Skip to main content

Ini Bukan Judul Terakhir

Para audience telah duduk di kursinya masing-masing. Mereka datang dari segala lapisan masyarakat. Mahasiswa, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, kalangan profesional, pemerhati sosial, bahkan anak sekolahan. Semua mata tertuju padanya. Pada ia yang duduk di kursi pembicara. Wajar ia menjadi sorotan. Ia adalah penulis paling terkenal saat ini. Novel-novelnya yang bertemakan perempuan, KDRT, dan diskriminasi telah menjadi pembicaraan dimana-mana. Karyanya telah menempatkannya di jejeran penulis-penulis perempuan terkenal. Hari ini adalah launching novel terbarunya yang lagi-lagi mengangkat tema kesetaraan gender. Para pembaca begitu antusias menunggu buku ini terbit. Tapi bagi dirinya ini adalah karya yang paling menguras tenaga. Tubuhnya mengurus, matanya cekung. Batinnya lelah menulis novel yang menceritakan kepatuhan istri terhadap perilaku semena-mena suaminya yang tidak berdaya untuk lepas dari kungkungan suaminya karena budaya dan adat selalu menganggap istri yang membantah suami adalah suatu kedurhakaan dan dosa besar.

Ia menghela nafas panjang. Hari ini ia memakai kacamata hitam. Sebuah lebam begitu besar di bawah matanya menghitam. Bekas gamparan suaminya. Ia masih mengingat ucapan suaminya yang menyertai bekas lebam itu "kamu pikir kamu hebat dengan menulis novel. Kamu takkan pernah bisa lepas dari cengkraman saya. Ibu dan bapakmu takkan mengakuimu sebagai anak jika tidak bisa mempertahankan pernikahanmu. Berhenti menulis novel. Apa kamu pikir aku tidak bisa menghidupimu. Buku itu adalah judul terakhirmu". Tak hanya lebam yang membekas di wajahnya. Tubuhnya pun kebiruan. Rasanya sakit. Tapi hatinyalah yang paling pedih. Hanya dengan menulislah ia bisa merasa bebas. Merdeka. Namun ancaman suaminya bergema di telinga. Keras. Telah lama. Sejak ia pertama kali menulis dan menerbitkan buku. Namun, buku yang paling terakhir inilah yang membuat suaminya begitu marah.

Buku itu adalah dirinya. Tokoh perempuan itu adalah dirinya. Cerita itu adalah ceritanya. Namun sayang, perempuan itu lebih berani dari dirinya. Ia ingin sebebas perempuan itu. Berani berkata tidak untuk sesuatu yang menyakitinya. Namun, realitas tak pernah semudah jalan cerita novel. Ia telah mengadu pada ayah dan ibunya. Ia telah menceritakan keluh kesahnya. Sayangnya, ibu dan bapaknya tak pernah paham. Mereka selalu membenarkan perilaku suaminya. Ketika tangan pria bergerak itulah cara mendidik istri yang benar.

Tapi ia tidak bodoh. Ia tak peduli lagi akan dicap anak durhaka. Ia harus memperjuangkan hidupnya dan kemerdekaannya. Dan ia telah mengambil keputusan. Seorang audience mengacungkan jarinya. Membawanya kembali ke ruang launching bukunya. Menyadarknnya dari lamunan. Ia mengangguk mempersilakan orang tersebut bertanya." Ada rumor yang mengatakan bahwa ini adalah judul terakhir anda?".

Ia tersenyum. Ia pun memiliki pertanyaan yang sama pada dirinya. Sedetik kemudian ponselnya berdering. "Maaf. Saya terima telepon dulu penting" katanya sambil berdiri dan mengambil posisi ke sudut ruangan. " Mita, berkas pengajuan ceraimu sudah diserahkan ke pengadilan. Laporan KDRTmu sudah dilaporkan ke polisi. Ini baru awal, tapi semoga menjadi jalan untuk kehidupanmu yang baru" kata Mia, sahabatnya yang bekerja di LBH, dari seberang telepon. "Thanks y" jawabnya singkat. Disapunya setitik air diujung matanya dan kembali ke kursinya.

