Kumulai membaca jurnal berbahasa Inggris itu. Mulai mengartikannya dalam benakku dan ku sinkronkan dengan bunyi tekan jemariku di tust-tust komputerku. 5 menit….10 menit….aku mulai putus asa…15 menit…aaaahhhhhhh….
“Aku malas mengerjakan skripsi.Tahun depan saja selesainya” kalimat itu telah berhasil kutulis di layer handphoneku. Tidak lebih dari 20 detik. Ku kirim ke nomor pertama yang muncul di layer handphoneku. Rasanya begitu lelah. Mataku sembab. Semua orang memintaku untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini, tapi mereka tidak tahu beratnya. Menyelaraskan apa yang aku pikirkan dengan apa yang ingin hatiku lakukan. Ah…persetan dengan semua. Kututup file skripsiku. Aku malas mengerjakannya. Biarlah aku tak usah selesai dulu. Toh, dampaknya juga bukan pada mereka. Ini konsekuensi yang ingin aku terima. Just let it flow….
Ku buka PDF buku terbaru dari Dee. Mungkin ini bias membuatku sedikit lebih bahagia, pikirku. 10 lembar pertama kisahnya yang kubaca dua malam lalu telah mengikatku. Dan kali ini aku ingin tenggelam di dalamnya. Dee selalu menjadi penulis yang aku kagumi. Cara ia merangkai kata begitu indah, mengalir, dan mampu membuatku merasa ikut dalam alur cerita. Bukunya kali ini berjudul “perahu kertas”.
Berbeda dengan supernova yang begitu berat, kali ini dee menyajikannya begitu remaja. Tapi, gaya menulis khas dirinya tak lepas sehingga tidak membuatnya menjadi sebuah novel chiklit remaja. Kugi, Keenan, Noni, dan Eko menjadi tokoh sentral dalam novel ini. Mereka berteman dari kecil hingga berbagai permasalahan menjadi kompleks seiring usia mereka.
Membaca buku ini seperti mengingatkanku pada sosok diriku dan sedikit kisah yang hamper sama. Kugi menjadi tokoh favoritku, dalam bayanganku selama membaca novel ini, ia adalah perempuan kecil yang agak tomboy. Aku selalu membayangkan sosok Eun-chan dalam serial coffe prince untuk mengilustrasikan Kugi dalam benakku. Untuk Keenan sendiri, aku tak punya banyangan khusus. Tapi yang pastinya ia indo dengan tinggi sekitar 170 cm. ia pokoknya, tampan untuk ukuran novel. Aku seperti menonton serial korea selama membaca buku ini.
Klimaks dan cara bertutur dee lumayan mampu membuatku membayangkan tiap scene-nya. Lelucon-lelucon dalam percakapannya begitu ringan. Mungkin orang yang membacanya akan melihat sosok Dee yang lain yang berbeda dengan sosok Dee yang ada di Supernova. Tapi ada sesuatu yang mengikatku akan cerita ini.
Setting tempat, cerita cinta yang tak terkatakan, penemuan pasangan yang kemudian menggenapi hati, sebuah karya bersama, dan mimpi kanak-kanak…mengingatkanku pada sesuatu. Pada sebuah kisah yang pernah kulakoni. Bedanya, aku tak begitu menyakiti hingga semua memutar balik hidup 180 derajat.
Aku jujur dan berada di titik bahwa ini hanyalah imaji yang sesekali akan kami tengok. Ketika sesuatu yang nyata membuat sedih. Saling berbagi…dan begitu bahagia di sana di teras imaji….
“kenangan hanya akan menjadi hantu di sudut piker jika kita tidak bergerak untuk membuatnya
nyata”… Sepertinya aku menemukan kembali jiwa untuk terus membuatnya nyata……
(buat dee : buku ini akan menjadi koleksi di perpustakaanku)
whaaaa...aku kemarin donlot yang belum lengkap...cuma sampai bab 11...bagi dong perahu kertasnya...
ReplyDelete