Skip to main content

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca. 

Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri. 

Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang ia pikirkan dan ia inginkan. Sayangnya, Watanabe bimbang memilih antara Naoko pendiam yang ia cintai ataukah Midori yang mampu membuatnya merasa hidup? 

Novel ini penuh kegalauan. Masing masing karakter memiliki kegalauan yang saling sangkut paut. Watanabe yang mencintai Naoko, Naoka yang tidak bisa lepas dari bayang mendiang pacarnya, serta Midori yang merasa disisihkan oleh Watanabe. 

Tokoh favoritku adalah Midori. Perempuan yang suka blak-blakan namun begitu menderita. Naoko adalah karakter yang cukup membingungkan buatku. Entah ia menyukai Watanabe atau tidak. Ia pun ada akhirnya memilih untuk bunuh diri. Watanabe pun menurutku tokoh yang aneh. Karena diending bukunya ia memilih tidur bersama Reikoh -san yang adalah teman Naoko dan berbeda 19 tahun dengannya. Bagi mereka sex mampu berdiri sendiri sebagai aktivitas biologis yang bisa dilakukan sambil bercanda dan ngobrol macam-macam. 

Kematian memang menjadi jalan pintas yang paling cepat untuk melepaskan diri dari belenggu dunia. Kematian cepat atau lambat akan datang. Bisa jadi kematian adalah proses penyembuhan. Haruki Murakami berhasil mengolah cerita kematian dan bunuh diri menjadi sesuatu yang tak perlu dipertanyakan mengapa? Namun diterima sebagai pilihan individu untuk terus hidup. 

Hufftttt, menulis resensi buku ini pun cukup membingungkan buat saya. Sayang sekali saya tidak sempat menonton film Norwegian Wood ini di Netflix. Anyway, mungkin saya harus membaca buku Murakami yang lain untuk lebih paham. 

Baubau, 8 Sept 2013

Comments

  1. Perlu waktu untuk bisa jatuh hati sama karyanya Haruki sensei. :)

    Mungkin bisa dicoba dengan karya pertamanya yang cukup ringan, Dengarlah Nyanyian Angin. :)

    Karyanya Haruki sensei yang beredar di terjemahan Indonesia lain sisanya 1Q84.

    Selamat berkenalan lebih lanjut dengan Haruki Murakami. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. sepertinya saya harus membaca bukunya yang lain biar lebih paham. hehehee

      Delete
  2. Perlu waktu untuk bisa jatuh hati sama karyanya Haruki sensei. :)

    Mungkin bisa dicoba dengan karya pertamanya yang cukup ringan, Dengarlah Nyanyian Angin. :)

    Karyanya Haruki sensei yang beredar di terjemahan Indonesia lain sisanya 1Q84.

    Selamat berkenalan lebih lanjut dengan Haruki Murakami. :)

    ReplyDelete
  3. Waktu sabtu kemarin sy jalan2 di gramed Mp, agak bahagia gimana gitu waktu liat ada bukunya Haruki Murakami mejeng dengan 4 judul. sudah lamami sy penasaran dg ini penulis. tapi karena sy tipe pembaca yg cocok-cocokan dg gaya menulis, saya coba kenali Haruki Murakami lewat bukunya yang nyanyian angin krn lebih murahki harganya. takut ndak cocok.. haha *perhitungan*

    Kesan lima halaman pertama, KERASS!! Kalau mulus sampai belakang, insyaAllah selanjutnya saya incar buku yang dibahas dipostingan ini.

    #curcol ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat!!!! Semoga berhasil selesai

      Delete
  4. Ini novelnya berbahasa apa? :)

    ReplyDelete
  5. Khas Murakami :p Selain IQ84, yang belum saya baca, dua buku lainnya berakhir sama juga kak :p bunuh diri~

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

The Intimate Lover

sumber foto : www.amazon.com Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu Mr. Rightman sesaat sebelum kamu menikah? Ms. Girl, perempuan yang telah bertunangan bertemu dengan Mr. Boy disuatu hari di dalam lift. Hanya mereka berdua di dalam lift yang meluncur turun dari lantai 20. "Jika tidak ada orang yang bersama kita dilift ini hingga lantai dasar, maka aku akan mentraktirmu minum"kata pria itu. Sayang, sang wanita memilih menginterupsi lift tersebut. Berhenti satu lantai sebelum lantai tujuan mereka dan memilih pergi. Tapi gerak bumi mendekatkan mereka. Tak berselang waktu mereka kembalib bertemu dan saling bercakap. Tak bertukar nama, memilih menjadi orang asing bagi masing-masing. Bertemu, berkenalan, dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama. Menyerahkan pada semesta kapan mereka hendak berpisah. Namun, ketika semesta mengharuskan mereka berpisah, dua orang tersebut telah saling jatuh cinta. Seberapa pun mereka berusaha berpisah, hati mereka tetap saling

Speedy Sembuh...Yipppiii!!!!

Akhirnya setelah hampir seminggu tidak pernah online lewat laptop, saya bisa melakukannya sekarang. Jaringan speedyku sudah bagus dan laptop yang bisa dipakai sudah ada. Bagaimana hidup tanpa internet? Hihihiihi, jika tidak bisa mengaksesnya lewat handphone, terutama facebook, maka hampalah duniaku.  Teknologi benar-benar telah membuat saya ketergantungan. Tak bisa hidup tanpanya. Andai tak ada teknologi, mungkin hidup tidaklah begitu galau. Yang jauh tetaplah jauh dan yang dekat tetaplah dekat. Imaginary prince tetaplah menjadi imaginary prince tanpa perlu ia turun ke bumi untuk menjadi pada syata. Tak perlu merasa kehilangan sesuatu yang tak pernah dimiliki. Dunia tak perlulah menjadi absurd. Dan nyata, maya, dan khayalan punya garis batas jelas di semesta. Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan. Ia seperti sandang, pangan, papan, dan internet. Ia menjadi primer. Tak lagi sekunder atau tersier. Apalagi barang mewah. Dan inilah aku ketika bertemu kembali dengan internet. Hat

Kami Menonton Titanic

Film Titanic salah satu film yang tercatat di dalam sejarah perfilman dunia. Film besutan James Cameron tahun 1997 menggondol 11 piala oscar dari 14 nominasi yang disabetnya. Waktu film Titanic yang diperankan oleh Leonardo De Caprio dan Kate Winslet ini booming, saat itu saya duduk di kelas enam SD. Setiap hari saya menonton soundtracknya di MTV. My heart will go on, Celine Dion. Karena terlalu sering dengar saya sampai menghapal lagunya. Saya sangat ingin menonton film yang diangkat dari cerita nyata tentang tenggelamnya kapal mewah Titanic. Saat itu, kakak Anti sudah kuliah dan kakak Ipah kelas 3 SMA. Mereka berdua menonton film itu dan tidak mengajak saya. Catatan harian SMPku merekam keinginanku untul menonton film itu. Poor Me. Karena saya masih SD, ini film dewasa, dan pastinya saya tinggal di kampung. Dan Titanic hanyalah menjadi film yang tak pernah selesai saya tonton sekalipun telah diputar stasiun televisi swasta dan DVD bajakannya beredar luas. Menyambut 100 tahun tenggela