Skip to main content

Takar Waktu


Ia menyediakan kuantitas dalam takar bilangan milik-Nya. Dan tiap jiwa memilik keharusan untuk mampu mengisinya dengan kualitas. Agar kuantitas itu tidak sia-sia adanya.

Setiap jiwa telah memiliki hitungannya masing-masing. Seberapa banyak oksigen yang terhirup oleh organ pernafasan. Seberapa liter air yang kamu konsumsi. Seberapa banyak langkah yang harus kamu genapkan sebelum kamu ruhmu berpisah dengan raga. Tuhan telah menakdirkan semuanya. Memberi kuantitas dalam takar nilai pada tiap jiwa.

Karena itulah tak ada yang abadi. Tak ada yang benar-benar selamanya. Segala sesuatu memiliki cap kadaluarsa. Ketika takaran itu habis, ia serupa jam pasir yang terus bergerak ke bawah sesuai gravitasi. Ketika tabung atas telah kosong maka kuantitas pun telah habis. Seperti semacam raport semasa sekolah tabung bawah berisi pasir itu tak hanya sekedar jumlah pasir penghitung takaran namun juga memiliki nilai kualitas. Dan sayangnya karena semua memiliki cap kadaluarsa, maka cinta pun punya batas waktu.

Bertemu denganmu pun bukan sebuah kebetulan. Tuhan telah menggariskan itu. Hidup ini adalah seperti sebuah buku petualangan yang kamu pilih ceritanya. Namun, ketika kamu telah memilih satu halaman,kamu harus meneruskan petualangan itu. Tak pernah bisa kembali ke halaman sebelumnya dan mencoba kemungkinan lain.

Telah ada takar waktu antara dirimu dan diriku. Seberapa banyak detik yang akan kita lalui bersama dan seberapa tatapan mata kita bertemu. Mungkin jika dikumpul, jumlah detik itu tidaklah banyak. Mungkin hanya sekedar hitungan beberapa tahun, bulan, atau mungkin hari. Menatap matamu pun rasanya begitu jarang aku lakukan. Aku lebih suka bercerita padamu sambil memandang kea rah yang lain. Tak cuma padamu sebenarnya, kulakukan pada beberapa orang.

File kenangan akan wajahmu sangat sedikit di memori otakku. Aku hanya suka memperhatikanmu diam-diam. Ketika matamu tak menatapku. Aku lebih bebas mengekspresikan retina mataku. Mengerjapkannya semauku. Dan menarik sudut bibirku diam-diam. Sisanya,aku lebih suka dirimu dalam imajiku. Membayangkannya dalam mata terpejam.

Ketika kita bersua, aku lebih banyak memejamkan mataku. Rasanya seperti sebuah simulakrum berada di dekatmu. Apakah ia imajinasi atau nyata? Terlalu banyak imajinasi membuatku merasakan bahwa setiap hal nyata yang kita buat adalah sebuah imajinasi. Seberapa banyak takar imajinasi yang diberikan kepadaku tentang dirimu? Quotaku mungkin kian menipis. Aku terlalu banyak menghabiskannya dalam sepi dan diam. Ketika selubung yang tak mengenakkan hati  mulai mengacaukan hariku, aku memilih untuk memejamkan mata dan bertemu denganmu di sana.

Berapa banyak lagi takaran angka yang telah kuhabiskan? Aku penasaran seberapa banyak kuantitas yang disediakan Tuhan akan diriku pada dirimu. Tak begitu banyak kurasa.Kuantitas itu entah di dalamnya telah ada laku imajinasi dan nyata. Aku tak pernah benar-benar tahu. Aku takut ketika mengetahuinya jarum-jarum penunjuknya telah mendekati angka nol.

Ketika itu terjadi aku pasti akan sangat sedih. Apakah kamu akan merasa kehilangan seperti diriku? Aku tak berani berharap. Aku selalu tahu bahwa dirimu mampu menghadapinya dengan baik. Menganggap ini hanyalah seperti perpisahan seorang teman saja. Aku membayangkan memberikan option serupa novel jika kelak aku harus berkata “Hajimamisate”. Kita seperti kawan lama atau dua orang yang bertemu setelah terpisah jutaan detik, atau kita sama sekali tak saling mengenal.

