Skip to main content

Kasak Kusuk Foto Keluarga Naga


Pukul 10 pagi, rencananya kita telah berada di mobil menuju studio foto. Rencananya ya. Yang terjadi adalah saya masih main-main sama Ara dan ngobrol bareng Were, Azmi, dan Ema. Setengah jam kemudian satu persatu beranjak ke kamar mandi. Sejam kemudian kami baru di dalam taksi menuju studio foto. 

Di tempat lain, Icca pun masih menunggu anaknya Daneen yang masih tidur. Di Racing sana, Ecy ngasih kabar pas jam 12 siang, kalo Miqa lagi makan siang. Di Elegant, orang-orang ngantri untuk difoto. Awalnya kami menaksir pukul 12 siang foto-foto sudah selesai dan kita bisa langsung chuss ke Mari buat ketemu teman angkatan yang lain, nyatanya pukul 1.30 siang kita baru foto-foto. Pas saat Miqa dan mamanya datang. 



***

Tujuh tahun lalu, kami pun membuat grup pictures di studio foto yang sama. Ngumpul di Baruga Unhas kemudian sama-sama berangkat ke Elegant Photography. Tepat waktu dan terencana. Penuh gaya. Mulai dari duduk hingga melantai. 


Kami berusaha memperbaharui foto pertemanan kami. Ini serupa foto keluarga. Atau jejak waktu persahabatan. Memasukkan anak-anak kami dalam satu frame agar mereka saling mengenal Sayangnya beberapa diantara kami tidak sempat hadir. Jadi formasi tidaklah begitu lengkap :(.

Berfoto saat masih kuliah dan belum punya anak sangatah berbeda dengan berfoto  bersama anak-anak. Jika dulu kami masih sibuk dengan make up, bedak, lipstik, dan rambut, serta dandanan kami, maka kali ini  perhatian mereka adalah nomor satu. harus mengedepankan mood mereka. Ara terlalu banyak distractnya dan lebih milih memperhatikan balon-balon di kipas angin. Daneen yang tidak mau digendong duduk, Miqa yang kepanasan. Serta kami pun yang kepanasan dan mati gaya. 


Foto-foto kali ini benar-benar menyadarkan saya bahwa saya telah jadi mamak-mamak beranak satu yang harus mementingkan kepentingan anak saya. Menyenangkan hatinya supaya mau senyum depan kamera. Karena kalo dia sudah bengong, saya yakin hasil fotonya jelek. 

Entah bagaimana hasil foto edisi mamak-mamak gue dan teman-teman. Semoga hasilnya tetap mirip gadis sampul remaja meski gendong anak usia dua tahun. Dan semoga semua teman-temanku segera menikah biar segera punya anak. Terus bisa foto sama-sama lagi biar bukan cuma saya saja yang di frame gendong anak. Tapi semuanya. Aamiiinnnn ya Allah....

Bone, 4 April 2014

Ps : hasil fotonya sudah jadi. Silakan menilai perbedaannya di foto yang saya tampilkan di blog ini :D

Comments

  1. Wuih, serunya kumpul2 lagi dih.. bawa bebynya masing-masing
    anaknya Ecy sudah besarmi juga ternyata :))
    eh, EMMA! dia sudah nikah ya??

    ReplyDelete
  2. Haiiii Araaaa, udah besar yaaaa... seru banget foto-fotonya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Seketika Ke Sukabumi

twit ekspektasi vs twit realita Setelah kelelahan karena hampir seharian di Mal sehabis nonton Dr.Dolittle pada hari rabu, dengan santai saya mencuitkan kalimat di Twitter "karena udah ke mal hari Rabu. Weekend nanti kita berenang saja di kolam dekat rumah”. Sebuah perencanaan akhir pekan yang sehat dan tidak butuh banyak biaya. Saya sudah membayangkan setelah berenang saya melakukan ritual rebahan depan TV yang menayangkan serial Korea sambil tangan skrol-skrol gawai membaca utasan cerita yang ga ada manfaatnya.  Sebuah perencanaan unfaedah yang menggiurkan. Tiba-tiba Kamis malam suami ngajakin ke Taman Safari liat gajah pas akhir pekan. Mau ngasih liat ke Anna yang udah mulai kegirangan liat binatang-binatang aneka rupa. Terlebih lagi sehari sebelumnya kami menonton film Dr.Dolittle yang bercerita tentang dokter yang bisa memahami bahasa hewan. Sekalian  nginap di hotel berfasilitas kolam air panas. Hmmm. Saya agak malas sih. Membayangkan Taman Safari yan...

antusiasme berfoto....

Sebagai prasyarat untuk mendapat izin ujian selain kelenagkapan berkas, calon sarjana perlu menyertakan foto berjas atau berkebaya. Beranjak dari sinilah cerita hari ini bergulir. “izin ujian itu lama loh keluarnya” kata Santi. ( wahhh…aku harus segera mengurusnya ) Tapi aku belum berfoto. Merujuk pada dua orang kakak perempuanku yang telah berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan telah melalui sesi berfoto untuk ujian dan wisuda, kepada merekalah aku meminta petunjuk. Dan hasilnya….keduanya berfoto menggunakan kebaya untuk ijazahnya. Meski kak Ipah memakai jilbab, ternyata untuk tampil cantik di ijazah ia rela untuk melepas jilbabnya dan bersanggul kartini. Dan atas petunjuk inilah aku pun kemudian mempertimbangkan hal tersebut. Dengan beberapa pertimbangan : Pertama, Dwi kan tidak berjilbab. Teman-teman yang pake jas rata-rata yang berjilbab. Kedua, Inikan ijazah untuk S1, tak ada orang yang memiliki gelar S1 dua kali. Mungkin ada, tapi mereka devian. (...

Tentang Etta

Aku mungkin terlalu sering bercerita tentang ibu. Ketika ia masih hidup hingga ia telah pulang ke tanah kembali aku selalu mampu menceritakannya dengan fasih. Ia mungkin bahasa terindah yang Tuhan titipkan dalam wujud pada tiap manusia. Tapi izinkan kali ini aku bercerita tentang bapak. Pria terdekat yang selalu ada mengisi tiap halaman buku hidupku.Pria yang akrab kusapa dengan panggilan Etta, panggilan ayah pada adat bugis bangsawan. Kami tak begitu dekat. Mungkin karena perbedaan jenis kelamin sehingga kami taklah sedekat seperti hubungan ibu dangan anak perempuannya. Mungkin juga karena ia mendidikku layaknya didikan keluarga bugis kuno yang membuat jarak antara Bapak dan anaknya. Bapak selalu mengambil peran sebagai kepala keluarga. Pemegang keputusan tertinggi dalam keluarga. Berperan mencari nafkah untuk keluarga. Meski Mama dan Ettaku PNS guru, tapi mereka tetap bertani. Menggarap sawah, menanam padi, dan berkebun. Mungkin karena mereka dibesarkan dengan budaya bertani dan ...