"Saya mencintai dunia menulis. Disinilah saya menemukan kebahagiaan. Dan ini bukanlah judul terakhir saya" jawabnya dengan senyum tegas.(*)

#15haringeblogff
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Comments

Popular posts from this blog

Dongeng Kita

Siang ini aku terjaga dari tidur panjangku. Seperti seorang putri tidur yang terbangun ketika bibirnya merasakan hangat bibir sang pangeran. Tapi, aku terjaga bukan karena kecupan. Namun karena aku merasakan indah cintamu di hariku. Mataku tiba-tiba basah. Aku mencari sebab tentang itu. Namun yang kudapati haru akan hadirnya dirimu. Memang bukan dalam realitas, namun pada cinta yang telah menyatu dengan emosi. Kita telah lama tak bersua. Mimpi dan khayal telah menemani keseharianku. Tiap saat ketika aku ingin tertidur lagu nina bobo tidak mampu membuatku terlelap. Hanya bayangmu yang selalu ada diujung memoriku kala kuingin terlelap. Menciptakan imaji-imaji tentangmu. Kadang indah, kadang liar, kadang tak berbentuk. Tapi aku yakin ia adalah dirimu. Menciptakan banyak kisah cinta yang kita lakoni bersama. Aku jadi sang putri dan dirimu sang pangeran itu. Suatu imaji yang indah...

jurnalistik siaran, pindah kost-kostan, dan "capek deh!"

Akhirnya, kembali bisa menyempatkan diri sejenak ke Teras Imaji. Sedikit berbagi kisah lagi dengan diri sendiri. Sekedar untuk sebuah kisah klasik untuk Saraswati dan Timur Angin kelak. Aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertahan sampai saat ini.meski tugas kuliah menumpuk. Keharusan untuk pindah pondokan. Kewajiban lain yang belum terselesaikan.Problem hati yang menyakitkan. Serta kontrak yang tersetujui karena takut kehilangan peluang meski tubuh ini harus sudah berhenti. Siang tadi (15 nov 06) seharian ngedit tugas siaran radioku. Tak enak rasanya pada teman-teman, memberatkan mereka. menyita waktu yang seharusnya untuk hal lain. Tak enak hati pada Pak Anchu, penjaga jurusan. yang tertahan hanya menunggu kami menyelesaikan tugas itu. Dengan modal suara fals nan cempreng toh aku pun akhirnya harus sedikit PD untuk membuat tugas itu. Meski hanya menguasai program office di komputer, toh aku harus memaksakan belajar cool-edit (yang kata teman-teman yang udah bisa merupakan sesuatu...

babel

Sebenarnya tak ada planing untuk menonton film. hanya karena kemarin arya dan kawan-kawan ke TO nonton dan tidak mengajakku. Dan kemudian menceritakan film 300 yang ditontonnya. Terlepas dari itu, sudah lama aku tak pernah ke bioskop. Terkahir mungkin sam kyusran nonton denias 2 november tahun lalu. (waa…lumayan lama). Dan juga sudah lama tak pernah betul-betul jalan sama azmi dan spice yang lain J Sebenarnya banyak halangan yang membuat kaimi hampir tak jadi nonton. Kesal sama k riza, demo yang membuat mobil harus mutar sampe film 300 yang ingin ditonton saudah tidak ada lagi di sepanduk depan mall ratu indah. Nagabonar jadi dua, TMNT, babel, dan blood diamond menjadi pilihan. Agak ragu juga mo nonton yang mana pasalnya selera film kami rata-rata berbeda. Awalnya kami hampir pisah studio. Aku dan echy mo nonton babel atas pertimbangan sudah lama memang pengen nonton. (sebenarnya film ini udah lama aku tunggu, tapi kemudian gaungnya pun di ganti oleh nagabonar dan 300). Serta pem...