Aku memilih pilihan terakhir saja. Ketika kita telah sampai di titik itu, kita telah sama-sama saling melupakan dan memaafkan. Aku tak pernah tahu batas waktu itu akan habis segera atau tidak. Aku tak ingin lagi memikirkannya. Aku terlalu sering mengucapkan selamat tinggal padamu. Dan dikemudian hari aku kembali menemuimu. Aku pernah benar-benar melakukannya dengan begitu baik. Namun kita masih saja saling berkata “sampai ketemu”.

Kali ini mungkin selamat tinggal tak perlu lagi diucapkan. Biarkan hati kita masing-masing yang saling menarik jarak. Biarkan kenangan kita yang memudar seiring waktu. Biarkan detak waktu milik kita menuju angka nol. Namun sebelum itu terjadi, aku masih tetap akan menyapamu. Berkata “besok kita ketemu lagi ya”. Atau tetap merangkai pertemuan-pertemuan imajiner dalam benakku.

Dan jika angka itu telah menunjuk nol, maka tiap hari aku akan berdoa agar kelak aku masih punya waktu lagi bersamamu…Entah kapan, entah dimana, entah diruang dan waktu yang berbeda.

25 February 2011

Comments

Popular posts from this blog

Tips Memilih Majalah Anak Untuk Buah Hati

Menanamkan hobby membaca pada anak perlu dilakukan sejak dini. Kebiasaan membaca haruslah dimulai dari orang tua. Memberi akses pada buku-buku bacaannya salah satu langkah penting. Namun, membacakan cerita dan mendapatkan perhatian anak-anak merupakan tantangan tersendiri.  Ara dan Buku Bacaannya Saya mengalaminya sendiri. Ara (3 tahun) cukup gampang untuk bosan. Memintanya fokus mendengarkan kala saya membacakannya buku cukup susah. Pada waktu-waktu tertentu ketika dia menemukan buku yang menarik perhatiannya, dia dengan sukarela memintaku mengulangnya berkali-kali. Namun, ketika saya membacakannya buku yang tidak menarik minatnya, dia memilih bermain atau sibuk bercerita sampai saya berhenti membaca. Untuk menarik minatnya akan buku, setiap kali ke toko buku saya membiarkannya memilih buku apa yang ingin dia beli. Kebanyakan pilihannya ada buku cerita dengan karakter favoritnya, Hello Kitty. Untuk buku anak- anak pilihanku, syaratnya adalah ceritanya pendek, kalimatnya mudah ia paham

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan

Misteri Sepatu Menggantung di Kabel Listrik

Sumber : Athens News Sepasang sepatu menggantung lunglai di tiang listrik. kabel listrik tempatnya bergantung kokoh tak ingin melepaskan sepatu itu menghujam bumi. Pertama kali tiba di Athens, saya cukup heran dengan sepatu-sepatu yang tergantung di kabel-kabel listrik itu. Kutanya ke seorang teman bule tapi ia tak memberi jawaban yang memuaskan. Kupikir sepatu-sepatu itu dilempar begitu saja karena sudah dirusak atau tidak dipakai. Atau asumsiku yang lain adalah sepatu itu milih olahragawan yang berhenti dari profesi dan memilh menggantung sepatu. seperti pemain sepakbola. Tapi sepertinya asumsi olahragawan itu tidak benar, karena sepatu-sepatu yang menggantung di tiang listrik cukup mudah ditemukan. Jalan-jalanlah di seputaran Athens dan kau akan mendapati sepatu-sepatu menggantung di tiang listrik.  Uniknya sepatu yang digantung itu hanyalah sepatu-sepatu kets. Fenomena ini disebut Shoefiti dan terjadi diberbagai tempat di Amerika. Nyatanya bukan hanya saya saja yang penasar