Skip to main content

"pertemuan "

“aku kadang berpikir bahwa pertemuan kedua akan selalu mengecewakan. Kita selalu punya ekspektasi begitu indah tentang pertemuan itu dan kadang realitas tak berjalan sesuai mimpi kita” (terkirim pagi hari)

“jika kuharus bermimpi, untuk dapat memandangmu…maka jangan bangunkan aku dari tidur lelapku……aku berpikir tentang smsmu tadi pagi….” (masuk di inboxku sore ini)

Aku tak membalasnya. Semua kata tak mampu mewakili rasa hari ini. Rasa tentang aku dan kamu. Ribuan imaji tentangmu menari di sudut otakku. Ada sebuah keinginan kuat untuk membalas pesanmu itu…tapi kali ini aku ingin membuatnya begitu saja….

aku selalu merasakan ini. Ditiap perjumpaan dan perpisahan. aku selalu menciptakan imaji tentang sebuah perjumpaan. Menunggu saat itu dengan jantung yang berdebar dan napas yang tak beraturan. Ribuan imaji tergambar di benakku. Memperlihatkan scene-scene yang akan aku lalui denganmu. Tapi….aku pernah merasakan perjumpaan yang menyakitkan.

Perjumpaan yang aku buat dengan begitu indah di imaji. Penuh tawa dan tak menyisakan tangis. Tapi realitas berbicara lain. Perjumpaan itu kemudian berlalu begitu saja. Tak ada kesan atau sebuah upaya indah yang berusaha untuk di akhiri dengan sempurna. Semua kacau, semua di luar bayanganku. Kalo aku bisa memutar waktu dan tak berada di tempat itu untuk berjumpa kembali, aku ingin melakukannya. Ia akan tetap begitu indah di sana. Tapi sekarang, semua berantakan. Aku hanya berusaha mengatur kembali puing-puing imaji. Tetap berusaha merekatnya meski ia tak lagi sesempurna dulu.

Waktu telah merubah segalanya. Aku, kamu, dan semua yang berpijak di bumi ini. Waktu mengikis perlahan apa yang telah kubuat dan telah kutorehkan kesan. Dan aku masih tetap berpijak di masa lalu dan membuat ekspektasi dengan kenanga itu. Aku lupa pada hukum waktu yang mengubah segala. Ribuan hari telah terlewati. Dan tiap hari selalu memberi kenangan yang terus menghimpit kenangan yang lalu.

Aku selalu takut pada pertemuan kedua. Cukup sekali saja aku kecewa. Aku sudah cukup terluka dan begitu cengeng tak mampu menghadapi realitas. Imaji tentangmu selalu ada ditiap hariku. Membayangkan apa yang kamu lakukan, sedang apa kamu detik ini. Apakah kita melakukan kebetulan yang sama. Aku pun selalu membayangkan perjumpaan yang indah. Berbaring dan menatap langit bersama. Menulis catatan-catatan perjalanan. Aku selalu berbahagia mampu memiliki imaji itu. Ia selalu mampu membuatku begitu optimis untuk terus berusaha menantang matahari.

Di satu sisi aku tetap ingin membuatnya tetap seperti itu. Tapi di sisi lain rindu padamu begitu membuncah. Ada ruang di hati yang juga rindu ini berbalas. tapi aku masih takut bertatap muka dengan realitas. Mimpi selalu indah dan relaitas begitu tidak mampu dikompromikan……

Aku pun mendengar lagu yang sama yang kamu dengar. Pilihan yang kita punya sekarang adalah terus tertidur dengan begitu bahagia atau bangun dengan menemukan kenyataan yang akan (mungkin) membuat kita kecewa…..


Comments

Popular posts from this blog

Dapat Kiriman Moneygram

Ini adalah pengalaman pertama saya mendapatkan kiriman uang dari luar negeri. Sedikit norak dan kampungan sih. Tapi tak ada salahnya membaginya di sini. Setelah saya googling di internet kurang yang mau berbagi pengalaman tentang transferan luar negerinya. Nah, karena Kak Yusran yang bersekolah di Amerika berniat mengirimi saya uang buat tiket ke Bau-Bau, maka dia akhirnya mengirimkan uang. Dalam bentuk dollar lewat jasa layanan Moneygram yang banyak tersedia di supermarket di Amerika. Moneygram sama seperti Western Union. Tapi Western Union lebih merakyat. Mereka bekerja sama dengan kantor Pegadaian dan kantor pos. Sehingga di kampungku pun ada fasilitas Western Union (tapi saya belum tahu berfungsi atau tidak). Moneygram sendiri setahu saya hanya bekerja sama dengan beberapa bank. Saya belum pernah tahu kalo Moneygram juga sudah bekerja sama dengan kantor pos, meskipun informasi dari teman-teman di twitter mengatakan demikian. Jasa layanan pengiriman uang macam Moneygram dan Western

June, I Wont Remember

Ada yang ironi membaca judul yang kubuat di atas. Mengapa? Karena dua tahun lalu saya mengumpulkan cerpen-cerpen dan prosaku dalam satu buku yang kuberi judul "June, I Remember".  June, you come. As usual. Once in a year. Setia seperti matahari pagi yang terbit. Sayangnya, Juni kali ini tidak begitu kunantikan. Ada satu, dua dan beberapa alasan kenapa saya tidak begitu senang dengan Juni. Ini hanyalah pendapat pribadi dan hanyalah pada tahun ini.  Kenangan dan ingatan akan bulan juni di masa silam terlalu romantis di kepalaku. Membulat dalam ruang kosong hampa dan beterbangan di sana. Kemudian Juni tahun ini seperti chaos yang meluluhlantakkan  ruang kosong itu. Angan membuyar, debu kenangan mengabut. Namun, sekalipun demikian kenangan-kenangan itu melekat samar di benakku. Karenanya Juni tahun ini datang membawa hawa tak menyenangkan. Saya perlu berlari. Chaos pastinya tak mampu terelakkan namun pergi adalah langkah paling kongkret untuk meminimalisir kesakitan. Maka, Juni,

Kartu pos Bergambar Usang

 Setelah vakum 3 tahun lebih, saya akhirnya kembali mengaktifkan kembali akun Postcrossing. Setelah memastikan   alamat rumah gampang ditemukan oleh pak pos dan pengantar barang, maka saya yakin untuk kembali melakukan aktivitas berkirim kartu pos ke berbagai penjuru dunia dan berharap kartu pos-kartu pos dari berbagai penjuru dunia mendatangi rumahku. Rumah pertama yang harus saya kirimi kartu pos beralamat di Jerman. Saya pun memutuskan untuk mencari kartu pos. Tempat yang paling pasti menyediakan kartu pos adalah di kantor pos dan toko buku. Saya memilih membeli di toko buku saja. Mutar-mutar di Gramedia dan bertanya ke karyawannya dimana bagian kartu pos,sejenak sang karyawan tertegun, kemudian balik bertanya “postcard?”. Next time, saya harus bertanya postcard alih-alih kartu pos. Ia kemudian mengantarku ke satu rak putar yang berada di sudut toko.  Di rak itu bertengger kartu pos-kartu pos berwarna putih, bergambar alam Indonesia, dengan signature khas Indone