Skip to main content

Ara Dan Khanza

Ara sudah 6 bulan sekarang. Beberapa hari lagi 7 bulan. Ia sudah mengenal konsep bermain dan memiliki keinginan terhadap sesuatu. Ia tidak lagi fulltime di atas tempat tidur. Kereta duduk warisan dari Khanza, sepupunya, sudah menjadi singgasana. Meski singgasana itu telah membuatnya jatuh dua kali. Ia betah berlama-lama duduk di sana. Bergerak sesukanya kemana pun dan mencoba menjangkau segala sesuatu yang menarik perhatiannya.

Ia pun sekarang mengenal konsep berteman. Teman paling dekatnya adalah Khanza. Mereka berbagi mainan, meski yang paling sering mengalah adalah Ara. Kalo Khanza menangis karena mainannya diambil Ara dengan segera mainan itu harus dilepas dari tanganya Ara. Ara pun mulai mengenali konsep kepemilikan. Ia pun menangis jika benda-benda di tangannya dilepas. Untungnya perhatiannya masih bisa dialihkan jadinya kalo menangis ia lebih mudah didiamkan. Tidak seperti Khanza yang ngelunjak jika keinginannya tidak dituruti.

Khanza pun menjadi role model bagi Ara. Ia belajar meloncat-loncat dari Khanza. Karena keseringan meloncat di kereta kursinya jadinya ia terjatuh sampai dua kali karena kursi penahannya terlepas. Anehnya, Ara tidak menangis karena terjatuh. Mungkin ia tidak merasa sakit. Ia hanya mengerang sedikit dan kemudian diam mengamati dari sudut jatuhnya. Anak itu memang sedikit aneh. Hanya menangis jika merasa tidak nyaman atau digigit oleh tante Echy.

Khanza sangat suka menemaninya bermain. Bahkan ketika  Ara mau tidur pun masih diajaknya bermain. Ara pun kalo melihat Khanza kantuknya hilang dan menemani  Khanza bermain-main. Ia selalu rela menjadi pasien jika Khanza mengambil stateskop mainannya dan meminta Ara membuka lidahnya. Ia akan patuh. Ara tak peduli seberapa  Khanza memperlakukan dirinya. Sekalipun menyentuh badannya, ditindisi, asal tidak sakit menurutnya ia akan enjoy saja.

Ara dan Khanza seperti saya dan kakak Ipah.(*)

Comments

Popular posts from this blog

Kamu 9 Bulan dan Kita "Bertengkar"

Kamu 9 bulan. Apa yang kamu bisa? Merayap dengan gesit. Berguling-guling ke sana kemari. Duduk sendiri sekehendakmu. Tempat tidur telah kita preteli. Yang bersisa hanyalah kasur alas tidur kita yang melekat di lantai. Agar kamu bebas berguling dan merayap tanpa perlu khawatir gaya tarik bumi menarikmu. Hobiku adalah membiarkanmu bermain di lantai. Dari kasur turun ke ubin dingin. Sesekali memakai tikar, tapi akhir-akhir ini aku malas melakukannya. Lagian daya jangkaumu lebih luas dari tikar 2 x 2 meter. Kamu masuk hingga ke kolong meja. Tak tahu mencari apa. Tak jarang kamu membenturkan kepalamu. Di ubin atau dimana saja. Kubiarkan. Ukuranku adalah jika tidak membuatmu menangis artinya kamu tidak merasa sakit. Sakit itu ditentukan oleh diri sendiri. Saya hanya tak ingin memanjakanmu dengan mengasihimu untuk sebuah sakit yang bisa kamu hadapi sendiri. Mama keras padamu? Bisa jadi. Kamu mulai banyak keinginan. Mulai memperjuangkan egomu. Menangis jika Khanza merebut mainan dari tanganmu....

Norwegian Wood

Cukup melelahkan membaca Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Buku yang telah kulihat wujudnya sejak tahun 2004 baru aku baca di tahun 2013. Saya tidak terlalu akrab dengan karya-karya Haruki Murakami. Buku Norwegian Wood ini adalah karyanya yang pertama saya baca.  Mengapa saya berkata buku ini cukup melelahkan? Karena buku ini bercerita tentang kematian dan sangkut pautnya dengan orang-orang yang ditinggalkan. Bukan kematian yang disebabkan sakit atau tua. Tapi kematian orang-orang muda yang memilih bunuh diri.  Bersetting tahun 1970an di Jepang, sang tokoh utama, Watanabe menceritakan kembali kisahnya. Ia bertemu kembali kekasih almarhum temannya yang memilih mati bunuh diri di usia 17 tahun. Sekalipun tidak akrab mereka selalu bersama. Berkeliling mengitari Tokyo tanpa tujuan. Hingga sang perempuan, Naoko masuk panti rehabilitasi gangguan jiwa. Ia lantas bertemu Midori, perempuan nyentrik yang selalu berkata seenak dia. Perempuan yang selalu jujur mengatakan apapun yang i...

Indecent Proposal

sumber foto : tvtropes.org Seorang bilyuner menawariku one billion dollar untuk one night stand dengannya. Aku bingung. Aku dan suami sedang tidak punya uang dan satu juta dollar begitu banyak. Mampu membiaya hidup kami. Disisi lain aku  mencintai suamiku, rasa-rasanya ini tidaklah patut. Tapi kami benar-benar tidak punya uang. Aku ingin melakukannya untuk suamiku. Aku mencintaiku dan tidak ingin melihatnya terlilit utang. Kami memutuskan mengambil tawaran itu. This is just sex bukan cinta. Ini hanya tubuhku. Aku dan suami memutuskan setelah semalam itu, kami tidak akan mengungkitnya lagi. Setelah malam itu. Kami berusaha menebus  properti kami yang jatuh tempo. Sayangnya, bank telah menyita dan melelangnya. Seorang pengusaha telah membelinya. Kami putus asa. Suamiku tiba-tiba berubah. malam itu, Ia mempertanyakan apa yang saya dan bilyuner itu lakukan. Padahal kami sepakat untuk tidak mengungkitnya. Saya menolak menjawab pertanyaannya. Saya tidak ingin lagi menginga...