Ia menghela nafas panjang. Hari ini ia memakai kacamata hitam. Sebuah lebam begitu besar di bawah matanya menghitam. Bekas gamparan suaminya. Ia masih mengingat ucapan suaminya yang menyertai bekas lebam itu "kamu pikir kamu hebat dengan menulis novel. Kamu takkan pernah bisa lepas dari cengkraman saya. Ibu dan bapakmu takkan mengakuimu sebagai anak jika tidak bisa mempertahankan pernikahanmu. Berhenti menulis novel. Apa kamu pikir aku tidak bisa menghidupimu. Buku itu adalah judul terakhirmu". Tak hanya lebam yang membekas di wajahnya. Tubuhnya pun kebiruan. Rasanya sakit. Tapi hatinyalah yang paling pedih. Hanya dengan menulislah ia bisa merasa bebas. Merdeka. Namun ancaman suaminya bergema di telinga. Keras. Telah lama. Sejak ia pertama kali menulis dan menerbitkan buku. Namun, buku yang paling terakhir inilah yang membuat suaminya begitu marah.
Buku itu adalah dirinya. Tokoh perempuan itu adalah dirinya. Cerita itu adalah ceritanya. Namun sayang, perempuan itu lebih berani dari dirinya. Ia ingin sebebas perempuan itu. Berani berkata tidak untuk sesuatu yang menyakitinya. Namun, realitas tak pernah semudah jalan cerita novel. Ia telah mengadu pada ayah dan ibunya. Ia telah menceritakan keluh kesahnya. Sayangnya, ibu dan bapaknya tak pernah paham. Mereka selalu membenarkan perilaku suaminya. Ketika tangan pria bergerak itulah cara mendidik istri yang benar.
Tapi ia tidak bodoh. Ia tak peduli lagi akan dicap anak durhaka. Ia harus memperjuangkan hidupnya dan kemerdekaannya. Dan ia telah mengambil keputusan. Seorang audience mengacungkan jarinya. Membawanya kembali ke ruang launching bukunya. Menyadarknnya dari lamunan. Ia mengangguk mempersilakan orang tersebut bertanya." Ada rumor yang mengatakan bahwa ini adalah judul terakhir anda?".
Ia tersenyum. Ia pun memiliki pertanyaan yang sama pada dirinya. Sedetik kemudian ponselnya berdering. "Maaf. Saya terima telepon dulu penting" katanya sambil berdiri dan mengambil posisi ke sudut ruangan. " Mita, berkas pengajuan ceraimu sudah diserahkan ke pengadilan. Laporan KDRTmu sudah dilaporkan ke polisi. Ini baru awal, tapi semoga menjadi jalan untuk kehidupanmu yang baru" kata Mia, sahabatnya yang bekerja di LBH, dari seberang telepon. "Thanks y" jawabnya singkat. Disapunya setitik air diujung matanya dan kembali ke kursinya.
"Saya mencintai dunia menulis. Disinilah saya menemukan kebahagiaan. Dan ini bukanlah judul terakhir saya" jawabnya dengan senyum tegas.(*)
#15haringeblogff
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Comments
Post a Comment