Dear Ara, hari ini kamu menangis sesunggukan lagi. Rasa kantuk menyerangmu dan kamu berusaha menolaknya. Kamu belum terbiasa tidur siang tanpa mengisap ASI dariku dan menangis adalah ritual yang paling kau andalkan. Kita belum menemukan formulasi yang tepat untuk membuatmu tidur. Tidur siang yang dulunya adalah tradisi yang cukup menyenangkan antara kita berdua menjadi tradisi yang cukup melelahkan untuk kita jalani.
Diawali dengan tangis rengekan yang tak jelas. Keinginanmu untuk digendong, alasanmu untuk mau mandi hingga banyak hal yang tidak mampu aku penuhi. Bukan karena permintaanmu tidak masuk akal tapi alasan kuat yang kupahami bahwa tubuhmu lelah bermain seharian dan kamu ingin memejamkan matamu.
Sayangnya, ketika mulai menyapihmu di siang hari tidur siang ini serupa bencana untukmu. Tangis panjang yang melelahkan. Matamu yang tak berhenti basah. Tubuhmu menguras keringat untuk tangisan kuat yang kamu lakukan. Seluruh tubuhmu menepis segala upayaku untuk menenangkanmu. Hingga kamu terlelap dalam tangismu yang melelahkan. Aku tahu pasti ketika kusampirkan dasterku dan kuizinkan bibirmu mengisap ASI maka musnahlah tangismu itu. Tapi sayang, aku sedang mengajarkanmu mandiri. Usiamu dua tahun kini. Cukup besar untuk berjalan sendiri. Aku ingin kamu belajar mempercayai dirimu sendiri. Belajar bergantung pada tubuhmu sendiri. Dan menyapihmu adalah proses belajar itu, nak. Bersusah susah belajar agar dikemudian hari tidak menjadi susah. Mungkin seperti itulah proses menyapihmu ini.
Aku tahu bahwa dekapan ibu adalah tempat paling aman di dunia. Hangatnya serupa perisai yang menyelubungi dari segala hal yang mengkhawatirkan. Tapi, seiring waktu kamu harus belajar untuk menghangatkan dirimu sendiri. Mendekap tubuhmu sendiri sekalipun cuaca semesta membekukan dirimu. Memisahkanmu dari ASI adalah tahapan yang perlu kamu pelajari. Hidup dikemudian hari yang akan kamu hadapi lebih terjal dari sekedar berhenti meminum ASI dan belajar tidur siang sendiri. Kelak dia akan memberikanmu permen manis yang membuatmu tertawa bahagia, tapi ia juga akan memberikanmu buah pahit yang membuatmu menangis. Tapi hidup tetaplah terus berjalan dan aku berharap kamu tetap berdiri dan melangkah tak peduli apapun yang ia berikan padamu nanti.
Hari ini hidup mematahkan hatimu melalui aku. Patah hati pertama seorang anak adalah dari ibunya. Memisahkan kamu dari ASI yang kumiliki. Tapi percayalah, aku akan selalu ada disampingmu dan mendekapmu tak peduli apakah kamu masih bayi kecil yang masih merengek meminta ASI atau perempuan dewasa dengan pemikiran-pemikiran cemerlang. Di kemudian hari ketika aku tak lagi di sampingmu, aku yakin kamu akan baik-baik saja karena kamu telah melewati saat-saat ini, saat dimana aku dan kamu belajar berjarak. Namun aku menyakini hati kita tak pernah berjarak.
Kamu masih sesunggukan dalam tidurmu sesekali siang ini. Maaf, untuk kesedihan yang aku ciptakan antara kita. Kita akan terbiasa. Kamu akan terbiasa kelak. Yang kita butuhkan hanyalah belajar untuk bergerak maju dan saling melepaskan. Aku akan tetap selalu mendekapmu hingga kamu terlelap.
Ara, meski tiap hari kamu bertumbuh dan menyadarkanku bahwa dirimu telah menjadi gadis sekarang, buatku kamu tetaplah bayi kecil yang kusayangi.(*)
Baubau, 1 Sept 2013
Comments
Post a Comment