Skip to main content

Jadilah Milikku. Mau?

Pesawat yang menerbangkanku dari benua biru telah mendarat dengan mulus di tanah air. Badanku pegal. Rasanya mau patah. Tapi mengingat ini adalah pulang ke rumah, aku selalu senang. Dua tahun meninggalkan rumah rasanya begitu lama. Kutunggu bagasiku. Hanya sekoper. Semoga oleh-oleh yang kubeli cukup buat orang rumah dan teman-teman dekat. Mereka lebih suka menanyakan oleh-oleh apa yang kubawa daripada menyambut kedatanganku. Biarlah. Aku tetap senang pulang.

Pulang berarti bertemu dengannya. Lelaki yang paling aku rindukan di negeri orang. Lelaki yang dua tahun ini tak pernah kutemani bercerita. Sekalipun teknologi telah mampu melipat ruang dan waktu. Bodoh mungkin, tapi sebelum pergi dulu aku memintanya tidak menghubungiku. Konsentrasi kuliah alasanku. Tapi toh pada akhirnya aku tak bisa melupakannya. Aku yakin ia pun tak bisa melupakanku. Ikatan kami begitu kuat sekalipun tak terucapkan. Hanya ketika akan pulang aku mengabarinya. Ia berjanji menjemputku. Jiwa ini telah sakaw karena rindu. Aku mereka-reka imajinasi kami akan melakukan apa saat bertemu. Kembali kikuk seperti pertama kali kenalan atau aku berlari menghambur ke pelukannya. Atau aku akan jaim dan berpura-pura tidak begitu rindu sampai ia terlebih dahulu mengatakan rindu padaku. Aku tersenyum sendiri. Telah kusiapkan oleh-oleh buatnya. Khusus untuknya. Aku selalu tau ia selalu melakukan trip ke luar negeri tapi oleh-oleh dariku takkan pernah ia dapat dari negara manapun. Karena aku membuatnya sendiri. Sebuah syal rajut yang kusulam tiap kali mengingat dan merindukannya.

Koperku sudah kutenteng. Ia menunggu di depan. Pintu kedatangan. Ada senyum yang kupikir sangat norak di pipiku saat melihat. Aku terlalu gembira. Ia membalas senyumku dengan lambaian tangan. Direntangkannya lengannya menyambutku. Membuatku luruh di dalam pelukannya. Dua tahun dan hangat peluk itu tidak berubah. Tetap sama.

Ia tak langsung mengantarku pulang. Aku memintanya. Aku ingin menikmati beberapa jam bersamanya. Mengupdate segala hal tentangnya. Ia lebih dewasa sekarang. Lebih matang. Semoga aku tampak cantik di matanya, doaku. Ia membawa ke kafe tempat kami biasa menghabiskan waktu. Ia masih mengingat minuman apa yang sering aku pesan. Aku bercerita banyak. Seperti biasa ia selalu mendengarkanku dan meresponku dengan baik. Sampai aku lelah bercerita dan memintanya bercerita tentangnya. Lama baru ia terdiam.
"Aku sudah bertunangan, Wi. Bulan depan aku menikah. Datang y," katanya.

Telingaku seketika bising. Jantungku serasa jatuh ke lambung. Perutku tiba-tiba kram. Kepalaku pening. Mataku memanas. Aku berusaha menahan air mataku. Aku mencoba tersenyum. "Senang mendengarnya" ucapku serak.
Kantongan oleh-oleh untuknya kudesak perlahan ke dasar tasku. Sebuah syal rajutanku sendiri dalam kotak. Ada sebuah kertas di atasnya bertuliskan "jadilah milikku. Mau?". Sayangnya oleh-oleh itu tak akan pernah sampai pada tujuannya. Gerimis pun turun mengaburkan
mataku yang basah. (*)

#15HariNgeblogFF
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Dongeng Kita

Siang ini aku terjaga dari tidur panjangku. Seperti seorang putri tidur yang terbangun ketika bibirnya merasakan hangat bibir sang pangeran. Tapi, aku terjaga bukan karena kecupan. Namun karena aku merasakan indah cintamu di hariku. Mataku tiba-tiba basah. Aku mencari sebab tentang itu. Namun yang kudapati haru akan hadirnya dirimu. Memang bukan dalam realitas, namun pada cinta yang telah menyatu dengan emosi. Kita telah lama tak bersua. Mimpi dan khayal telah menemani keseharianku. Tiap saat ketika aku ingin tertidur lagu nina bobo tidak mampu membuatku terlelap. Hanya bayangmu yang selalu ada diujung memoriku kala kuingin terlelap. Menciptakan imaji-imaji tentangmu. Kadang indah, kadang liar, kadang tak berbentuk. Tapi aku yakin ia adalah dirimu. Menciptakan banyak kisah cinta yang kita lakoni bersama. Aku jadi sang putri dan dirimu sang pangeran itu. Suatu imaji yang indah...

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...