelasan. Menanyakan tentang peran hati dalam keterkaitan kami.

Aku tak pernah berani berharap. Kami tak lain hanyalah dua manusia yang menemukan kesamaan dalam banyak perbedaan. Jika kami adalah keping puzzle, maka keping kami cocok satu sama lain. Hanya saja kami berada di bingkai yang berbeda. I'm not belong to him and he isn't belong to me.

Tapi masih saja aku berani menjejakkan kakiku ke rumah ini. Hanya untuk sebuah pertanyaan tentang cinta yang ingin kudapatkan jawabannya. Aku mengetuk pintu kembali. Tapi belum ada jawaban dari penghuni rumah.

Ada banyak malam yang kulalui di rumah ini. Banyak cerita yang menyenangkan dan riuh rendah tawa yang kami bagi berdua. Kami sepasang yang berbahagia. Tapi apakah kami pasangan? Tak pernah sekalipun kami menyatakan sebuah kesepakatan tentang apa nama hubungan ini. Kami membiarkan waktu membawa kami hingga akhirnya aku berdiri di depan pintu rumah ini untuk mencari kesepakatan itu. Aku mengetuk lagi.

Pintu rumah perlahan membuka. Tak kudapati sosoknya yang biasanya begitu segar ketika membukakanku pintu. Tak ada pelukan dan ciuman di dahi. Di hadapanku yang ketemui hanyalah perempuan yang adalah pembantu rumah yang pastinya baru dipekerjakan. Dulunya ia tinggal sendiri di rumah ini.

"Bapak ada?", tanyaku. "Bapak barusan pergi bersama tunangannya" kata pembantu tersebut. "Oh..." Responku.

Perutku tiba-tiba melilit. Organ-organ vitalku serupa menghilang semua. Aku baru sadar mengapa selama ini ia tidak lagi pernah menyapaku. Sekedar mengirimiku pesan atau mengucapkan selamat malam. Ia menhilang dari peredaran planetku. Kini kutahu jawabnya. Ia telah menemukan orang yang ia pilih untuk menemaninya. Dan perempuan itu bukan aku.


Aku bukan siapa-siapa untuknya. Aku hanyalah serupa teman khayalan yang menemani malam sepinya. Apakah aku mantannya kini? Aku tak pernah tahu. Kami tak pernah menjadi kekasih. Bagaimana aku bisa disebut mantan.

Akankah ia memasukkanku dalam daftar perempuan yang pernah membahagiakannya? Ah, begitu menyedihkannya hidupku. Bahkan status mantan pun aku tak memilikinya.

Kulangkahkan kakiku. Ada sesak di hati. Cinta yang terhujam begitu perih. Aku tiba-tiba membencinya. Dan aku pun tiba-tiba membenci diriku yang tak pernah mampu membencinya.

#15harimenulisdiblog #12 #mantan
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

Pride and Prejudice : I’m Bewitched

Tak pernah kusangka saya akan jatuh cinta pada film Pride and Prejudice. Waktu kuliah dan masa-masa belum punya anak, saya tidak pernah tergerak untuk menonton film ini. Prasangka saya terhadap film ini sudah tumbuh sejak memiliki versi Film India di tahun sebelumnya. Mungkin karena hal itu saya kemudian tidak tertarik menontonnya.   Namun karena episode-episode drama korea yang aku nonton udah habis, ditambah kebosanan pada topik medsos yang masih heboh dengan pilpres, dan juga pengaruh hari valentine yang menyebabkan algoritma lapak streaming merekomendasi film-film romantis menjadi sebab akhirnya saya menonton film ini Semuanya berawal dari ketidaksengajaan menonton Atonement yang diperankan oleh Kiera Knightley. Film ini cukup bagus, meski di tengah jalan saya udah kena spoiler via wikipedia dan rada senewen dengan endingnya. Tapi kecantikan Kiera Knightley tetap mampu membuat saya menyelesaikan film itu sampai detik terakhir. Saking senewennya dengan ending Atonement, sa...

Membaca Loversus

Kata K Zulham, teman sekantorku Chicklit itu oportunis. Chicklit adalah genre novel remaja yang menceritakan persoalan anak sekolahan dan percintaan. Tapi yang menyenangkan adalah bagaimana kau membaca dan menemukan apa yang ingin kau baca. Bagaimana kamu tersenyum bahagia di ending sebuah buku. Dan ribuan diksi baru menghingapi otak dan pikiranmu karena penyajiannya. Tak peduli jenis bacaan apa pun ia. Tak peduli ia adalah kumpulan cerpen, dongeng sebelum tidur, bacaan remaja,Chicklit, Teenlit atau novel berat yang terlalu ngejelimet. Aku mengikat kesan itu setelah menuntaskan 216 halaman buku Farah Hidayati. Loversus . Sebuah chicklit yang berfokus pada cerita tentang persahabatan dua siswa SMA yang berawal dari adegan pencarian sepatu hingga pencarian TKI dalam geografis Macau dan London. Pada awalnya saya menganggap buku Loversus ini sama dengan chicklit-chicklit yang pada umumnya hanya sekedar berdialog dan tidak memiliki kedalaman cerita. Namun aku harus mengubah pendapatku di ...